Fuzzy Memory

CHAPTER 2
"Apa yang kau lakukan disini sendirian? Apa kau tersesat?" aku mendongak ke asal suara di belakangku. Aku yang sedang berjongkok, membuat sosok itu terlihat sangat menjulang. Wajahnyatak begitu jelas. Yang bisa kupastikan hanyalah warna rambutnya yang hitam pekat. Aku tak menjawab pertanyaannya dan malah mendongak ke langit. Ke tempat air-air yang berderai sembarangan itu berasal. Hujan. Kurasa itu yang membuatku berada disini. Berteduh di bawah rumah besar sebuah keluarga … entahlah. Aku belum bisa membaca papan tulisan di depan rumah ini. "Oo…kau mau
berteduh? Bagaimana kalau berteduh di dalam saja?" tanya sosok itu lagi. "Boleh?" aku balik bertanya. "Kenapa tidak? Apa kautinggal di dekat sini?" kali ini aku menjawab pertanyaannya dengan anggukan. "Baiklah, kalau begitu, mari masuk!" Aku berdiri dan mendapati diriku hanya setinggi ketiaknya. Aku berdiri ragu di belakangnya dan agak kaget saat dia berbalik. "Aku lupa bawa payung, jadi …kita lari saja ke teras, ya!" tanpa sempat menolak, dia menarik tanganku dan kami pun berlari menentang hujan. Rumahnya besar. Banyak barang mewah tapi sepi. Aku sama sekali tak melihat ada orang lain selain kami. Jadi kepikiran. Jangan- jangan dia…vampir! "Keringkan dulu badanmu di depan perapian. Kelihatannya bajumu agak basah. Akan kubuatkan coklat panas. Tunggu, ya!" dan dia pun menghilang
tertelan koridor rumah yang bercahaya sendu ini. Akhirnya, sambil menunggu hujan reda, kami main berdua. Mainannya banyak. Robot, mobil-mobilan, puzzle, scrabble (aku tak begitu mengerti bagaimana memainkannya), dan ah, aku tak bisa menyebutkannya satu persatu. Pokoknya rasanya… menyenangkan. Persahabatan kami berlanjut. Hampir setiap hari aku bermain dengannya meskipun hanya di taman. Aku tak tahu kenapa dia tak pernah mengajakku ke dalam rumahnya lagi, tapi aku tak peduli. Yang penting aku bisa bermain dengannya. Bersamanya …entah kenapa terasa…hangat. "Naruto! Lempar bolanya!" teriaknya padaku. Aku menurut dan dia berlari mengejar bola yang kulempar. Kurasa dia tersenyum. Entahlah. Wajahnya kabur. Tapi suara tawa renyahnya terdengar
jelas ditelingaku saat dia berjalan semakin mendekat. Sekarang dia berdiri dihadapanku. Saat aku mendongak, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku dan … Menciumku! Saat dia melakukan itu, wajahnya semakin jelas. Dan dia… HUAAA! Aku terduduk dari tidurku dengan peluh berleleran dan napas terengah-engah. Mimpi apa itu? Daripada mimpi, itu lebih seperti putaran memori yang sudah lama tersimpan di alam bawah sadar dan terpicu untuk keluar. Tapi di bagian terakhir … Cih! Kenapa yang muncul dia? Orang menyebalkan itu! Bahkan dia menebarkan teror dan mimpi buruk dalam tidurku. Orang menyenangkan dalam masa laluku itu …tak mungkin dia, kan? Walau kesal, entah kenapa aku merasa wajahku memanas saat memikirkan tentang si brengsek itu. Aih! Aku ini kenapa, ya? "Narutoooo! Turuuuun! Tolong belikan sesuatu di mini