Cerita Salju

Aku telah bertahan hidup selama dua puluh lima tahun. Cinta,
Kekasih, Apa bagusnya itu? Aku tidak membutuhkan
hal bodoh seperti itu. Itulah yang selalu terpaku di pikiranku,
Sampai di musim dingin di usiaku yang ke sembilan belas
—xXx—
'Apa ini?' pikirku ketika melihat beberapa kotakkado berjejalan di
lokerku. Bukankah sudah kubilang pada mereka untuk tidak
memberiku hadiah apapun?Aku menghela napas dan mengambil salah
satunya.Sebuah sarung tangan berwarna biru tua dan
shawl berwarna hitam berada di dalam kotak berwarna cokelat. Dan
ada kertas kecil berwarna putih yang menyempil diantara
benda-benda itu. Happy birthday, Kanou- kun!
Pakailah ini supaya kau tidak kedinginan, okay? Aku tidak mau
mendengar alasan kau tidak masuk sekolah karena sakit flu akibat
udara dingin. with love,Kuchiki Rukia Ternyata Rukia. Gadis
yang pernah bekerja sama denganku mengurusi acara kelas
dan akhirnya menjadi salah satu teman baikku. Tapi dari siapa
lagi ini? Aku memasukkan tiga kotak kado berwarna putih, silver-hitam, dan
biru metalik-putih metalik itu ke dalam ranselku dan
membawanya ke Gym. Sebagai kapten tim basket sekolah, aku
memiliki koneksi khusus yang membuatku bisa menggunakan Gym
selama duapuluh empat jam penuh tanpa harus minta ijin dari guru
olahraga ataupun pelatih basketku. Kotak pertama yang berwarna putih.
Tebakanku, ini dari anak laki-laki karena dia membungkusnya dengan
berantakan sekali. Aku merobek kertas pembungkus kadonya
dan tersenyum kecil ketika lagi-lagi tebakanku benar.
Kanou, tanjoubi omedattou! Aku benar-benar tidak
tahu harus memberimu apa tapi kuharap kau menyukai hadiahku. Dan
jangan lupa untuk memakainya setiap kita berlatih basket!
-Ichigo-
Aku mengambil benda berwarna biru dongker yang dilapisi plastik itu
dan mengamati benda kecil yang terasa empuk itu. Aku tahu apa ini.
Wrist band untuk bermain basket. Ternyata Ichigo tahu kalau aku memang
sedang butuh benda ini.
—xXx—
Aku tak mengerti apa pentingnya dari sebuah cinta
Aku juga masih saja tak dapat memahami
mengapa banyak orang yang bunuh diri karena putus cinta.
Menurutku itu adalah hal yang sangat bodoh. Mengapa aku harus
mempunyai kekasih dan membiarkan semua
kesenanganku dibatasi? Aku benci itu
—xXx—
"Hei!" seruku ketika melihat sosok gadis yang sedang berdiri di
atas pohon dan tampak akan terjatuh. Aku pun segera berlari menuju
pohon tinggi itu dan menangkap tubuh gadis itu sebelum tubuhnya
membentur tanah yang memutih karena
tumpukan salju. Gadis itu menolehkan kepalanya ke arahku
dan tampak amat terkejut. "Arigatou, oniichan."
Bisik gadis itu pelan. Aku menganggukkan kepalaku dan
membantunya berdiri. "Apa yang kau lakukan?" tanyaku.
Gadis itu tersenyum amat manis dan berjongkok, mengambil
beberapa keping salju ke tangannya dan menyodorkannya ke
hadapanku. "Bermain salju." Jawabnya. Aku tersenyum kecil dan
mengacak-acak rambut merahnya yang panjang. "Siapa namamu?"
tanyaku. Gadis itu berhenti menggambar di atas salju dengan jemarinya
yang putih dan mendongakkan kepalanya —tampak keheranan.
"Suzumebachi. Memangnya kenapa?" tanyanya kebingungan.
ienai itami— "Moshi-moshi?" ujarku. "Ya, Kanou! Happy
Birthday!" "Arigatou, Tatsuki." jawabku. Dasar, dia
tidak pernah berubah. Selalu saja berteriak- teriak di telepon.
