Tampilkan postingan dengan label Cerita Karangan Bleach. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Karangan Bleach. Tampilkan semua postingan

Kenpachi Kiganju

Kenpachi Kiganju

Kenpachi Kiganjo adalah seorang Shinigami yang merupakan pemilik gelar Kenpachi kesepuluh, nama aslinya adalah Gosuke Kiganju. Ratusan tahun sebelum cerita dimulai, lelaki yang lahir pada tanggal 5 Oktober ini pernah menjabat sebagai Kapten Divisi 11, ia adalah pendahulu dari Kenpachi Zaraki.
Sama halnya dengan mantan-mantan Kapten Divisi 11 lainnya, Kiganju menjabat sebagai Kapten setelah berhasil membunuh Kapten Divisi 11 sebelumnya, yaitu Kenpachi kesembilan. Pada saat gilirannya tiba, laki-laki dengan tinggi badan 221 cm dan berat badan 316 kg ini dibunuh oleh Kenpachi Zaraki, Kenpachi ke sebelas di depan 200 Anggota Divisi 11
Baca Selengkapnya

The Devils Beside Me XII

Chapter 12 : Fall In Your Enchantment
"Maksudku, ini..." Ichigo menarik Rukia agar mendekat dan... HUP! Dengan satu gerakan saja, Rukia sudah ada dalam gendongannya.
"Haa...?" Ucapan Rukia terpotong karena tiba-tiba saja Ichigo bershunpo. Mereka bergerak ke atas, menembus dedaunan dan ranting cemara.
TAP! Ichigo menjejakkan kakinya di salah satu dahan yang kokoh, lalu 'meletkkan' Rukia di sana. Dia sendiri kemudian duduk di samping Rukia.
"Sembunyi di atas pohon?" Rukia menyapukan pandangan ke sekelilingnya, yang terlihat hanya dedunan. Mereka kelihatannya tidak akan tampak dari luar karena terhalang oleh daun yang rimbun. Tapi Rukia masih bisa mengintip keadaan di sekitar halaman belakang istana itu lewat celah-celah diantara daun dan ranting. "Kau ini seperti Tarzan saja..."
"Tar... Apa?" Ichigo memandang Rukia heran.
"Hah? Kau tidak tau?" Rukia menaikkan alisnya, "Ah iya aku lupa. Di sini kan tidak ada TV."
"Memangnya itu mahluk apa?" Ichigo kesal karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Rukia.
"Ah sudahlah... Tidak usah dibahas. Anggap saja aku tidak pernah bilang." Kata Rukia malas. Dia tau, menjelaskan soal 'Tarzan' pada mahluk berkepala oren yang berasal dari dunia lain tidak hanya akan menguras banyak waktu dan tenaga, tapi juga kesabaran, akal sehat, dan emosi.
Ichigo mendengus kesal, "Biarpun kelihatan aneh, tapi ini bukan ide yang buruk tau! Dulu waktu kecil aku sering bersembunyi di sini kalau sedang malas latihan. Dan tidak ada satu pun pengawal, guru, atau pun pelayan yang bisa menemukanku, termasuk Renji!" Ichigo bercerita dengan bangga, seolah-olah mengelabui sepupu babonnya adalah hal terbaik yang pernah dia lakukan.
"Kalau dikorelasikan dengan IQ Banana King itu, sudah jelas dia tidak akan bisa menebak dimana kau bersembunyi..." Cibir Rukia.
"Maksudmu?" Ichigo kesal, entah karena mereka membahas 'daya tangkap' keluarga dekatnya atau karena merasa pembicaraan ini mengarah pada 'yang bangga karena bisa membohongi idiot hanyalah idiot lainnya'.
"Ssstt!" Tiba-tiba saja Rukia membekap Ichigo. Mata violetnya terpicing, berusaha melihat menembus dedaunan dan kegelapan malam yang pekat di sekeliling mereka.
Ichigo menjauhkan tangan Rukia dari wajahnya, bukan karena marah, tapi lebih karena 'serangan jantung' yang melandanya saat tangan Rukia menyentuh wajahnya. Ichigo sangat beruntung karena malam dengan senang hati menyamarkan rona merah di pipinya.
"A... Apa sih?" Gagap Ichigo.
"Ssst! Itu! Lihat!" Rukia menunjuk ke bawah.
Mata Ichigo yang menyipit karena berusaha melihat objek yang jauh. Sesorang yang sedang berjalan menjauhi tempat itu. Tapi Ichigo tidak bisa melihatnya dengan jelas. Hanya haori putih yang terlihat kontras dengan pemandangan remang di sekitarnya.
"Siapa...?" Ichigo belum sempat menyelesaikan kalimatnnya, saat mendengar suara beberapa orang berseru sekaligus...
"Byakuya-sama!" Dari kejauhan terlihat tiga orang pengawal patroli berlari menghampiri Byakuya.
"Apa?" Pekik Ichigo tertahan. "Nii-sama...? Kenapa dia bisa ada di sini?"
"Menurutmu, dia tahu keberadaan kita?" Rukia menoleh ke arah Ichigo, mata mereka kini menyiratkan keheranan.
"Dia..." Sejenak Ichigo ragu untuk menjawab.
"Kalau dia pergi dari sini begitu saja, berarti dia tidak melihat kita kan?" Rukia berharap Ichigo akan mengatakan 'Ya', meskipun dia sangat yakin tidak akan mendapatkan jawaban itu dari pangeran di sisinya.
"Normalnya pasti seperti itu..." Ichigo juga merasa ragu dengan kalimatnya, tapi akhirnya diteruskannya juga. "Tapi ini Nii-sama. Dengan kemampuannya aku tidak yakin dia tidak bisa mengetahui keberaaan kita..."
Rukia memandang Ichigo dengan tatapan sudah-ku-duga. "Jadi maksudmu, Byakuya tahu kita bersembunyi tapi dia membiarkan kita begitu saja...?"
"Mungkin..." Ichigo memijit dagunya, "Tapi kenapa?" Yang ditanya hanya menaikkan bahu.
.
-FLASHBACK-
Seorang anak berambut oren jabrik duduk sambil memeluk kakinya di atas pohon cemara. Kerimbunan pohon tentunya dapat menyembunyikan anak itu dengan baik.
Dia masih saja duduk diam, meskipun tau bahwa di bawah sana beberapa orang pengawal dan pelayan meneriakkan namanya dan mencari di setiap sudut istana. Anak itu hanya tersenyum, senang karena tidak ada yang bisa menemukan tempat persembunyian yang selalu menjadi andalannya di saat-saat seperti ini.
Orang-orang yang melalukan pencarian pun perlahan pergi, mencoba mencari pangeran kecil di tempat lain. Anak itu menyeringai, lagi-lagi dia menang. Tapi seringainya menghilang ketika dua sosok yang sedikit lebih tinggi darinya memasuki area itu. Seorang anak berambut merah dan hitam. Si anak berambut merah meneriakkan namanya, "Ichigo! Cepat keluar bodoh! Kau sembunyi dimana?"
Anak berambut oren yang 'bertengger' di atas pohon hanya tersenyum geli, 'Mana ada orang sedang sembunyi yang akan menyahut kekita ditanya? Renji bodoh...' Batinnya.
Sementara anak berkepala merah itu terus celingak-celinguk dan berteriak-teriak, anak yang satu lagi hanya diam dan dan berjalan dengan tenang di sampingnya.
"Nii-sama," Panggil si kepala merah, "Kelihatannya dia tidak ada di sini. Ayo cari di tempat lain!" Dan dia pun berlari menjauhi tempat itu, meninggalkan Nii-samanya yang berbalik dan berjalan pelan.
"Nii-sama! Ayo cepat!" Teriak si kepala merah sebelum dia mengghilang ke dalam istana.
Yang dipanggil 'Nii-sama' pun berhenti sejenak, kemudian dengan cepat menghilang, bershunpo entah kemana.
Anak oren di atas pohon memperlebar senyum kemenangannya. "Ck! Bahkan Renji dan Nii-sama pun bisa ku kelabui... Hehehe"
"Oh... Kau pikir begitu?" Sebuah suara di belakang kepalanya membuat anak oren itu berhenti tertawa, dan menoleh dengan cepat.
"Byakuya Nii-sama?" Jeritnya.
"Jangan buat aku tuli, Ichigo." Byakuya kecil berdiri di depan Ichigo yang masih memeluk kakinya dengan mulut ternganga.
"Dan jangan pasang wajah bodoh begitu!" Byakuya mendelik kesal.
"Kenapa...? Kenapa...?"
"Aku tidak bodoh, jeruk!" Byakuya melipat tangannya di dada.
