Fuzzy Memory VII

CHAPTER 7
.
Naruto's PoV
Aku bersyukur bahwa aku melihat sosok Sasuke ada di mejanya sesampainya aku di sekolah. Kupikir dengan wajah sekeruh tadi dia bakal kabur dan membolos. Tapi sepertinya tampangnya biasa-biasa saja sekarang. Tampang sok cool yang menyebalkan. Setidaknya bagi ketiga sahabatku yang masih tetap tak menyukainya.
"Oi, Naruto! Telat!" sapa Neji saat aku berdiri dihadapannya yang duduk di meja paling depan dekat pintu.
"Hehe! Untung jam pertama Kakashi, ya! Dia kan datangnya lebih telat lagi!" jawabku sambil menggaruk belakang kepala. Aku tak tahu kenapa wajah Neji jadi aneh. Juga teman-temanku yang lain. Tapi aku lekas sadar bahwa aku dalam bahaya begitu tengkukku merinding. Saat berbalik, aku harus menerima deathglare dari satu mata yang menusuk.
"Huwaaa!" aku langsung berlari ke mejaku dengan rusuh tingkat tinggi, membuat anak-anak yang lain malah tertawa terbahak-bahak. Dengan santai Kakashi menyusul dan sudah bertengger di tempatnya. Aku bersyukur dia tidak memperpanjang masalah. Mungkin karena dia sadar diri juga kali, ya?
XXX
Seperti hari-hari biasa di sekolah, lagi-lagi meja Sasuke dipenuhi anak-anak cewek berisik. Biar sajalah. Lagipula, masa Sasuke yang digandrungi cewek saja jadi urusanku. Ih! Rajin sekali aku memikirkan orang! Lebih baik aku…ngapain ya?
"Oi, Naruto!" cepat sekali Neji, Gaara, dan Shika kembali dari kantin? Begitu pikirku. Tapi saat aku menoleh…
Mataku terbelalak, mulutku terbuka, dan napasku kembang kempis. Mungkin tampangku seperti ikan mas yang baru dikeluarkan dari air kali, ya? Habis…yang memanggilku ini Sasuke, lho!
"I, iya?" jawabku ragu.
"Ayo! Aku mau bicara!" katanya.
"KYAAA SASUKEEE! KAU MAU KEMANA? ADA URUSAN APA DENGAN NARUTOOO?" anak-anak cewek yang semula mengerubungi mejanya sudah mulai berisik dimejaku dan mereka sepakat menghadiahiku tatapan membunuh karena menjadi pengganggu.
"Diam! Berisik! Jangan ganggu aku!" Sasuke melepaskan diri dari Ino dan Sakura, dua gadis paling memujanya yang sejak tadi bergelantungan di lengan Sasuke. Aku menatap Sakura, anak perempuan yang dulu pernah kusukai. Dulu? Ya! Buktinya sekarang aku tak cemburu karena dia lebih memilih Sasuke. Padahal aku panas setengah mati waktu dia didekati Rock Lee. Kakak kelas kami. Kenapa, ya?
Oke, katakan aku tak normal. Aku memang gila! Sinting! Karena sekarang aku malah cemburu pada Sakura. Aku tak suka dia bergelantung di lengan Sasuke. Aku tak suka melihat kulit mereka bersentuhan. Ah, aku memang abnormal!
Begitu tersadar, ternyata Sasuke sudah tak ada. Aku segera menyusulnya keluar kelas. Dia tak ada. Duuh, dia kemana, ya?
Aku tak tahu kemana kaki membawaku. Yang jelas aku hanya ingin menemukan si rambut jabrik itu secepatnya. Dia mau ngomong apa? Tak kupedulikan panggilan Gaara yang mengacung-acungkan bungkusan ramen pesananku. Tapi untung saja aku sempat menjawab 'Nanti saja! Kembali saja ke kelas duluan!'. Kalau tidak, mereka pasti akan mengejarku.
Entah kenapa aku berlari kesini. Taman belakang. Entahlah. Disini pertama kalinya aku berurusan dengan Sasuke dan instingku bilang bahwa urusan apapun yang menyangkut dengannya di sekolah, maka tempatnya adalah disini.