market!" suara bawel itu! Aku sama sekali tak mood untuk mendengarnya setelah mimpi buruk begini. Tapi si pemilik suara itu pasti akan tambah nyerocos tak karuan kalau aku tak segera menjawab. "Iya, Nek! Tunggu sebentar!" balasku. Dengan enggan aku mendorong selimut dengan kakiku. Kuangkat weker di meja lampu tidur dan sadar bahwa aku bangun lebih pagi dari biasanya jika hari libur. Sambil menggaruk kepala, gerutuanku keluar. "Baru jam segini sudah menyuruh-nyuruh! Padahal kan dia tahu jam bangun tidurku kalau liburan begini." Setelah menggosok gigi dan mencuci muka, aku mengganti celana pendekku dengan jeans dan setelah mempertimbangkan bercak-bercak keringat di kausku, kuputuskan menggantinya juga.  Walaupun hari ini cerah, aku tetap menyambar jaketku dan melesat keluar kamar. Kudapati nenekku, Nenek Tsunade, tengah memasak sesuatu di dapur. Aku berdiri disampingnya dan berlagak seperti mandor yang tengah menginspeksi pekerjaan karyawannya. "Telur dadar lagi?" tanyaku. "Pantas saja Kakek lebih suka mengajakku makan ramen Ichiraku!" "Hei! Kau mau merasakan ini? Ini dihasilkan dari banyak makan telur, tahu!" Nenek Tsunade mengepalkan tinjunya padaku. "Juga wajah awet muda ini!" Memang sih dia tetap terlihat muda meskipun umurnya hampir 70. Tapi soal telur …teori dari mana itu? Daripada bertengkar mulut dengannya pagi-pagi begini, lebih baik mengalah. "I …iya!Maaf!" "Tumben kau sudah bangun," Nenek Tsunade berkonsentrasi lagi pada fry pan-nya. "Mimpi buruk," jawaban singkatku membuat Nenek Tsunade langsung berpaling ke arahku. "Mimpi apa? Orangtuamu?" aku menggeleng. Benar juga. Terakhir kali aku bermimpi buruk adalah saat aku berumur 4 tahun. Mimpi buruk di detik-detik terjadinya kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuaku dan nyaris pula diriku. Setelah itu aku tinggal bersama kakek dan nenekku. Kejadian itu membuatku trauma cukup lama dan sampai usiaku hampir 7 tahun. Saat aku bertemu dia. "Tidak penting. Terus, apa yang harus kubeli?" mendengar jawabanku, Nenek Tsunade akhirnya memutuskan untuk berhenti bertanya. Dia menyodorkan daftar belanja. "Ini list-nya. Ini uangnya. Yang kuberi tanda centang itu bahan yang penting! Cari sebisamu, pokoknya harus ada!" "Iya, iya. Eh!" Sniff. Sniff. Aku mengendus-endus dengan hidungku.Sepertinya ada bau yang tak sedap."NEK! NENEK! ITU!" tunjukku pada fry pan yang sudah mendesis- desis dengan telur gepeng yang menghitam. "GYAAA! TELUR DADARKUUUU! GRRR! Fry pan sialan! Kompor tak tahu diuntung! Telur tidak tahu berterima kasih!" omelnya. Sebelum amarahnya berpindah padaku, aku langsung mengambil
langkah seribu untuk pergi dari sana. Dasar nenek-nenek tukang naik darah! Angin pagi semilir dan matahari cerah dengan cahayanya yang lembut, menyambut diriku saat keluar dari pintu. Rasanya seperti mau berangkat sekolah saja. Sebelum melangkah, kuhirup napas dalam-dalam dan
mengayunkan kaki dengan ringan menujumini market 24 jam dua blok dari sini.