Ichigo hanya manyun melihat tampang cool kakaknya. "Aku tidak mau turun!" Ichigo semakin mengeratkan pelukan pada lututnya.
"Kenapa?"
"Buat apa latihan dan belajar segala macam hal tidak berguna itu? Toh aku tidak akan jadi apa-apa nantinya! Ayahmu selalu bilang kalau kau yang paling pantas jadi raja! Kau memang yang paling kuat, paling pintar dan paling hebat! Jadi untuk apa lagi aku belajar dan berlatih? Buang-buang waktu saja..." Ichigo berteriak penuh emosi.
Byakuya kecil hanya memandang adik sepupunya dalam diam. Kehilangan orang tua saat masih bayi memang membuatnya haus akan perhatian yang selama ini jarang dia dapatkan, kecuali dari kakeknya, sang Raja Setan, dan kedua sepupu kecilnya. Byakuya merasa wajar jika Ichigo cemburu padanya yang masih memiliki orangtua.
"Aku memang hebat..." Akhirnya Byakuya angkat bicara, "Untuk itulah kau dan Renji harus berlatih supaya bisa mengimbangiku..."
Ichigo memandang kakaknya dengan tatapan terkejut. Sebenarnya bukan itu maksudnya. Dia tidak keberatan kalau pamannya ata pun semua bangsawan menyanjung-nyanjung kehebatan Byakuya. Toh dia memang benar-benar pantas atas semua pujian itu."Aku ingin seperti anak-anak lain." Suara Ichigo melunak, "Aku ingin bisa bermain setiap hari, seperti sering yang kita lakukan dulu. Aku ingin lebih banyak waktu bersama Yama-jii. Aku ingin... Sedikit diperhatikan..." Ichigo mengerucutkan bibirnya, pertanda malu akan kalimat terakhir yang diucapkannya.
Byakuya memiringkan kepalanya sedikit saat mendengarkan penjelasan Ichigo yang ternyata sangat kekanakan. "Dasar anak kecil..." Cibir Byakuya, "Kau masih bisa bermain bersamaku dan Renji seperti dulu kan..."
"Tapi para guru terus memberikan pelajaran dan latihan! Mereka bahkan tidak membiarkanku tidur siang!" Keluh Ichigo dengan manja.
"Aku rasa kau tidak terlalu bodoh untuk menyusup keluar istana malam-malam..." Byakuya sengaja menggantungkan kalimatnya dan membuat Ichigo sekali lagi memasang wajah terpana.
"Kenapa wajahmu begitu?" Byakuya mendelik menatap adiknya, "Kau kelihatan idiot!"
"Byakuya Nii-sama..." Ichigo masih melongo.
"Apa?"
"Kau jenius!" Wajah bodoh Ichigo perlahan berubah sumringah.
"Hn..." Byakuya hanya menanggapi antusiasme Ichigo dengan datar. "Kembali ke gurumu sana!" Perintahnya.
"Baik, Byakuya Nii-sama!" Ichigo melompat berdiri, "Jangan lupa nanti malam! Aku dan Renji akan menjemputmu!" Lanjut Ichigo dengan berbisik.
"Hn..." Byakuya melanjutkan dengan tidak sabaran, "Pergi sana." Usirnya.
"Jaa nee!" Ichigo bershunpo dengan semangat membara.
"Merepotkan..." Byakuya menghela nafas dan menghilang dari tempat itu.
-END OF FLASHBACK-
.
"Jadi begitulah..." Ichigo menyudahi ceritanya.
"Krrrr..."
"Eh?" Ichigo yang heran dengan tanggapan Rukia, memutuskan untuk menoleh ke arah lawan bicaranya. "K-kau...?" Darah Ichigo tersana naik ke ubun-ubun. Daritadi dia sibuk berceloteh, sedangkan Rukia juga sibuk sendiri. Sibuk tidur.
"Dasar midget menyebalkan!" Maki Ichigo, "Sudah susah payah aku bercerita, dia malah tidur? Mau ditaruh dimana harga diriku sebagai pangeran?"
Namun jawaban Rukia tetap sama, "Krrrr..." Posisi duduk dan punggung bersandar di batang pohon membuatnya tidur dengan kepala tertunduk. Dan sepertinya posisi itu menghalangi jalan nafasnya sehingga Rukia mendengkur halus.
"Hei..." Ichigo menepiskan poni Rukia yang tergerai menutupi wajahnya. Tapi angin yang nakal malah menerbangkan rambut Rukia dan membuatnya berantakan.
"Ck..." Decak Ichigo kesal, sambil merapikan rambut hitam gadis itu. Setiap Ichigo menyisir helai demi helai rambutnya, sensasi kelembutan menjalar di sela jarinya. Membuatnya terhanyut dan semakin ingin melakukannya, lagi dan lagi...
"Krrrr..." Dengkuran halus Rukia mengejutkan Ichigo dan menghentikan gerakan tangannya. Ichigo mendekatkan telinganya ke wajah Rukia, berusaha mendengar lebih jelas, "Krrr..." Rukia mendengkur pelan.
"Sejak kapan kau ngorok?" Ichigo tersenyum geli. "Sini aku betulkan..." Ichigo menyentuh lembut kedua pipi Rukia dengan tangannya, "Lehermu bisa sakit kalau begini terus, bodoh..." Lalu menyandarkan kepala Rukia ke batang pohon. "Nah, begini lebih baik..."
Tapi... Pluk, kepala Rukia jatuh tertunduk lagi. "Hei!" Alis Ichigo terangkat sedikit. Dia menyandarkan kepala Rukia di batang pohon lagi. Namun lagi-lagi, saat Ichigo melepaskan tangannya dari pipi Rukia, kepala gadis itu jatuh terkulai.
"Kau merepotkan sekali!" Ichigo tersenyum, dia tidak tega mengomel jika melihat wajah tidur Rukia yang sangat innocent. Setan itu menyandarkan kepala Rukia di pohon lagi, tapi kali ini dia tidak melepaskan tangannya, takut kalau kepala gadis itu akan terkulai lagi.
'Kalau saja kau sependiam ini setiap hari...' Pikir Ichigo sambil memandangi wajah gadis di hadapannya, 'Pasti aku bisa mati kesal. Hehe...' Ichigo mendekatkan wajahnya, "Tapi kau tetap cantik biarpun sedang ngorok... Eh? Apa yang kupikirkan? Bodoh!' Pipi Ichigo mulai menunjukan rona merah.
Entah kenapa wajah tidur gadis di depannya seperti mengandung magnet yang begitu kuat menariknya hingga tidak bisa mengalihkan matanya. 'Ehm!' Ichigo berusaha menyadarkan dirinya, 'Pakai akal sehatmu Ichigo!' Tapi ternyata ketertarikannya lebih kuat daripada akal sehatnya. Perlahan Ichigo mendekatkan wajahnya pada Rukia...
5 cm... Ichigo merasakan wajahnya terbakar.
4 cm... Ichigo sudah bisa merasakan hembusan nafas Rukia di wajahnya.
3 cm... Ichigo merasakan tangannya yang berada di pipi Rukia bergetar nervous.
2,5 cm... Rukia tiba-tiba membuka mata. Ichigo yang kaget luar biasa, seketika membatu, tidak bisa menggerakkan tubuhnya satu mili pun. Dia merasa jantungnya sudah melompat dari rongga dadanya.
"KYAAA..." Rukia berteriak histeris. Ichigo langsung melepaskan tangannya dari pipi Rukia.
"Te... Tenang Rukia..." Seru Ichigo gelagapan.
"AAAAA..." Rukia tetap histeris.
"Maksudku bukan begitu..." Ichigo berpikir keras mencari alasan.
"AAAAA..." Rukia mengacungkan telunjuknya pada Ichigo.
"Ruki...?"
"ULAARRRR...!"
"Haaahh...?" Ichigo spontan berbalik dan... Melihat moncong ular menedis tepat di depan hidungnya... "Hwaaa..!" Masih dalam posisi duduk, Ichigo bergerak mundur, berusaha sedikit memperpanjang jarak antara wajahnya dengan moncong si ular, tapi naas... Tanggan kanannya yang menopang sebagian bobot tubuhnya tergelincir. Tubuh Ichigo oleng dan meluncur jatuh dari dahan pohon yang dia dan Rukia duduki.
"Ichi...!" Rukia mengulurkan tangan, berusaha meraih lengan Ichigo. Grep! Gadis itu berhasil meraih pergelangan tangan Ichigo. Namun, berat badan Ichigo yang nyaris dua kali lipat Rukia, ditambah dengan hukum gravitasi, menyebabkan Rukia ikut tertarik ke bawah dan meluncur jatuh...