Benar saja. Aku mendapati dirinya tengah duduk sendirian dibawah pohon yang…euh! Memalukan! Walau begitu kuhampiri dirinya. Saat berjalan lambat mendekatinya, kulemparkan pandangan ke sekitar. Tak ada siswa yang hobi makan siang di taman. Heran. Padahal tempat ini juga asyik. Yah, meskipun aku juga lebih suka diatap, sih.
"Ada apa?" tanyaku saat aku sudah sampai kesisinya. Dia mendongak dan ber-'Hn' dengan suaranya yang khas kemudian kembali menunduk.
"Kau tahu aku disini?" tanyanya tanpa melihatku.
"Entahlah. Kakiku yang membawaku kesini," jawabku sambil mengambil duduk di tempatku tadi berdiri. "Ada apa?"
Aku tahu dia sedang memandangku. Makanya aku tak berani menoleh padanya. Mau jadi apa aku jika harus selalu tertangkap basah blushing kalau diperhatikan oleh dia? Oke, itu tak penting.
"Yang tadi pagi…kau tak perlu memikirkannya. Itu bukan urusanmu sama sekali," ujarnya.
"Aku tahu. Tapi…apa aku boleh tahu bagaimana denganmu?" tanyaku sambil memberanikan diri menoleh. Dia nampak terkejut.
"Um, ng…maksudku…apa kau tak merasa…sedih? Oke, itu bukan urusanku sama sekali! Aku bakalan berhenti bertanya!"
"Hn"
.
Sasuke's PoV
"Um, ng…maksudku…apa kau tak merasa…sedih? Oke, itu bukan urusanku sama sekali! Aku bakalan berhenti bertanya!"
"Hn"
Sedih, ya? Hm, ayahmu memanggilmu bukan dengan namamu dan aku tak sedih? Kurasa hanya orang gila yang seperti itu dan itu…tentu saja bukan aku.
Kuhirup udara disekitarku dengan rakus. Menampungnya banyak-banyak di paru-paru sebelum melepasnya seraya menyandarkan kepala di batang pohon besar di belakangku. Rasanya pohon ini lebih terasa seperti pelindung dibandingkan ayah. Hh, jadi memikirkan yang tidak-tidak.
.
Flashback
"Anakku memang hebat!" langkahku terhenti saat mendengar kata-kata itu dari arah ruang keluarga. Suara ayah. Dan tentu saja yang dimaksud dengan anaknya yang hebat adalah Itachi, bukan? Siapa lagi? Tapi aku tak mendengar suara Itachi atau siapapun bersamanya. Atau paling tidak menimpali ucapannya. Entahlah. Aku kan tak bisa melihat.
Suara langkah kaki menyapa telingaku dan semakin mendekat. Aku merapatkan diri ke dinding. Langkah itu terhenti di depanku dan aku bisa merasakan tatapan tajam dari si empunya langkah. Apa aku akan dimarahi karena kedapatan menguping?
Tak lama kemudian, si pemilik langkah itu pun melanjutkan perjalanannya lagi tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepadaku. Aku sedikit sedih. Yah, paling tidak aku ingin dia, ayahku, mengucapkan sepatah dua patah kata padaku walau dalam bentuk makian sekalipun.
"Sasuke! Sedang apa kau?" suara Itachi menyapaku dan aku tahu dari arah mana dia muncul. Arah kiriku. Lho, kalau dia baru saja dari ruang keluarga bersama ayah, harusnya dia muncul dari sebelah kanan, kan?
"Itachi? Bukankah kau tadi ada di ruang keluarga?" tanyaku.
"Ha? Tidak! Aku baru saja memberi makan Yo diluar. Ada apa?" tanyanya balik.
"Ti-tidak! Tidak apa-apa!" aku menggeleng cepat. Yah, walaupun masih penasaran. Jadi…tadi ayah bicara dengan siapa? Bicara sendirian? Dan siapa anak hebat yang dia maksud? Oke, itu sudah pasti Itachi, kan?
End of Flashback
.
"…ke? Sasuke?"
Aku lekas membuka mata dan mengingat kembali bahwa aku masih bersama dia. Naruto.
Bicara mengenai anak ini…entahlah. Aku juga merasa bingung. Kenapa dia begitu memerdulikan aku? Meskipun sedikit menyebalkan karena aku malas berbagi dengan orang lain, tapi disisi lain aku merasa sedikit…hangat.
Aku tak ingat kapan terakhir kalinya ada orang yang begitu memerdulikanku seperti dia. Di Hokkaido pun aku tak punya teman dan tak ada yang berusaha begitu keras untuk jadi temanku seperti dia.