"Ah iya, Haineko titip salam untukmu. Dia bertanya apa kado yang
dikirimnya sudah sampai ke apartmentmu." "Haineko? Tidak ada
paket yang dikirim ke rumahku." Jawabku bingung. "Oh begitu? Akan
kukatakan pada Haineko nanti. Ya, kenapa kau tidak jadian saja dengan Haineko
heh? Asal kau tahu saja, di sekolahku itu Haineko amatlah populer.
Kenapa kau tidak mau?" "Karena aku tidak mencintainya. Bukankah
aku sudah mengatakannya padamu berkali-kali? Aku hanya menganggapnya sebagai
adikku." Jawabku— entah untuk yang keberapa kalinya. Aku sudah bosan menjawab
pertanyaan sepupukuitu. Setiap dia meneleponku, Tatsuki
tidak pernah lupa menanyakannya. Dasar cewek.
"Arisawa, sudah ya? Aku ada urusan yang lain." Ujarku dan langsung
mematikan ponselku. Aku menolehkan kepalaku dan terdiam.
Kemana gadis itu? "Oniichan!" Aku berbalik menuju sumber suara dan
melihat sosok gadis yang sedang melambaikan tangannya kepadaku —
Suzumebachi. Aku berjalan lambat ke arahnya yang sudah
berdiri diatas tumpukan gunung salju karena kedinginan. Aku heran,
gadis itu hanya memakai pakaian biasa
tetapi mengapa ia tak kedinginan? "Tanjoubi omedattou!"
kata gadis itu. Tunggu, bagaimana dia bisa tahu kalau hari ini aku ulang tahun? Dan juga,
bagaimana dia bisa tahu namaku? Gadis itu menyodorkan
sesuatu berwarna putih, bulat, dan ada ranting- ranting pohon yang
tertancap di benda itu.Butuh waktu beberapa saat bagiku untuk
menyadari apa itu. Heran, apa tangannya tidak kedinginan
membawa bongkahan salju sebayak itu? Dia hanya membawanya dengan tangan kosong.
"Tanjoubi omedattou, Kanou oniichan!" ujar Suzumebachi lagi
dengan senyuman diwajahnya, "karena aku
tidak punya uang untuk membelikan oniichan kue yang sesungguhnya,
anggap saja ini kue ulang tahun oniichan …" "Tapi… ini kan salju…"
jawabku. "Tapi kan salju juga bisa dimakan!" balas
Suzumebachi tidak mau kalah. Suzumebachi itu
menggembungkan kedua pipinya yang sepertinya menandakan bahwa Suzumebachi
tidak ingin beradu argumen lagi denganku. "Baiklah… arigatou."
Ujarku sambil tersenyum. Suzumebachi melebarkan senyuman
di wajahnya dan senyuman itu tak bisa menahanku untuk ikut
mengulaskan senyum di wajahku. "Bagaimana kau tahu kalau hari ini aku ulang
tahun?" tanyaku bingung. "Oneechan yang tadi menelepon. Suaranya
terdengar begitu keras. Makanya aku tahu nama oniichan dan ulang tahun oniichan …"
—xXx—
Aku masih tidak mengerti juga … Tapi inilah pertama kalinya,
Ada getaran aneh di dadaku ketika ada sosok gadis di sampingku.
—xXx—
"Oniichan, sudah sore." Ujar Suzumebachi pelan ketika kami berdua
duduk diatas gunung salju dan menikmati matahari di musim
dingin pertama ini. Aku hanya bergumam pelan sebagai jawaban
atas perkataannya. "Sebaiknya oniichan pulang. Malam nanti
pasti udaranya akan sangat dingin." Kata Suzumebachi.
Aku menolehkan kepalaku dan menatap lurus ke wajah putih itu.
"Apa kita bisa bertemu lagi?" tanyaku. Suzumebachi
menganggukkan kepalanya, "tentu saja. Datang saja kesini
ketika salju sedang turun. Aku akan menunggu." Jawabnya.