"AAAAA..." Rukia menutup mata, tidak siap menghadapi kenyataan bahwa dari semua bagian tubuh, wajahnyalah yang akan menghantam tanah terlebih dulu.
GUBRAK!
Rukia merasakan hempasan yang keras di perut dan dagunya. Anehnya, meskipun terhempas keras ke tanah Rukia tidak merasa sakit. Dia tidak pernah menyangka, tanah dunia setan tidak sekeras di dunia manusia, dan... Tanah itu berdenyut!
Perlahan Rukia membuka mata, yang terlihat hanyalah warna hitam. Namun, tidak terasa kasar seperti permukaan tanah pada umumnya, permukaan hitam itu terasa halus... Seperti kain! Rukia menangkat dagunya, dan matanya membulat sempurna melihat apa yang terhampar di bawahnya bukanlah kerikil atau rumput. Tapi kimono. Kimono yang masih melekat di tubuh Ichigo. Ichigo yang terbaring dan merintih kesakitan di bawah tubuhnya.
"Ichigo...?" Pekik Rukia tertahan. Dia bisa mendengar dan merasakan jantung Ichigo yang berdegup kencang, berpacu dengan detak jantungnya sendiri.
"Rukia, kau tidak apa-apa?" Tanya Ichigo yang masih meringis kesakitan. Tangan kanannya masih melingkar di pinggang Rukia, sedangkan tangan kirinya kini mengusap-usap bokongnya, karena tadi bagian itulah yang pertama kali melakukan pendaratan darurat. "Oi..." Panggilnya sekali lagi karena ternyata gadis kecil di atasnya tidak merespon, "Ruki...?" Panggilan Ichigo terputus saat dia melihat Rukia diam tak bergerak. "Hei...?" Panggilnya pelan seraya menggerakkan tangan kanannya ke dagu Rukia dan menengadahkan wajah porselennya.
Wajah shock Rukia terlihat memerah. "Kau tidak apa-apa?" Jelas terdengar kekhawatiran dalam suara Ichigo.
"Ah... Ti-tidak..." Rukia buru-buru berusaha bangun, tapi sepasang tangan kokoh menahan gerakannya.
"Kau yakin...?" Ichigo mencegkram kedua lengan Rukia, memastikan tubuh gadis itu tetap lekat dengannya sehingga Ichigo bisa menatapya lebih dekat.
"Aku tidak apa-apa, Ichigo." Ujar Rukia tenang. Dia mulai bisa mengendalikan dirinya sekarang.
"Baguslah..." Ichigo tersenyum. Entah kenapa, senyum itu terlihat sangat tulus di mata Rukia. Membuatnya merasanya nyaman...
"EHM..." Sebuah suara merusak suasana.
"Eh?" Seru Ichigo dan Rukia bersamaan seraya menoleh ke sumber suara. Ternyata, selusin pasukan sudah mengelilingi mereka, entah berapa lama menonton 'adegan' tadi.
Sesosok setan berambut ungu panjang tiba-tiba merangsek maju diantara para pasukan itu, "Apa yang kau lakukan pada Ichigo-sama..?"
"Ah maaf!" Wajah Rukia semakin merah saat menyadari mereka telah menjadi tontonan gratis. Dia segera bangun dari atas tubuh Ichigo.
Ichigo yang tidak kalah terkejut juga cepat-cepat berdiri. "Ehm..." Dia memalingkan wajahnya yang panas.
"Ichigo-sama...! Apa yang anda lakukan malam-malam begini berduaan dengan seorang gadis yang tak dikenal?" Setan itu berkata, lebih tepatnya berteriak-teriak dengan ekspresi genit sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Membuat ramput panjang ungunya mengibas kesana-kemari.
"Bu... Bukan seperti yang kalian pikirkan!" Sela Rukia cepat, rupanya dia jengah karena para pasukan itu menatap mereka dengan tatapan –kalian-mesum-.
"Lalu?" Si rambut ungu mulai berlinang air mata, "Kenapa Ichigo-sama bermesraan denganmu? Kau itu siapa ?" Dia menunjuk Rukia dengan tatapan kesal. "Selama ini Ichigo-sama kan tidak punya kekasih! Padahal aku kira aku masih punya kesempatan... Huaa... !" Dia meraung-raung sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"HAAH... ?" Pekik Rukia, dia sama sekali tidak menyangka kalau kata-kata itu yang akan keluar dari mulut si rambut ungu.
Seorang pelayan berlari kecil menghampiri Unohana Retsu yang berdiri mematung di pintu ruang makan.
"Unohana-san..." Panggil pelayan itu.
"Ya?" Unohana menoleh seraya berjalan dengan cepat menghampiri pelayan itu. Dia tidak ingin apa yang terjadi di ruang makan itu didengar ole pelayan, karena hal itu bisa menjadi pergunjingan yang tidak menguntungkan bagi keluarga raja, apalagi dalam masa krisis seperti saat ini. "Ada apa?" Tanyanya begitu berhadapan dengan si pelayan.
"Kamar Rukia-sama sudah siap, Unohana-san." Kata pelayan sambil membungkukkan badannya.
"Bagus. Tolong siapkan juga untuk Ichigo-sama."
"Tapi..." Si pelayan menengadahkan wajahnya dengan ragu, "Kamar Ichigo-sama kan ada di sayap timur istana ini..."
"Malam ini Ichigo-sama akan tidur di sini." Kata Unohana dengan tegas, "Jadi, persiapkan semuanya sekarang." Dia tersenyum, senyum yang sangat mematikan hingga tidak ada satu mahluk pun di istana yang berani membantah 'pesona'-nya.
'Ba... Baik..." Pelayan itu membungkukkan badan lalu segera kabur dari tempat itu.
Unohana memandang sekilas pintu ruang makan tempatnya berdiri tadi, rautnya menyiratkan kekhawatiran yang amat sangat. "Kenapa harus seperti ini?" Ujarnya lirih, "Semoga mereka bisa mengatasinya dengan baik..." Dia pun beranjak untuk memeriksa persiapan kamar.
Baca Selengkapnya

The Devils Beside Me XI

Chapter 11 : Be Ware!
"Kenapa kau ada di sini?"
Rukia memutar kepala, menoleh pada sumber suara. "Kau...?" Namun tenggorokannya terasa tercekik. 'Tampan sekali...' Lanjut Rukia dalam hati, karena mulutnya menolak perintah otak untuk mengeluarkan suara. Rukia hanya bisa megap-megap sambil memandangi laki-laki di hadapannya. Laki-laki berambut hitam sebahu itu tampak begitu mempesona dengan kimono hitam dan haori putih bermotif kelopak sakura hitam pula.*)
"Aku tidak akan mengulang pertanyaanku..." Kata laki-laki itu dingin.
"..." Rukia masih menganga terpesona. 'Ya ampun... Ada juga yang seperti ini...'
"Kau bodoh atau tuli?" Kata-kata laki-laki tampan itu terasa telak menancap di ubun-ubun Rukia.
"Ka... Kau..." Rukia berusaha menyadarkan dirinya dari pesona yang ditebar laki-laki itu. Saat itu lah, indera keenamnya mulai bekerja normal dan menangkap 'keganjilan', yang tidak bisa dipahami Rukia.
"Terserah aku mau ada di mana. Itu bukan urusanmu!" Rukia menyadari kalimat yang tiba-tiba saja meluncur dari mulutnya pasti terdengar aneh, mengingat dia baru saja menunjukkan wajah terpesona-nya pada laki-laki itu.
"Urusanku karena ini wilayahku." Sahut laki-laki itu dengan iritnya.
"Baiklah! Kalau begitu, aku mau pulang ke kastilku saja! Puas?" Rukia langsung berbalik. 'Lama-lama bersama laki-laki ini bisa membuatku sesak nafas, bukan cuma karena karismanya yang luar biasa atau aura dinginnya! Tapi juga... Hei! Benar! Aku kenal reiatsu ini...' Rukia menghentikan langkah pertamanya untuk meninggalkan laki-laki itu. Bingung antara keinginan menoleh atau cepat-cepat kabur.
"Kastil?" Ulang laki-laki itu. "Jangan membuatku tertawa."
'Ini dia... Reiatsu ini...' Rukia sibuk berpikir. 'Mirip dengan reiatsu di kamar Yamamoto-sama...' Mata Rukia membulat, semakin ragu untuk menoleh ke belakangnya, ke arah laki-laki yang semenit tadi membuatnya terpesona.
"Kau pikir aku tidak tau siapa kau..." Laki-laki itu menggantung kalimat tanyanya, yang membuat Rukia makin terbelalak.