"Naruto, kenapa kau memerdulikan aku?" pertanyaanku yang tiba-tiba membuatnya sedikit terhenyak. Dia hanya ber-um tak jelas. Tak menjelaskan apapun. "Kau pikir 'Um'-mu itu menjelaskan segalanya, Jenius?"
Wajahnya memerah. Seperti biasa. Manis. Tetap tak menjawab apa-apa.
Aku sendiri mulai menelisik setiap inci dari wajahnya. Entah sejak kapan wajah itu terasa sangat akrab. Menghampiri alam bawah sadarku tiba-tiba dan muncul begitu saja bahkan saat seharian aku tak melihatnya. Oke, mungkin aku mulai tak waras karena aku mau bilang bahwa akhir-akhir ini aku sering memikirkannya.
"Aku…um…aah! Aku tak tahu! Ngapain sih kau menanyakan hal yang sulit dijawab?" ujarnya pada akhirnya. Dengan tampang yang benar-benar stress.
"Khu, khu!"
"Iih! Malah tertawa!" dia mendorong bahuku yang berguncang kecil karena tawa yang tertahan.
"Habis…kau lucu. Haha!" aku tak dapat bertahan lebih lama untuk tak tertawa lepas sekarang juga.
"Jahatnya!" dia makin ganas memukul-mukul bahuku dan menggelitik tubuhku.
"Hei! Hei!"
Dan tiba-tiba saja kami berada dalam posisi yang aneh. Aku terbujur di atas rerumputan sementara si Naruto bodoh itu ada di atasku. Masih menggelitikiku hingga dia sadar. Tak lama wajahnya kembali menjadi semerah kepiting rebus. Lebih parah malah. Sekali lagi, teriakan ini beramai-ramai. 'Sasuke sudah tak waras!' karena aku menyukai keadaan kami sekarang.
"Ma-maaf!" Naruto langsung menyingkir dariku.
Sudah kubilang bahwa aku menyukai keadaan kami yang tadi? Ya, sedikit banyak itulah yang membuatku melakukan hal tak terduga ini. Kutarik tangan Naruto hingga kini dia terjerembab di atas tubuhku. Sekali lagi. Dan entah siapa yang memulai, kurasa aku, kami mulai terlibat dalam ciuman panas yang tak biasa.
Tak biasa? Yah, paling tidak ini pertama kalinya aku ciuman dengan cowok juga. Oh! Aku lupa! Aku pernah menciumnya sekali. Tapi rasanya kali ini berbeda. Mungkin karena saat itu aku melakukannya dengan rasa marah dan saat ini…
Entahlah.
Bibir Naruto terasa manis dan tak berpengalaman. Well, berapa banyak gadis yang sudah dia perlakukan begini? Mungkin tak lebih dari dua jari dan masing-masing dari dua gadis itu hanya pernah dia cium sekali. Buktinya dia kewalahan menghadapiku.
Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dengan surprise saat ciuman kami terlepas. Dengan mulut membuka seperti ikan kehabisan napas, dia langsung panik.
"A-a-apa yang baru saja kau lakukan?" tunjuknya padaku dengan wajah semerah udang dan dada yang naik turun dengan cepat. Aku kembali bangkit untuk duduk.
"Hn"
"Kenapa hanya ngomong begitu? Cepat jelaskan!"
"Bukan aku kan Naruto? Kita. Kau harusnya bertanya 'Apa yang baru saja kita lakukan', kan?"
"A-apa? Jelas-jelas kau yang menciumku duluan!"
"Tapi kau kan bisa melepasnya jika kau tak ingin," jawabanku yang tenang kini membuat Naruto mati kutu. Dia tak lagi menjawab dan menundukkan kepala. Malu.
Keheningan menyelubungi kami untuk sesaat.
"Kenapa Sasuke? Apa yang kali ini pun kau cuma mempermainkanku lagi?" tanyanya.
"Entahlah. Dan kau tak marah lagi seperti kemarin?"
"Kalau ditanya kenapa, mungkin aku akan bilang bahwa aku suka Sasuke!" aku terperanjat. Naruto bilang bahwa dia menyukaiku? Menyukaiku? Apa dia tidak waras?