—xXx—
Sejak saat itu… Walaupun badai salju ataupun hanya hujan
salju saja, Suzumebachi selalu ada di taman menungguku
dengan senyuman manisnya Dan aku sangat
menyukai wajah cantik yang dihiasi senyuman itu
Senyuman itu terasa begitu alami dan apa adanya
Seperti mengisyaratkan bahwa gadis itu tersenyum dari lubuk
hatinya yang seputih salju
—xXx—
"Ini untukmu." Ujarku. Suzumebachi menolehkan kepalanya
dari bola salju kecil buatannya dan langsung menerima benda yang
kusodorkan. "Akh!" pekiknya. Kaleng cokelat panas yang tadi
berada di tangannya terlempar ke bawah gunung salju tempat
kita berdua duduk menghabiskan sore hari ini.
"Daijoubu?" tanyaku. Suzumebachi tidak menjawab pertanyaanku
dan langsung berlari menuruni gunung salju buatan kami lalu meraih
kaleng cokelat panas yang tertumpuk salju setelah mengusapkan
tangannya beberapa kali diatas salju. "Wah, sudah dingin."
Ujarnya pelan. "Arigatou, Kanou- oniichan …" ujarnya
tanpa meninggalkan senyuman manisnya.
—xXx—
Entah ini karena aku tidak merasa kesepian lagi atau apa
Tapi harus kuakui, Aku senang Suzumebachi ada di sisiku
—xXx—
"Senpai, siapa dia?" Aku mengalihkan pandanganku dari buku
yang kubaca dan menghela napasku dengan kesal lalu
kembali membaca bukuku. Bagian dimana Fujimoto Hiroki baru
saja selesai merencanakan pembunuhan ketiga
belasnya. "Senpai! Jawab aku!" Cih, apakah dia tidak
bisa melihat kalau aku sedang tidak ingin diganggu?
"Senpai!" Gadis sialan, apa sebenarnya maunya?
Berani-beraninya dia merebut bukuku. Aku menarik napas dalam-
dalam. Berusaha menenangkan diriku dan
bersikap tenang seperti yang biasa kulakukan di sekolah.
"Apa maumu? Kembalikan bukuku." Kataku tenang namun
terdengar sedikit mengancam. Aku tahu gadis ini. Sode no Shirayuki —salah satu
gadis yang selalu berusaha mendekatiku sejak pertama kali gadis
ini masuk ke sekolahku. Hei, bukannya aku bermaksud untuk sombong, tapi mereka—
aku tahu beberapa nama dari mereka — benar-benar
mengerikan. Mereka hampir tahu semua tentang diriku. Dan jujur
saja, aku benci itu. "Siapa dia Senpai?" Tanya Shirayuki lagi.
"Siapa maksudmu?" balasku kesal. "Gadis yang selalu
bersamamu di taman dekat apartmentmu! Aku, Orihime oneechan,
dan Soi Fon oneechan, melihatmu bersamanya kemarin!" jawab
Shirayuki. Tunggu dulu,apa yang dia maksud itu Suzumebachi?
"Jangan katakan kalau dia itu kekasihmu!" ujar Shirayuki keras. Aku
tersentak, apa maksudnya ini? Dan juga … Mengapa wajahku terasa panas?
"Senpai, mengapa wajahmu memerah?" serunya, "jadi itu benar?
Gadis itu kekasihmu!"
—xXx—
Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku Wajahku memerah
ketika membayangkan Suzumebachi, Sebagai kekasihku…
—xXx—
"Oniichan, mengapa terlambat?" Tanya Suzumebachi begitu aku
sampai di taman. Aku terdiam dan berusaha untuk menenangkan
jantungku yang berdebar kencang karena aku berlari dari
sekolah sampai ke taman ini tanpa berhenti. "Tadi aku ada masalah."
Jawabku ketika sudah bisa mendapatkan irama napasku lagi.
Aku memperhatikan sekelilingku dan tertawa, "sudah berapa
banyak yang kau buat?" tanyaku. Selama aku sekolah, kurasa
Suzumebachi menghabiskan waktunya dengan membuat semua
manusia salju ini. 18 boneka salju besar dan kini Suzumebachi sedang
membuat boneka salju besar yang ke 19. "19 kalau yang ini sudah
jadi. Oniichan duduk saja dulu disana, akan kususul begitu aku
selesai." Seru Suzumebachi. Aku mengangguk dan
mendaki gunung salju buatan kami berdua yang tampaknya
bertambah tinggi. "Sebentar lagi musim semi …" ujarku pelan.