XXX
Wortel, check!Jamur, check! Daging sapi, check! Roti tawar, check! Tepung, check! Kue beras, ch…eh? Kue beras? Dasar nenek- nenek! Ah, pokoknya semua belanjaannya sudah lengkap. Sekarang waktunya membayar semuanya. Aku berjalan menuju ke kasir. Namun langkahku terhenti begitu melihat siapa yang sedang berdiri di kasir. Si brengsek itu! Sasuke! Dia berdiri sambil melihat-lihat benda- benda yang dipajang di sekitar meja kasir dengan tampang yang … yeah sudah pasti datar mendekati memuakkan dan mulutnya sibuk mengulum chewing gum.Kasirnya pergi entah kemana dan kelihatannya dia sedang menunggu. Aku langsung menundukdibalik salah satu lemari barang saat diamemutar matanyakearahku. Pokoknya akutak mau ketemu dia! Dan aku selamat! Tak lama kasirnya muncul membawa sebotol, eh? Bir? Apa- apaan itu? Memangnya anak sekolah seumuran kami ini sudah diperbolehkan membelibenda seperti itu? Tapipaling tidak aku tahu satu hal. Sasuke itu memang anak yangtidak beres. Jangan- jangan dia itu korban perceraian atau children
abuse hingga ada yang salah pada otaknya! Setelah membayar, Sasuke beranjak pergi dari mini market diiringi bunyi klontang yang berasal dari gantungan di pintu. Aku langsungkeluar dari
persembunyianku dan membayar belanjaanku di kasir. Tunggu! Kalau Sasuke belanja disini, berarti …dia tinggal di dekat-dekat sini, dong! "…an? Tuan?" aku tersadar dari lamunanku akibat suara si kasir. "Eh, iya. Apa?" tanyakuyang gugup tapi masih mencoba untuk tersenyum. "Apa ada barang lain
yang Anda butuhkan?" "Ah, tidak!" gelengku cepat sambilmengeluarkan uang. Kasir itu langsung
bekerja cepat sementara aku lebih tertarik melihat jalanan. Setelah menerima bondan kembaliannya, aku pun bergegas keluar. Waktu aku melempar pandanganku ke kananjalan, alangkahterkejutnya aku karena masih melihat Sasuke ada disana. Berdiri di samping lampu jalan sambil komat-kamit menggenggam ponsel. Akan lebih bijak seandainya saja aku memutuskan berlagak tak mengenal dia dan berjalan pulang karena arah kami berlawanan.Tapi apa yang akhirnya kulakukan? Aku malah masuk kembali ke dalam mini market. Setelah minta permisi untuk menunggu disana, mataku tak lepas dari sosok Sasuke yang kini mulai bicara sambil mondar-mandir. Hih! Lagaknya itu! Tak lama dia berjalan ke arah …hah? Ternyata dia pergi ke arah yang searah dengan rumahku! Jangan-jangan … Lagi-lagi aku membuat pilihan yang tidak bijak dengan …menguntit Sasuke. Aku tak tahu kenapa aku harus melakukan tingkah konyol ini, tapi aku benar-benar ingin tahu.Aku ingin tahu tentang dia. Paling tidak aku harus tahu kenapa dia menciumku dengan tiba- tiba di halaman belakang sekolah kemarin! Sial! Sial! Kenapa wajahku malah jadi panas karena mengingatnya? Dia nampak tak peduli dengan sekitarnya termasuk aku yang bolak-balik sembunyi di samping tiang listrik, di balik pagar rumah
orang, dan di belakang tempat sampah. Baguslah. Tapi …dia benar-benar berjalan di jalan yang menuju rumahku, lho! Ah! Dia berhenti! Kenapa? Apa kami sudah sampai dirumahnya?Dia berjongkok. Karena dia membelakangiku, aku tak tahu pasti apa yang dia lakukan. Tapi dari gerakannya sih,kayaknya dia sedang membetulkan tali sepatu. Tuh, benar kan! Sekarang dia sudah berdiri lagi dan melanjutkan perjalanannya. Heran, deh! Kenapa waktu tempuh ke rumah yangbiasanya hanya beberapa menit dari mini market jadi terasa lama begini? Akhirnya Sasuke berbelok ke kiri. Fiuh! Syukurlah karena rumah kami ternyata tidak benar-benar searah. Aku
terlalu sibuk bersyukur sebelum menyadari betul bahwa Sasuke sedang membuka pintu kayu sebuah rumah besar. Rumah besar yang setahuku sudah kosong selama bertahun-tahun. Apa dia penghuni barunya? Lagipula rumah itu kan … Aku berlari kecil ke depan rumah itu saat Sasuke sudah tertelan sepenuhnya ke dalam gerbang. Mataku membulat begitumenyadari bahwa rumah itu …rumah itu adalah rumah yang dulu ditempati oleh 'dia'! Oleh anak dalam kenanganku itu! Tiba-tiba mimpiku tadi malam berputar lagi dalam pikiranku. Sudah kubilang kan kalau ini bukan mimpi! Kudekati tampilan rumah itu yang masih nampak sama dengan waktu itu. Saat itu aku bermain di lapangan tak jauh dari rumah ini dan terjebak hujan yang turun tiba- tiba. Akhirnya aku berteduh disini. Disatu- satunya rumah dengan gerbang bergenting. Dan bagian terbaiknya, aku bisa bertemu dengannya. Tapi anak itu pindah tanpa sepengetahuanku. Setiap aku kemari, yang kudapati hanya kekosongan. Seiring waktu, aku pun akhirnya berhenti penuh untuk bolak-balik melihatkemari. Aku tak tahu kalau rumah ini
ternyata sudah ditempati orang lain. Dan itu adalah keluarga Sasuke. Lagipula … Sasuke kan baru pindah ke sekolah kemarin. Berarti, dia juga baru pindah ke rumah ini juga, dong! Kudekati papan nama keluarga yang terpaku di dinding pagarnya. Uchiha. Benar. Itu nama keluarga Sasuke, kan? Tapi …kenapa tulisan itu terlihat…familiar? Aku tak begitu peduli tentang bagaimana nama Uchiha ditulis. Setidaknya sampai detik ini. Tapi aku tak dapat menyembunyikan keterkejutanku saat ini.