'Ini...' Pikir Rukia, 'Ini pasti DIA!'
"...Manusia?" Lanjutnya dengan nada melecehkan.
"Ap... Apa maksudmu?" Rukia memberanikan diri menatap mata abu-abu sosok itu.
"Jangan main-main denganku, manusia."
"Aku tidak... Aku tidak mengerti!" Rukia pesimis kebohongannya ini dapat meyakinkan laki-laki itu. Tapi dia merasa tidak pantas menyerah dan membuka kedoknya begitu saja di hadapan setan tampan ini.
"Kau bisa saja memanipulasi reiatsumu untuk mengelabui semua setan di sini." Laki-laki itu melangkah mendekati Rukia, "Tapi aku? Tidak akan bisa kau bohongi." Dia meletakkan tangannya di leher Rukia.
"Mau apa kau?" Rukia menggenggam pergelangan jari-jari kokoh yang melingkar di lehernya. "Lepaskan!"
"Tidak seharusnya kau berada di sini..."
"Lep..." Ucapan Rukia terputus, dia merasakan satu reiatsu yang dia kenal mendekat ke arah mereka. Rukia menoleh ke belakang. Samar terdengar suara derap langkah, namun siapa yang datang tidak terlihat karena terhalang oleh tembok koridor. "Ichi..." Bisiknya seraya dengan tergesa menepis tangan laki-laki itu.
"Ichimaru..." Laki-laki itu melanjutkan ucapan Rukia yang terputus.
Sementara Rukia blingsatan mencari tempat bersembunyi. Mengacak-acak rambutnya tanda panik, tanpa memperhatikan setan yang mau mencekiknya tadi. "Ah!" Pekiknya tertahan, lalu tanpa pikir panjang melompat ke semak berbunga di belakang setan tampan itu, tepat sesaat Ichimaru Gin menunjukkan batang hidungnya.
Sementara itu di dalam semak...
'Aduh bodoh!' Rukia memaki dirinya sendiri.. 'Kenapa aku malah sembunyi di sini sih?'
Rukia hendak melompat ke luar dari semak ketika melihat dari celah dedaunan, Ichimaru keluar dari bangunan istana dan memasuki taman. Rukia mengurungkan niatnya untuk kabur dan lebih memilih menyembunyikan reiatsunya. Semak itu cukup rimbun, sehingga bila manusia seukuran Rukia jongkok di dalamnya, maka tidak akan kelihatan dari luar.
"Byakuya-sama!" Rukia mendengar suara Ichimaru dari kejauhan.
'Ternyata setan itu benar-benar Nii-sama'nya Ichigo dan Renji... Tapi kok tidak mirip?' Rukia tenggelam dalam pikirannya, tapi tetap siaga satu, pasang mata dan telinga.
Gin mendekati Byakuya yang masih saja tidak merubah posisi maupun ekspresinya. Aura dingin Byakuya jelas memancar, tapi ternyata tidak bisa membekukan senyum rubah Gin yang semakin mengembang.
"Selamat siang, Byakuya-sama..." Sapa Gin dengan amat sangat terlalu bersahabat.
"Apa maumu?" Tanggapan dingin Byakuya membuat sweatdrop mahluk dalam semak, tapi tidak Gin. Kelihatan sekali bahwa dia kebal menghadapi badai salju macam Byakuya.
"Wah... Wah... kenapa kau begitu dingin?" Gin menyeringai kecil.
"Jangan basa-basi denganku." Kata Byakuya dengan ekspresi kau-mau-mati-cepat-ya-?-.
"Baiklah, Yang Mulia... Kenapa pangeran seperti anda bisa ada di tempat seperti ini sementara rapat dewan istana berlangsung?" Tanya Gin to the point sambil tetap mempertahankan senyum indahnya.
"Jalan-jalan." Jawab Byakuya singkat.
'Ya ampun... Mahluk itu irit banget sih! Kata-katanya limited edition!' Pekik Rukia dalam hati.
"Benarkah?" Mata Gin sedikit membuka, memperkuat kesan rubah di wajahnya. "Bersama siapa?"
"Menurutmu?"
"Entahlah... Tidak ada setan lain di sini..." Gin memandang sekitarnya.
"Tepat." Ucap Byakuya tajam. "Sekarang kau boleh pergi." Kata-katanya lebih terdengar seperti ultimatum daripada permintaan.
"Hmm... Baiklah..." Gin melangkah tenang melewati Byakuya. Namun, tiba-tiba terhenti tepat dua langkah di belakang punggung Byakuya. "Aku ke sini karena dari jauh mendengarmu bercakap dengan seseorang." Lanjutnya, "Siapa dan dimana dia?"
"Tidak ada untungnya bagiku menjawab pertanyaanmu." Sahut Byakuya ketus.
"Begitu?" Gin melirik Byakuka sepintas. "Apa dia begitu penting hingga kau menyembunyikannya dariku?"
"Aku tidak pernah mengganggapmu begitu penting hingga aku harus menanggapi semua omong kosongmu." Kalimat panjang Byakuya rupanya berefek.
"Cih..." Cibir Gin sebelum dia pergi dari tempat itu.
Setelah reiatsu Gin menghilang perlahan, Rukia muncul dari kerimbunan semak-semak. Byakuya masih berdiri di sana, memandang kolam dengan tatapan aneh.
"Kembalilah ke duniamu." Suruh Byakuya tanpa menoleh sedikit pun.
Rukia tau Byakuya bicara padanya, tapi dia lebih memilih tidak menjawad dan berjalan perlahan mendekati Byakuya, sambil membersihkan dedaunan dan ranting di atas kepalanya. "Te... Terimakasih!" Ucap Rukia sambil agak membungkuk.
"Untuk?"
"Menyelamatkanku..."
"Aku tidak melakukannya."
"Tapi kau tadi kan tidak mengatakan persembunyianku pada Ichimaru..." Kata Rukia polos.
"Aku hanya tidak suka urusanku dicampuri." Potong Byakuya.
"Terserah! Tapi aku tetap berterimakasih!" Kata Rukia seraya tersenyum.
Byakuya membalikkan badannya. Lalu berjalan perlahan meninggalkan Rukia, "Kali ini mungkin aku menyelamatkanmu." Byakuya semakin menjauh, namun Rukia masih bisa mendengarnya berkata, "Tapi bukan berarti lain kali aku tidak akan membunuhmu."
"Aku kenal mata itu, Byakuya. Kau tidak bisa menipuku..." Bisik Rukia pada punggung sang pangeran yang perlahan menghilang di dalam istana.
"Rukia...!" Rukia mendengar teriakan dari belakang tubuhnya. Reiatsunya, suaranya... Sudah sangat familiar...
Rukia berbalik dan bersiap-siap mengomel, "Ichigo!" Pekiknya, "Orang suruhanmu itu telah membuatku nyasar tau!"
Bukannya menanggapi Rukia, Ichigo malah bertanya, "Itu tadi, Nii-sama kan? Aku merasakan reiatsunya, makanya buru-buru ke sini!"
"Iya. Itu Byakuya-sama..." Rukia memandang ke arah Byakuya menghilang tadi.
"Kau tidak apa-apa? Dia tidak melakukan apa-apa padamu kan?" Ichigo memberondong Rukia dengan pertanyaan.
"Tidak." Rukia tersenyum.
"Syukurlah!" Ichigo menepuk-nepuk kepala Rukia, "Tadinya ku pikir kau kenapa-napa..."
"Mana Renji?"
"Dia masih di ruang dewan istana. Aku kabur karena khawatir padamu, habis Hanataro itu ceroboh sekali..." Ichigo menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalian sama bodohnya!" Omel Rukia yang berusaha menahan senyum malunya.
"A... Ayo pergi dari sini!" Ichigo berjalan mendahului Rukia, menyembunyikan pipinya yang kemerahan.
"Ichigo!" Rukia berlari-lari kecil berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Ichigo.
"Hm...?"
"Aku pikir..." Rukia ragu menyelesaikan kalimatnya.
"Apa?" Ichigo menghentikan langkahnya, mencurahkan perhatian penuh pada apa yang akan didengarnya dari mulut Rukia.
"Aku pikir... Ehmmm... Mungkin Byakuya tidak jahat..."
"Haah...?" Ichigo terperangah.
"Jadi Retsu-san, tolong siapkan kamar untuk Kuchiki-san ini..." Renji memperkenalkan Rukia pada kepala pelayan istana, Unohana Retsu.
"Baik, Renji-sama. Saya akan mempersiapkan satu kamar tamu untuk Kuchiki-sama." Unohana Retsumembungkuk sedikit lalu melangkah pergi.