"Apa oniichan suka musim semi?" Tanya Suzumebachi pelan.
"Dulunya." Jawabku langsung, "tapi sekarang aku lebih
memilih musim dingin." 'Karena musim dingin adalah saat pertama
aku mengenalmu …' tambahku dalam hati. "Kanou oniichan…"
Aku menolehkankepalaku dan terkejut.Benar-benar terkejut.
Sebuah benda sedingin salju menempel di bibirku. Akupun
memejamkan mataku — merasakan dinginnya bibir gadis di hadapanku ini.
Aku membuka mataku ketika dinginnya bibir itu menghilang dari
bibirku dan menatap wajah Suzumebachi. "Suzume, kenapa?"
tanyaku ketika melihat air mata mengalir dari kedua bola mata —yang
baru kusadari berwarna pink lembut —indahnya. Suzumebachi tersenyum
manis walaupun air mata masih saja mengalir dari kedua
bola matanya, "tidak …" jawabnya, "aku bahagia …" Entah setan apa yang
merasukiku, aku langsung menariknya ke dalam pelukanku dan membiarkan air
matanya membasahi seragamku.  Aneh… Mengapa air matanya
pun juga sedingin lelehan es? Dan setelah itu… Aku pun kembali
meminta bibirnya untuk kunikmati dingin bibir mungil yang lembut itu.
Rasanya aku benar- benar harus pergi ke psikiater untuk
memeriksakan kejiwaanku. Aku sekarang berada di perpustakaan. Tidak,
bukan untuk mencari novel misteri atau novel tentang pembunuhan
dan semacamnya. Aku sekarang sedang berada di sudut Sains. Whoa.
Aku benar-benar sudah gila. Untuk apa kapten tim basket pergi ke
perpustakaan? Benar- benar aneh kan? Tapi apalagi yang bisa
kulakukan? Tugas biologi ini benar-benar membuatku gila kalau
aku tidak mencari referensi dari buku-buku lain di perpustakaan.
Bagus Ashido Kanou, kau sudah hampir menyelesaikan
makalahmu. Sisanya tinggal menyontek Ishida saja kan?
Lagupula, pemuda itu juga tidak pernah menolak setiap kali aku
menyalin pekerjaannya. Tunggu. Sebuah buku bersampul
putih menarik perhatianku dan aku memutuskan untuk mengambilnya. Siapa
tahu saja bisa menyegarkan pikiranku
yang sudah dipenuhi oleh materi biologi. Gadis Salju
Aku baru tahu ada cerita seperti ini. Aku memutuskan untuk mengambilnya dan
membacanya. Ternyata ini sebuah cerita fiksi yang bisa dibilang cukup
lama. Tentang seorang gadis misterius yang
hanya muncul saat salju turun. Diceritakan bahwa suhu gadis itu
sedingin salju. Bahkan gadis itu akan langsung
meleleh begitu terkena suhu panas — Tunggu dulu. Aku benar-benar sudah
kehilangan kewarasanku. Aku bersumpah bahwa apa
yang kupikirkan sekarang benar-benar tidak masuk akal.
Tapi… Mengapa cerita tentang gadis salju itu amat mirip dengan Suzumebachil?
—xXx—
Saat itu Hanya ada satu hal yang ada di pikiranku
Aku harus menemukannya dan bicara dengannya Dan kuharap,
Apa yang ada di pikiranku saat itu salah besar
—xXx—
Bell pun berbunyi. Dan aku segera berlari keluar dari kelasku yang
terletak di lantai tiga tanpa sempat mengucapkan selamat
tinggal kepada teman- teman seperti biasanya. Ada hal yang lebih
mendesak yang harus kulakukan. Sial, dia tidak ada disini. Yang ada hanyalah
beberapa anak kecil yang sedang bermain air lelehan salju karena
sekarang sudah memasuki ujung musim dingin. Aku memilih
untuk duduk di salah satu bangku taman yang sudah tidak ditutupi
salju lagi dan mengistirahatkan kakiku yang mulai terasa sakit karena aku
terus berlari tanpa henti sejak pulang sekolah sepuluh menit yang lalu.