Saat dimana aku menyadari bahwa tulisan dihadapanku ini sama persis dengantulisan keluarga yang ada di mimpiku. Tulisan yang saat itu belum bisa kubaca! Jujur, aku merasa sedikit merinding. Semua
kebetulan ini benar- benar membuatkuberpikir yang tidak- tidak. Kalau begitu …apabenar kalau Sasuke adalah anak dalam kenanganku itu? Tapi mana mungkin? Anak dalam kenanganku begitu baik, tapiSasuke…blah! Boro- boro! GUK! GUK!HAHAHAHA! Terdengar suara gonggongan anjing dan …suara tawa yang kuragukan milik Sasuke, dibalik pagar. Jadi penasaran. Jangan- jangan yang sedang tertawa itu … Ah! Tuhan memang baik! Pintu kayu rumah itu tidak ditutup dengan rapat. Kuintip keadaan dalam rumah dari sela pintu kayu. Aku tak begitu banyak mendapatkan view selain rumput Jepang yang dipangkas sempurna. Tak lama sebuah ranting melayang melintasi batas penglihatanku, disusul seekor anjing yang sibuk menggonggong untuk menangkapnya dan akhirnya dikejar lagi oleh pemiliknya. Si pemilik suara tawa yang tadi kudengar. Itu Sasuke! Sasuke, lho! Sasuke yang itu! Dia berdiri dengannapas terengah-engah tepat di depan mataku. Tapi senyumnya tetap setia tersungging dibibirnya. Senyum? Aku harus mengucek mataku tiga kali untuk bisa mempercayainya. Anjingnya datang membawa ranting dimulutnya dan menerjang Sasuke hingga si raven itu terjatuh diatas rumput. Dengan semangat anjing itu menggonggong dan menjilat seluruh wajah Sasuke dan dia … tertawa! Tertawa dengan begitu lepas. Ah, kenapa dia memasangtampang yang dinginkalau dia punya wajah yang sangat manis saattertawa? PLAK! PLAK! PLAK!Apa yang kau pikirkan sih Narutoooooooo! Eh, lagipula kalau kulihat-lihat …bukankah dia punya tawa yang sama dengan anak itu? Sekarang rasanya aku mulai bisa mempercayai kemungkinan bahwa anak dalam kenanganku itu adalah Sasuke. Tapi …kenapa dia pura-pura tak kenal? Kenapa dia menjadi sinis padaku? Padahal dulu kan dia baik. Baik sekali malah! Karena sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tak sadar bahwa anjing golden retriever besar itu berlari-lari ke arahku. Bahkan aku tak mendengar gonggongannya yang menggema. Aku baru sadar sepenuhnya saat pintu kayu didepan hidungku terayun membuka. Mau kabur pun rasanya sudah terlambat karena sekarang …detik ini… Sasuke telah berdiri dihadapanku dengan wajah flat-nya yang biasa. Dengan deathglare yang berhasil membuatku menelan ludah, akhirnya dia membuka suaranya. "Apa yang kau lakukan disini, Bodoh?"

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63

Posting Komentar

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap
tidak memberikan komentar spam. Jika ada
komentar spam dengan sangat terpaksa akan
saya hapus.
Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan
blog ini saya persilahkan komentar di halaman
link exchange.
Update link akan saya usahakan 2 minggu sekali
setiap hari sabtu / minggu.
Terimakasih atas perhatiannya.