"Oi... Ichigo?" Rukia melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Ichigo, meski dengan sedikit berjinjit. "Ichigoooo...?"
"Ah...!" Ichigo tampaknya baru sadar dari lamunannya. Dia celingak-celiguk seperti mencari-cari sesuatu. Matanya berhenti pada punggung Unohana Retsu yang ketika itu membelok di koridor. "Retsu-san!" Panggil Ichigo sambil berlari mengejarnya.
"Mau apa dia?" Tanya Rukia pada Renji, saat Ichigo telah menghilang di belokan koridor.
"Entahlah..." Renji mengangkat bahu. Renji berjalan ke arah meja. Ruang makan itu sangat megah, dengan meja persegi panjang di tengah ruangan dan masing-masing 10 buah kursi di sisi kanan dan kirinya serta masing-masing satu kursi di tiap ujungnya. Renji menarik kursi terdekat dan menghempaskan dirinya di sana. "Duduklah dulu... Katanya tadi kau habis nyasar ya?" Renji nyengir kuda sambil menarikkan satu kursi untuk Rukia.
"Habis... Hanataro itu meninggalkanku begitu saja..." Rutuk Rukia seraya duduk di sebelah Renji. "Oh iya... Apakah Unohana-san itu juga orang kepercayaan kalian?"
"Tentu! Dia yang merawat kami bertiga dari kecil!" Jawab Renji sambil tersenyum.
"Bertiga...?" Ulang Rukia ragu.
"Iya... bertiga dengan Byakuya Nii-sama... Orang tua kami meninggal dalam pertempuran saat kami masih kecil." Lanjut Renji dingin.
"Ma... Maaf..." Rukia hanya menggigit bibir. Dia selalu merasa sesak setiap mengingat orang tuanya yang telah meninggalkannya selama satu tahun. Rukia bisa memahami perasaan Renji yang telah lebih dari seratus tahun kehilangan orang tua.
Sesaat setalah obrolan 'tidak mengenakkan' antara Renji dan Rukia. Ichigo, Renji dan Rukia sudah berkumpul lagi di ruangan itu untuk makan malam. Mereka makan dalam diam, selain untuk menjaga tata krama seorang bangsawan, tapi lebih karena mereka larut dalam pikiran masing-masing...
"Anda mau menambah puding pisang saus stroberi, Renji-sama?" Tanya seorang pelayan yang sukses memecah keheningan di ruangan besar itu.
"Tidak..." Jawab Renji setengah sadar. Karena kalau dalam keadaan sadar sepenuhnya, dia pasti menghabiskan segala makanan berbahan dasar pisang.
"Kuchiki-sama..." Panggil salah satu pelayan.
"Tidak..." Ucap Rukia pelan.
"Ah... Kuchiki-sama...?" Pelayan lain ikut-ikutan memanggil.
"Dia kan sudah bil..." Ichigo tercekat. Ekspresi horor memenuhi wajahnya saat melihat bayangan yang terpantul di jendela di seberang tempat duduknya. Seseorang sedang melangkah masuk, dan itu berarti orang itu berjalan di belakang mereka. Spontan saja Ichigo melompat berdiri, menarik –tepatnya menyeret—Rukia pergi dari situ.
"Ichi..." Pekik Rukia kesakitan. "Hmmp!" Tangan Ichigo yang bebas langsung saja membekapnya.
"Oi..." Renji kebingungan melihat adegan 'penculikan' di depannya.
"Sttt..." Bisik Ichigo sambil berusaha memberi kode dengan kedipan-kedipan mata.
"Haaaahh...?" Renji hanya melongo tidak berdaya menerjemahkan kode tidak bermutu yang diberikan Ichigo. "Apa sih...?" Renji berdiri bermaksud menghampiri Ichigo dan Rukia yang sudah menghilang ke arah dapur, tapi langkahnya terhenti karena mendengar suara langkah lain di belakangnya...
"..." Renji terlalu terkejut untuk bersuara.
Sementara Ichigo membawa Rukia bersembunyi di belakang lemari perabotan.
"Sstt!" Bisik Ichigo sebelum Rukia bisa protes.
"Ada apa sih?" Bisik Rukia dengan galak. Dia lalu menyembulkan kepalanya di sisi lemari, mencoba mengintip siapa yang datang dan mengganggu ketenangan makannya. "Itu siapa?" Rukia melihat seorang kakek-kakek berambut uban sebahu, mengenakan kimono hitam dan haori putih juga.
"Itu... Itu kepala keluarga Klan Kuchiki... Ginrei Kuchiki..." Bisik Ichigo.
"Hua..mmmphh!" Ichigo sukses membekap Rukia lagi sebelum dia menjerit untuk kedua kalinya.
"Kau bisa diam tidak?" Sembur Ichigo, tapi tetap berbisik.
"He'em.." Rukia mengangguk, lalu Ichigo melepaskan bekapannya. "Maaf... aku kaget sekali..." Rukia menangkupkan kedua tangan di depan hidungnya, tanda minta maaf pada Ichigo. "Jadi dia Kuchiki yang asli?"
"Ssstt... Dengar..." Ichigo ikut-ikutan menyembulkan kepalanya di sisi lemari.
"Renji-sama..." Suara Ginrei Kuchiki menggema di ruang makan.
"Ha... Hai..." Gagap Renji.
"Mengganggu makan malammu?" Lanjut Ginrei sambil memperhatikan meja.
"Tidak... Kami sudah selesai, Ginrei-sama." Renji berusaha menenangkan diri.
"Dimana Ichigo-sama? Tadi ku lihat dia ada di sini..."
"Aahh... itu... Dia..." Renji kebingungan mencari alasan, "Sebenarnya, dia sedang mengalami gangguan pencernaan... Hehehe..." Renji tertawa garing.
"Sialan..." Desis Ichigo dari balik lemari.
"Tadi ku lihat ada seorang lagi..." Ginrei sama sekali tidak menggubris kegaringan sang pangeran babon.
"Oh.. itu... Itu teman kami... Dia mengantar Ichigo ke toilet karena khawatir terjadi apa-apa padanya... Yah, anda tau sendiri Ichigo itu bodoh sekali..." Renji memamerkan cengiran gaje-nya. "Sebenarnya, Kuchiki-sama ada perlu apa hingga menyempatkan diri mengunjungi kami? Apa ada sesuatu yang sangat penting"
"Ehm..." Sebuah suara berdehem lembut menghentikan aktifitas Ichigo dan Rukia yang sedang menguping.
"Unohana-san..." Rukia tersenyum dengan salah tingkah, sambil menyikut Ichigo yang masih asik menyimak saudara babonnya di seberang ruangan. Namun, rupanya Ichigo lebih memperhatikan percakapan itu daripada sikutan-sikutan Rukia di punggungnya. Karena kesal, refleks Rukia menjulurkan tangan dan menarik salah satu telinga Ichigo yang bisa diraihnya.
"Auww... Apa-apaan..." Ichigo langsung kaku begitu melihat wanita di depannya. "Retsu-san?"
"Sedang apa anda berdua di sini?" Unohana Retsu tersenyum geli melihat tingkah mereka berdua.
"Aaa..." Ichigo kelihatan bingung mencari ide.
"Maaf Unohana-san, bukan bermaksud tidak sopan, tapi kami harus pergi..." Rukia tersenyum sambil menarik lengan Ichigo.
"Ah iya benar!" Sambung Ichigo dengan muka blo'on, "Permisi..." Lalu dia menarik Rukia pergi.
"Anak-anak yang aneh..." Unohana Tersenyum simpul. Tepat saat ia melangkah ke ruang makan, Ginrei Kuchiki sedang mengatakan sesuatu yang membuat seluruh mahluk di ruangan itu membeku...
"Ichigo!" Rukia menghentikan langkah Ichigo dengan nafas tersengal-sengal. Mereka sudah berlari menjauhi ruang makan, bahkan sudah ke luar istana.
"Bertahanlah sedikit lagi... Hosh.. hosh..." Jawab Ichigo sambil ngos-ngosan. "Lihat itu! Ada pasukan patroli!" Ichigo menarik tangan Rukia lagi, mengajaknya lari. Tapi ternyata yang ditarik malah tak bergeming.
"Ini dimana, Ichigo?"
"Eh... Dimana ya?" Ichigo memandang berkeliling sambil menggaruk kepala. Kebiasaannya kalau sedang bingung. "Aww!" Rupanya Rukia yang kesal sukses mendaratkan injakan maut di kaki Ichigo.
"Masa kau tidak tau? Ini kan rumahmu! Lagipula, kau mengajakku kabur tanpa tujuan yang jelas ya?" Omel Rukia kesal, karena kecapaian berlari tapi ternyata malah 'nyasar' di tempat yang entah dimana.