Ah, lalu apa yang tadi kau lakukan Sasuke? Kau juga sama tak warasnya, kan? Malah mungkin saja kau pun juga menyukainya. Kau bahkan tak pernah setulus ini mencium seorang anak cewek, kan?
"Jadi…apa tadi kau hanya mempermainkanku?" hening. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku tak tahu kenapa aku jadi terjebak sebegini jauh dengan anak pirang di sampingku ini. Terlalu jauh. Kurasa Itachi pun tak pernah mengharapkan hubungan kami bakalan lebih dari seorang teman jika dia berhasil mengenalkanku dengan Naruto saat kami kecil. Tapi…
"Entahlah!" jawabku.
Naruto menatapku dengan pandangan yang…ah, terluka.
"Jadi begitu?" katanya seraya bangkit. "Kau memang hanya mempermainkanku, Sasuke! Bagaimana kau bisa begitu dingin?"
Setelah berteriak, dia langsung pergi dari sana. Aku hanya bisa menatap punggungnya tapi aku pun bingung pada apa yang aku rasakan. Pada apa yang seharusnya kukatakan dan lakukan padanya. Tapi wajahnya yang terluka tadi…apa dia serius dengan ucapannya? Bahwa dia menyukaiku?
Argh! Sasuke! Apa yang sudah kau lakukan? Kau sudah melukai orang yang…orang yang sedikit banyak telah menolongmu! Bodoh!
Kulayangkan tinjuku di batang pohon belakangku saat bangkit berdiri. Buku jariku sedikit berdarah. Tapi aku tak perduli. Mungkin aku memang pantas mendapatkannya. Dan akupun berjalan menuju kelas kembali.
.
Naruto's PoV
Suara Kurenai-sensei yang sedang menjelaskan tentang Perfect Tense tak ada satupun yang mampir ke telingaku. Yang terngiang-ngiang di telingaku hanyalah suara Sasuke yang terus-terusan mengucapkan 'Entahlah! Entahlah!' dengan cara yang menyebalkan.
'Ugh! Kenapa aku mengatakannya? Kenapa aku bilang bahwa aku suka dia? Sial! Sekarang dia pasti sedang tertawa-tawa dalam hati. Menertawakan ketololanku! Lagipula…'
Tanpa sadar kusentuh kedua belah bibirku dengan ujung-ujung jemariku. Dan cih! Lagi-lagi aku harus dibuat kesal dan malu. Padahal, hal jahat apa sih yang sudah kulakukan padanya? Kenapa dia tak ada puas-puasnya mengerjaiku? Padahal aku serius untuk membantunya. Padahal aku benar-benar perduli padanya.
"Naruto! Apa jawabanmu untuk soal nomor 23?" pertanyaan yang dilempar Kurenai-sensei membuatku gelagapan. Kucari-cari soal nomor 23 dibukuku. I … a woman.
"Ng…jawabannya, I am a woman, Mam!" jawabku. Seketika tawa anak-anak satu kelas meledak. Aku memutar pandangan dengan bingung. Lho? Apa yang salah? Pasangan I itu memang am, kan?
"Naruto! Halaman berapa yang kau buka? Kita sedang mempelajari halaman 106 tentang Perfect Tense! Kau tidak mendengarkanku, ya?" kuperiksa halaman bukuku. Halaman 36. Seketika wajahku memerah menahan malu. Sial! Sial! Sudah dipermalukan secara pribadi oleh si brengsek Sasuke! Sekarang aku dipermalukan seluruh kelas gara-gara memikirkannya.
AAARGHH! Sialnya aku hari iniiii!
"Hihihi! Kau itu kacau sekali! Tapi tumben-tumbenan. Walaupun salah baca, jawabanmu benar juga. Biasanya kan kau itu payah kalau Bahasa Inggris!" Shika bersandar di pundakku. Kedua sahabatku yang lain mengitari meja untuk menungguku memasukkan semua barang-barangku ke dalam tas. Yang tersisa di kelas hanya kami berempat.
"Memangnya kau pikir aku sebodoh itu?" jawabku sebal.
"Iya. Kalau anak SMU tidak tahu to be-nya I, itu artinya dia lebih bodoh dari anak TK, kan?" timpal Gaara. "Dan biasanya Naruto lebih bodoh dari anak TK!"
"Iih! Kalian ini! Bukannya bersimpati, kek!" ujarku kesal. Tawa mereka malah meledak. Argh!