"Kau tahu? Okaasan bilang hari ini adalah hari turunnya salju
terakhir." Apa benar kata gadis itu? Kalau begitu
seharusnya hari iniSuzumebachi ada di taman kan? "Lihat! Turun salju lagi!"
Seruan dari anak-anak kecil yang ada di taman itu seperti menamparku
untuk kembali ke alam nyata. Aku mengerjapkan mataku
beberapa kali dan langsung terlonjak kaget. Sejak kapan dia ada disana?
"Suzume…" ujarku pelan.Suzumebachi menyunggingkan sebuah
senyuman seperti biasa tetapi aku merasa ada
yang lain dari senyuman itu. Senyuman yang diulasnya terkesan
bahwa terlalu dipaksakan. "Bohong kan…?" bisikku
pelan. Aku memutuskan untuk berdiri agar dapat menatap wajah kecil
Suzumebachi secara jelas. "Gadis salju itu cuma cerita kan?" tanyaku
lagi. Kali ini dengan suara yang terdengar seperti membentak.
Suzumebachi menundukkan kepalanya dan terdiam. Tapi aku bisa
mendengar suara isakan yang seperti diredam. "Gomen ne…" bisiknya
diantara isak tangisnya. "Gomen ne, Oniichan…" Aku mengulurkan
tanganku dan meraih dagunya. Air mata masih mengaliri kedua pipinya.
Tak tahan lagi, akupun memejamkan mataku, segera meraih wajahnya
dan menyapu bibir dinginnya yang bergetar akibat tangis.
Sebenarnya Aku pun juga ingin menangis …   Tapi Suzumebachi sudah
menangis terlebih dahulu. Melihatnya, Aku jadi tidak bisa menangis …
Aku membuka mataku melepaskan bibirku dari bibir Suzumebachi dan memeluknya.
Membawanya ke dadaku dan membiarkan air matanya membasahi
kemejaku untuk terakhir kalinya. "Aishiteru…" bisikku di telinganya.
Pertama kalinya aku mencintai seorang gadis. Aku merasa
beruntung, Suzumebachi adalah gadis ysng mengisi hatiku.
"Aku tak tahu kapan salju ini akan berakhir —" bisik Suzumebachi
dalam pelukanku. "Diamlah. Mungkin saja ini terakhir kalinya kita
bisa bersama." Potongku. Aku merasakan Suzumebachi
mengangguk dalam pelukanku dan membalas pelukanku.
Melingkarkan lengan kecilnya di pinggangku yang mulai terasa
kedinginan. "Aishiteru, oniichan…" Aku tersenyum dan membelai lembut
rambut hitam Suzumebachi ketika Suzumebachi
membisikkan kata itu dengan sesenggukan. Aku memejamkan mataku lagi ketika
merasakan angin dinginmembelai wajahku bersamaan dengan
pudarnya suhu dinginyang berada di dalam pelukanku itu.
Ketika aku membuka mataku … Hanya ada sedikit tumpukan salju yang
tersisa di tanganku dan menempel di blazer hitam yang kukenakan.
Sudahlah… Aku bahagia bisa bertemu dengan sosok
seperti Suzumebachi. Tak ada yang perlu kusesali. Hanya perlu
berharap … Semoga tahun depan aku masih bisa bertemu
dengannya. Bukan masalah. Aku sudah terbiasa untuk menunggu dalam jangka
waktu yang lama. Benar kan?

1 komentar:

balmut mengatakan...

Tulisannya kurang dirapiin aja gan, biar lebih enak dibaca

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63

Posting Komentar

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap
tidak memberikan komentar spam. Jika ada
komentar spam dengan sangat terpaksa akan
saya hapus.
Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan
blog ini saya persilahkan komentar di halaman
link exchange.
Update link akan saya usahakan 2 minggu sekali
setiap hari sabtu / minggu.
Terimakasih atas perhatiannya.