"Tujuanku sudah jelas kan? Kabur dari Kuchiki asli!" Ichigo ikutan sewot.
"Maksudku itu tujuan mau kemana!"
"Hmm... Kalau itu, biar ku pikirkan dulu..." Ichigo memijit-mijit dagunya.
Rukia hanya bisa menahan kesal, mengalihkan matanya dari Ichigo dan memandang sekitarnya. Di kegelapan, yang bisa ia lihat hanya pepohonan tinggi dan rimbun serta beberapa semak dan tanaman bunga.
"Aku rasa ini di halaman belakang istana..." Kata Ichigo. "Ah iya! Ke sini saja!" Ichigo menarik lengan Rukia lagi. Kali ini yang ditarik hanya pasrah saja saking kesalnya.
Setelah berlarian beberapa menit, mereka berhenti di bawah sebuah pohon cemara besar...
"Dulu, ini adalah tempat rahasiaku. Tidak pernah ada yang bisa menemukan aku kalau sembunyi di sini..." Kenang Ichigo sambil tersenyum
"Jangan bilang kita sembunyi di sana!" Rukia menunjuk rumpun semak di bawah pohon cemara.
"Aku tidak pernah terpikir ide sebodoh itu!" Kata-kata Ichigo membuat alis Rukia berkedut, mengingat baru beberapa jam yang lalu dia melakukan 'ide bodoh' itu untuk bersembunyi dari Gin.
"Jadi apa?" Tanya Rukia dengan manyun.
"Sini..." Ichigo mengulurkan tangannya. Dengan ragu Rukia meletakkan tangan mungilnya di atas jari-jari Ichigo. "Bukan begitu!" Ichigo menunjukkan seringai gelinya melihat tangan Rukia dalam genggamannya.
"Lalu?" Rukia menghempaskan tangan Ichigo dengan kesal, wajahnya panas, dia merasa Ichigo sedang menggodanya.
"Maksudku, ini..." Ichigo menarik Rukia agar mendekat dan... HUP! Dengan satu gerakan saja, Rukia sudah ada dalam gendongannya.
"Haa...?" Ucapan Rukia terpotong karena tiba-tiba saja Ichigo bershunpo...
Tanpa mereka sadari, seseorang mengamati semua yang mereka lakukan di bawah pohon itu...
"Cih..." Cibir sosok itu, "Aku selalu bisa menemukanmu..." Dia berbalik dan melenggang pergi. Haori bermotif sakura yang dikenakannya berkibar tertiup angin...
Baca Selengkapnya

The Devils Beside Me X

Chapter 10 : The Darkness
Sosok tinggi besar itu mengerjap-ngerjap, seketika mukanya pucat... "Kuchiki Rukia?"
"Jangan membuatku mengulangnya lagi." Kata Ichigo yang entah mendapatkan suntikan wibawa dari mana.
"Ah!" Si setan besar mundur selangkah, "Ma... Maafkan saya, Kuchiki-sama! Yammy Rialgo, Kepala Pasukan Divisi 10 memberi salam pada Kuchiki-sama!" Serunya sambil membungkukkan badan dalam-dalam.
"Hmm..." Jawab Rukia sekenanya dan tanpa ekspresi.
Yammy menegakkan badannya, beberapa bulir keringat dingin menghiasi wajah sangarnya, "Saya benar-benar minta ma..."
"Sudahlah!" Sela Ichigo tidak sabaran, "Sekarang cepat miggir..."
"Ta... tapi... Ichigo-sama, Kuchiki-sama..." Yammy rupanya ingin minta kesempatan untuk menjelaskan apa yang dia kira adalah kesalahannya.
"Tidak apa. Kali ini aku maafkan." Potong Rukia, "Sekarang minggirlah!"
"Baik!" Yammy menundukkan kepalanya lagi, lalu minggir ke samping, membiarkan pangeran dan bangsawan gadungan itu lewat.
Dengan ekor matanya, Ichigo melirik Rukia. Rukia berjalan tenang dan anggun, dengan dagu sedikit terangkat ke atas. Pandangan matanya lurus, seolah para pengawal yang bertebaran di sekitar mereka –dan menundukkan kepala tanda hormat- adalah onggokan batu, yang tidak layak dilihat. Bahkan pangeran berkepala oren di sebelahnya pun ia perlakukan seperti kacang.
Jalan yang mereka lalui ramai oleh pasukan, pelayan, dan bangsawan yang mondar-mandir, karena di kanan-kiri jalan adalah kastil-kastil megah tempat tinggal keluarga bangsawan. Rukia dan Ichigo hampir sampai di gerbang istana, ketika mereka mengambil jalan yang membelok ke kiri. Jalanan itu lumayan sepi, rupanya tidak setan yang beraktivitas di sekitar istana sangat dibatasi.
"Kepala pasukanmu bodoh ya..." Bisik Rukia tiba-tiba, tapi wajahnya tetap menghadap ke depan.
"Untungnya dia bodoh!" Balas Ichigo dalam bisikan juga, "Kau ini kenapa mengatakan namamu sih?"
"Yaa aku terpaksa, habis kau mikirnya lama sih!"
"Dasar..." Geram Ichigo.
"Lalu siapa itu 'Kuchiki'? Kenapa penjaga itu sampai takut mendengarnya?"
"Klan Kuchiki adalah keluarga bangsawan paling dihormati setelah keluarga raja atau klan Yamamoto. Klan Kuchiki mendominasi suara dalam dewan istana dan punya pengaruh yang kuat dalam militer."
"Wah!" Rukia spontan menoleh pada Ichigo, "Kalau Kuchiki sepopuler itu, kan pasti mudah dikenali? Kenapa kau malah mengatakan aku klan Kuchiki? Kalau ketauan bagaimana?" Ingin rasanya Rukia menonjok Ichigo saat itu juga, namun tidak dilakukannya, karena bangsawan yang baik tidak akan memukul seorang pangeran di depan umum.
"Tenang saja..." Jawab Ichigo santai. "Klan Kuchiki itu adalah klan yang tau bagaimana memposisikan diri dan sangat tertutup. Daripada berkeliaran mencampuri urusan orang lain, mereka lebih memilih berdiam diri dalam kastilnya, mereka hanya akan keluar kalau merasa ada kepentingan. Jadi tidak banyak yang tau siapa saja-siapa saja anggota klan Kuchiki itu."
"Aahh..." Rukia keheranan. "Ada juga jenis setan yang tidak menginginkan tahta ya?"
"Mereka memang tidak begitu tertarik dengan perebutan tahta, mungkin karena mereka sudah cukup terhormat dan berkuasa... Eh, ssstt.." Bisik Ichigo ketika mereka hanya tinggal beberapa langkah dari gerbang istana.
"Ichigo-sama!" Seru para pengawal di gerbang istana, beberapa diantaranya berlari menghampiri Ichigo.
"Anda tidak apa-apa, Ichigo-sama? Anda pergi lama sekali dan melewatkan banyak hal!" Seru pengawal itu dengan hebohnya.
Ichigo hanya menjawab pertanyaan itu dengan senyum kecil. "Bukakan gerbang!" Perintahnya.
"Baik, Ichigo-sama!" Kali ini mereka lolos masuk istana tanpa sesi interogasi.
"Fyuuhh... Untung saja..." Kata Ichigo begitu mereka memasuki koridor yang sepi.
"Hah! Yang ini bahkan lebih bodoh." Rukia nyengir mengingat kejadian di gerbang istana tadi. "Pengawal tadi kelihatannya mau bertanya, tapi begitu ku beri deathglare, dia langsung minggir! Hihihi..." Rukia menahan tawanya.
"Dasar!" Ichigo ikut-ikutan nyengir, "Kau memang drama queen!"
"Bagus kan? Daripada babon queen?" Kata Rukia sambil terkikik.
"HUACCHII...!"
"Hah?" Ichigo dan Rukia terkejut melihat sosok di hadapan mereka.
"Hah?" Sosok itu malah terlihat lebih shock lagi. "Kenapa kau di ada di sini, Rukia?" Teriaknya.
"Sstt!" Ichigo langsung membekap sosok yang tiba-tiba muncul itu.
"Hmmmphh... Hmm... Hmphhh!" Sosok itu meronta, ingin melepaskan diri dari bekapan Ichigo.
"Renji bodoh! Jangan ribut" Rukia menoyor kepala Renji, alhasil kepala merah itu sukses berbenturan dengan kepala oren di belakangnya.
"Aduh!" Jerit Ichigo dan Renji bersamaan.
"Sssttt!" Bisik Rukia.