"Ngomong-ngomong, saat istirahat tadi, sebenarnya kau kemana?" aku menghentikan aksi tanganku yang tengah meresleting tas. Cih! Aku malas membicarakan ini. Walaupun membicarakannya dengan mereka.
"Ada urusan sebentar," jawabku asal.
"Dengan si Uchiha?" pertanyaan Neji membuatku terhenyak. Aku menghadiahinya dengan tatapan 'Kok tahu?' yang kemudian amat sangat kusesalkan. "Ternyata benar, ya? Padahal aku hanya asal tebak. Soalnya dia juga tak ada saat jam istirahat."
"Ha? Benar, Naru? Kau dan dia ada urusan apa, sih?" tanya Gaara.
"Ah, sudahlah! Tak usah dibahas! Aku sedang tak ingin cerita!" elakku. Dan seperti biasa mereka tak memaksa. Hanya saling tatap bertiga dan mengangkat bahu.
"Akhir-akhir ini kau banyak menyembunyikan sesuatu, ya Naruto?" kata Neji sambil meninggalkan mejaku. Kedua sahabatku yang lain menyusulnya.
Ha~h. Benar juga. Sejak berurusan dengan Sasuke, aku jarang cerita pada mereka bertiga. Apalagi yang bisa kuceritakan kecuali tentang si raven itu? Dan masalahku dengan Sasuke…ingin kusimpan sendiri. Lagipula aku tak berhak menceritakan masalah Sasuke pada siapapun. Siapapun.
Sebelum melangkahkan kaki untuk menyusul mereka, aku menyempatkan diri melempar pandangan keluar jendela. Mataku membundar -kurasa- saat melihat sosok yang masih bersandar di pintu gerbang sekolah. Mau apa dia?
"Oi! Naruto! Kau lelet banget! Mau kami tinggal?" Shikamaru melongok ke dalam kelas.
"Iya! Iya!" jawabku sambil segera menyusulnya.
Mendekati gerbang, aku masih melihat sosoknya bersandar santai disana. Sasuke. Saat melihatku, dia menegakkan badan. Apa yang dia tunggu itu…aku? Ah, mana mungkin! Aku mempercepat langkahku, meninggalkan tiga sahabatku untuk secepatnya menghidari Sasuke.
"Naruto!" panggil Sasuke. Aku menghentikan langkahku. Dadaku naik turun dengan cepat secepat jantungku memompa darah dan paru-paruku menyerap oksigen. Mau apa dia?
Tidak! Jangan-jangan dia… Tidak! Jangan disini! Ada Shikamaru dan yang lainnya! Aku tak mau berurusan dengan Sasuke dihadapan mereka. Setelah memantapkan hati, aku mengayunkan kakiku. Berlari cepat-cepat.
"Naruto!" kali ini bukan hanya Sasuke. Ketiga temanku pun menyerukan namaku.
Aku berlari cepat. Aku tak ingin berhenti meskipun paru-paruku mulai kekurangan asupan oksigen. Aku tak mau berhenti karena aku tahu ada seseorang yang mengejarku. Entah Neji. Entah Shika. Entah Gaara. Atau mungkin juga…Sasuke.
"Naruto! Berhenti!" perintah orang di belakangku. Ya, aku tahu siapa dia sekarang. Sasuke.
Aku berhenti berlari. Napasku juga sudah hampir habis. Langkah Sasuke pun sudah tak terdengar lagi. Hanya ada suara terengah-engah kami berdua yang mengambang di jalanan perumahan yang lenggang.
"Ada apa lagi, sih? Kau mau apa lagi?" tanyaku kesal sambil berbalik ke arahnya. "Mau apa lagi? Belum puas mengerjaiku?"
Sasuke terdiam. Dia hanya menyematkan onyx-nya pada saphire-ku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Atmosfir bumi terasa menyesakkan seketika.
"Naruto…," Sasuke membuka suara. Kujawab dengan suara ludah yang tertelan.
"Aku menyukaimu."

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63

Posting Komentar

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap
tidak memberikan komentar spam. Jika ada
komentar spam dengan sangat terpaksa akan
saya hapus.
Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan
blog ini saya persilahkan komentar di halaman
link exchange.
Update link akan saya usahakan 2 minggu sekali
setiap hari sabtu / minggu.
Terimakasih atas perhatiannya.