"Sst...!" Ichigo dan Renji spontan menempelkan telunjuk ke bibir masing-masing.
"Renji-sama!" Dari ujung koridor terlihat beberapa orang pengawal menghampiri mereka. "Ah! Ichigo-sama!" Seru pengawal itu saat menyadari keberadaan pangeran mereka yang satu lagi. "Anda tidak apa-apa?"
"Ah... itu... tidak... tidak apa-apa." Jawab Renji.
"Tapi tadi kami dengar anda berteriak!" Pegawal itu bersikeras.
"Hmm... Kami cuma bercanda! Hehehe" Ichigo merangkul pundak Renji dan Rukia. "Kembalilah ke tempat kalian bertugas!" Usir Ichigo.
"Baik! Kami permisi!"
"Wah, kelihatannya di sini tidak aman..." Kata Ichigo.
"Yaah... satu-satunya tempat aman adalah..." Renji menggantung ucapannya.
"Ya sudah! Kita ke sana saja!" Ichigo memberi isyarat pada Renji dan Rukia untuk mengikutinya.
"Apa tidak apa-apa aku masuk ke sini?" Rukia ragu-ragu melangkah masuk ke ruangan yang Ichigo dan Renji anggap aman itu, setelah tahu bahwa ruangan besar dan mewah di hadapannya adalah ruang tidur Raja Setan, Yamamoto Genryuusai Shingekuni.
"Tidak... Cepatlah!" Ichigo menarik tangan Rukia supaya masuk ke dalam. "Sebelum turun ke dunia manusia, aku dan Renji sudah menyegel ruangan ini, jadi tidak ada yang bisa masuk kecuali kami ijinkan." Ichigo berbalik dan menghadap Rukia yang telah berada di dalam ruang tidur, "Kita aman di sini..." Katanya menentramkan.
"Hei... Hei..." Panggil Renji yang sedang menutup pintu di belakang mereka, "Sejak kapan kalian jadi akrab begitu?"
"Hah?" Ichigo spontan melepaskan genggamannya dari lengan Rukia.
"Apa itu?" Rukia menunjuk tempat tidur besar di tengah ruangan. Kelihatannya dia tidak mendengar kata-kata Renji karena terlalu sibuk memperhatikan isi ruangan itu.
"Tempat tidur kakek." Jawab Ichigo cepat. Rupanya Rukia tidak bisa melihat apa yang ada di atas tempat tidur itu, karena terhalang kelambu putih yang menjuntai-juntai, yang menutupi tempat tidur dengan sempurna.
"Oi, Ichigo!" Panggil Renji seraya mendekati sepupunya, "Dari tadi ada yang ingin ku tanyakan..."
"Apa?" Ichigo membalikkan badannya.
"Kenapa kau ajak dia? Kan aku sidah menyuruhmu tetap tinggal dan menjaganya? Kau tau kan di sini sangat berbahaya? Setan macam apa sih kau ini? Dasar pangeran tidak berguna!" Renji menyemburkan semua kekesalannya.
"Hei bodoh! Kau pikir aku mau dengan gegabah membahayakan dia? Ini semua idenya! Dengarkan dulu penjelasanku..." Sementara Ichigo mejelasakan semuanya pada pangeran babon, Rukia yang sedari tadi tidak memperhatikan obrolan-nggak-penting kedua mahluk itu, melenggang mendekati tempat tidur berkelambu itu. Ada sesuatu di balik kelambu yang mengusik perasaannya. Semakin dia mendekat, semakin sesak terasa dadanya.
'Apa yang ku rasakan ini?' Pikir Rukia sambil memegang dadanya, berharap dapat bernafas lebih lega. Namun semakin dekat pada tempat tidur itu, nafasnya kian berat.
Saat berdiri di tepian tempat tidur, di balik kelambu Rukia melihat bayangan sosok yang terbujur tidak bergerak. Dengan tangannya yang bergetar, Rukia menyingkap celah kelambu, dan matanya langsung terpaku pada sosok seorang lelaki tua. Selimut menutupi tubuh lelaki itu hingga dada, selebihnya yang terlihat hanya sebagian dada dan kepalanya. Tubuh lelaki itu dipeuhi sulur-sulur hitam seperti tato, yang bergerak-gerak liar dan menjalar dalam permukaan kulitnya. Tanpa sadar Rukia bergidik. Mata lelaki itu membuka sedikit demi sedikit, dengan sangat lemah dia menelengkan kepalanya ke sisi tempat tidur dimana Rukia berdiri. Janggut putihnya yang panjang bergerak jatuh seiring gerakan kepalanya yang perlahan. Meskipun terlihat begitu lemah, namun mata lelaki itu menatap Rukia lekat-lekat. Sorot matanya aneh. Tatapan curiga, ragu, kesakitan sekaligus penuh harap.
'Apa...?' Rukia merasakan darahnya berdesir saat mata itu memandangnya, 'Apa yang ku rasakan ini? Seluruh tubuhku merinding...' Rukia tidak bergerak, bahkan untuk mengusap bulir-bulir keringat dingin yang menetes di dahinya. 'Akh!' Rukia menggigit bibir saat merasakan reiatsu yang disembunyikannya mengalir keluar. Dia mencengkram kelambu di hadapannya, berusaha keras mengendalikan reiatsunya.
KREEKK... Kelambu tipis itu pun sobek, membuat Rukia jatuh berdebam di lantai.
"Hhh... Hhh..." Nafas Rukia putus-putus, segera dia seret tubuhnya mejauhi tempat tidur itu.
"Rukia!" Teriak Ichigo dan Renji bersamaan. Mereka segera menghentikan perdebatannya dan berlari menghapiri Rukia.
"Kau kenapa?" Ichigo dan Renji menopang tubuh Rukia, menggenggam lengannya dan membantu Rukia berdiri.
"Rukia...?" Ichigo terlihat cemas. Sementara Renji menghampiri kelambu yang sobek.
"Kakek...?" Kata Renji dalam nada rendah, namun masih bisa didengar oleh dua mahluk lain di ruangan itu.
"Kenapa kakek?" Sambar Ichigo, kedua tangannya masih sibuk memapah Rukia yang belum pulih dari shock.
"Jauhkan dia dari kakek, Ichigo!" Perintah Renji.
"A... apa...?" Ichigo bertambah bingung.
"Bawa dia ke sudut ruangan!" Teriak Renji karena Ichigo masih saja terbengong-bengong di tempatnya berdiri.
"Ah iya!" Segera saja Ichigo menurut, sesuatu yang sangat jarang dilakukannya pada Renji. "Rukia?" Ichigo berusaha memanggil Rukia yang masih saja terengah-engah, "Rukia?"
"Hahh..." Kekawatiran Ichigo hanya dijawab dengan helaan nafa panjang Rukia.
"Duduk sini..." Ichigo menarik sebuah kursi dan mendudukan Rukia di sana.
"Huufftt... Haahh..."Rukia mengatur nafasnya. Ichigo berjongkok di sebelahnya, mengamati nafas Rukia yang berangsur normal.
"Kau kenapa?" Renji mendekati mereka.
"Jadi... Itu kekuatan kegelapan?" Rukia mulai buka suara.
"Iya... Bagaimana kau tau?" Ichigo menatapnya heran.
"Aku merasakannya..." Rukia menatap tempat tidur itu, kelambu yang tadi dia singkap telah kembali ditutup oleh Renji.
"Sulur-sulur kegelapan itu, menghancurkan reiatsu kakekmu..." Rukia terhenti, seolah dia mengatakan sesuatu yang tabu, "Maksudku reiatsu Raja Setan... Aku merasakan reiatsu Raja saling hantam dengan kekuatan kegelapan... Dan pertarungan reiatsu itu memancing kekuatanku keluar tanpa kendali..."
"Di ruangan ini masih aman..." Sela Renji, "Tapi di luar sana kau harus mengendalikan reiatsumu, Rukia. Karena kami para setan bisa merasakan reiatsu yang berbeda dari seorang manusia..."
"Iya... Aku tau." Rukia mengguk. "Kekuatan kegelapan itu sangat... terasa sangat pekat dan jahat..."
"Lalu apa rencana yang kau katakan kemarin? Kalau itu hanya akal-akalanmu supaya bisa ikut ke dunia setan, aku akan memulangkanmu sekarang juga!" Kata Ichigo.
"Oh itu... Begini..." Rukia mencondongkan tubuhnya ke depan, ke arah Ichigo dan Renji. "Kemarin kau bilang, diantara ketiga ancaman terbesar kalian..."
"Tiga ancaman terbesar?" Potong Renji dengan dahi berkerut.
"Espada, para bangsawan, dan Nii-sama! Itu kan ancaman terbesar kita saat ini!" Seru Ichigo tidak sabaran, "Dasar babon bodoh!"
"Sudah! Sudah!" Rukia kesal karena merasa tidak diperhatikan. "Mau dengar tidak?" Setelah kedua pangeran itu menutup mulutnya, Rukia melanjutkan kalimatnya, "Diantara ketiganya, Ichigo bilang Nii-sama lah ancaman paling serius. Jadi kita harus 'membereskan' dia terlebih dahulu..."
"Haaah...?" Ichigo dan Renji spontan menunjukkan wajah tidak setuju.
"Jangan protes dulu!" Rupanya Rukia bisa menebak gelagat mereka. "Sekarang aku tanya, siapa petinggi kerajaan yang ada di pihak kalian?"
Pertanyaan Rukia membuat Renji dan Ichigo saling pandang.
"Aku rasa, Panglima Zaraki dari dulu ingin sekali bertarung dengan Nii-sama..." Sahut Renji, "Yah memang itu bukan berarti dia ada di pihak kami, itu lebih karena dia meniak bertarung... Tapi kalau dia diberi kesempatan, pasti dengan senang hati dia akan menantang Nii-sama..."
"Panglima?" Ulang Rukia, dan mendapat anggukan dari Renji dan Ichigo. "Hmm... Selain itu siapa lagi?"
"Tidak ada..." Renji menggelengkan kepala merahnya.
"Sudah ku duga... Semua penghuni kerajaan setan pasti saling berlomba mendapatkan tahta..." Kata Rukia. "Kalau begitu kalian tidak punya pilihan. Kalau kalian melibatkan panglima, maka Espada akan pecah, dan tidak mustahil mereka akan bergabung dan mendukung keluarga bangsawan seperti yang dilakukan Ulquiorra, bahkan mungkin akan secara terang-terangan menentang keluarga raja. Ini akan menambah keruh suasana..." Rukia memandang Ichigo dan Renji, karena tidak ada reaksi, Rukia lalu melanjutkan kata-katanya.
"Intinya kalian tidak bisa melibatkan orang lain. Kita hanya bertiga. Dengan kekuatan segini, kita tidak bisa mengendalikan para Espada maupun bangsawan, jadi pilihannya hanya dengan mengalahkan Nii-sama'mu..."
"Ini gila..." Ichigo terkejut mendengar apa yang Rukia sebut sebagai 'rencana'.
"Memang... tapi aku rasa tidak ada jalan lain..." Sahut Rukia, "Dengan mengalahkannya, kalian membuktikan kalau kalianlah yang terkuat. Dengan begitu, sesuai hukum dunia setan, maka kalian berhak atas tahta... Lagi pula, dengan mengalahkan setan sekaliber Nii-sama itu, Espada dan para bangsawan akan langsung tunduk di hadapan kalian..."
"Tapi tidak akan semudah itu!" Protes Ichigo dan Renji bersamaan.
"Kau sudah merasakan sendiri bagaimana kekuatan kegelapan itu kan?" Sambar Renji.
"Iya... Tapi kalau kita bertiga, pasti bisa!" Rukia tersenyum penuh keyakinan.
"A..." Kata-kata Ichigo terpotong ketukan di pintu.
"Siapa?" Teriak Renji.
"Saya Hanataro, Renji-sama..."
"Tunggu sebentar..." Renji berjalan ke arah pintu dan membukanya. Terlihatlah seorang laki-laki bertubuh ringkih dan berwajah canggung. "Ada apa?"
"Siapa itu?" Bisik Rukia pada Ichigo.
"Hanataro itu tabib istana. Dia orang yang kami percaya..." Jawab Ichigo dalam bisikan.
"Ichigo!" Panggil Renji. "Kita diundang untuk menghadiri sidang dewa istana, rupanya kedatanganmu sudah tersiar..."
"Sial! Penjaga itu pasti mengadu..." Kata Ichigo seraya mendekati Renji. Rukia mengekor di belakangnya.
"Ayo!" Renji menepuk punggung Ichigo, menyuruhnya keluar.
"Ah, Hanataro... Tolong jaga dia..." Ichigo melirik Rukia dengan ekor matanya.
"Baik, Ichigo-sama..." Hanataro membungkuk hormat.
Sementara kedua pengeran itu beranjak, pintu kamar sang raja menutup dan terkunci dengan sendirinya.
"Saya Yamada Hanataro... Kalau boleh saya tau, siapa anda?" Hanataro tersenyum lebar pada Rukia.
"Ehh... Aku... Kuchiki Rukia..." Rukia belum terbiasa pada nama barunya, 'Huh! Kenapa setan jeruk itu memberikan nama aneh padaku sih?' Sungutnya dalam hati.
"Kuchiki-sama..."
"Panggil aku 'Rukia'..." Rukia berpikir bahwa semakin sedikit yang tau namanya 'Kuchiki' maka semakin aman penyamarannya.
"Baiklah, Rukia-sama... Anda mau saya antar kemana? Kembali ke kastil keluarga Kuchiki?"
"Ah... Tidak!" Pekik Rukia. "Eh.. maksudku, tolong tunjukkan saja dimana aku bisa menemukan kamar kecil..." Rukia mengendalikan diri dan kembali bersikap cool.
"Baik." Hanataro membungkuk, "Mari saya antar..."
'Kemana sih anak itu?' Rukia yang baru eluar dari kamar kecil mendapati Hanataro sudah tidak ada lagi di tempatnya tadi. Ahasil dia berjalan tak tentu arah, mencari Hanataro, Renji atau pun Ichigo. 'Sial! Tempat ini luas sekali! Mana bisa ketemu kalau begini...' Rutuk Rukia dalam hati. Tapi matanya berbinar begitu melihat taman yang indah, dihiasi bunga sakura dan kolam ikan yang luas. Tanpa pikir panjang, segera saja Rukia berjalan ke sana.
'Aku tunggu di sini saja sampai salah satu dari mereka menemukanku...' Kata Rukia sambil menghirup dalam-dalam aroma sakura yang bertebaran di udara. Seketika dia terkesiap, merasakan ada orang lain disebelahnya.
"Kenapa kau ada di sini?"
Rukia memutar kepala, menoleh pada sumber suara. "Kau...?" Namun tenggorokannya terasa tercekik.
Baca Selengkapnya

The Devils Beside Me IX

Chapter 9 : Please Stop Arguing Me
"Aku akan ikut denganmu ke sana. Ke kerajaan setan..." Kata Rukia mantap.
"Tidak akan pernah terjadi! Kau mau bunuh diri?" Geram Ichigo, emosinya memuncak.
"Tidak. Selama dua hari ini aku telah memikirkannya masak-masak."
"Kau..." Ichigo mencengkeram bahu kiri Rukia dan mendekatkan wajahnya pada Rukia. Ichigo menekankan setiap kata yang meluncur dari mulutnya, "Rukia Kurosaki! Kau akan tetap di sini... Aku tidak akan pernah membiarkanmu menginjakkan kaki di Hueco Mundo!"
"Ichigo..."
"Jangan membantah, Rukia!" Bentak Ichigo.
"Dengar dulu..." Nada Rukia terdengar memelas.
"Tidak! Kau tau sangat berbahaya bagimu pergi ke kerajaan setan!"
"Aku tau..." Pelas Rukia.
"Kalau manusia dengan kekuatan roh sepertimu masuk ke dunia setan dalam keadaan perebutan kekuasaan segenting ini, bisa kau bayangkan? Semua setan akan berlomba-lomba merebut kekuatanmu! Mereka akan berusaha membunuhmu! Apa kau tidak mengerti?" Ichigo menumpahkan emosinya.
"Aku mengerti, Ichigo... Amat sangat mengerti."
"Kalau begitu berhentilah membantahku..."
"Kau lah yang tidak mengerti!" Teriakan Rukia menyela kalimat Ichigo.
Sejenak yang terdengar hanya hembusan angin musim panas yang seperti berusaha mendinginkan suasana hati mereka.
"Kau lah yang tidak mengerti..." Rukia menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengembalikan kesabarannya yang terasa menguap.
"Aku lah yang paling mengerti keadaan di duniaku..." Kata Ichigo tajam.
"Tapi kau melupakan dua hal penting, pangeran... Pertama, kau akan membutuhkan aku untuk menyembuhkan kakekmu! Kedua, kau sendiri yang bilang, kau dan Renji, kalian berdua tidak akan memiliki kesempatan untuk mengalahkan Nii-sama'mu? Pernahkah kau berpikir dengan melibatkan aku, setidaknya akan membuka celah, walau pun hanya sedikit, untuk dapat mengalahkannya?"
"Dan kau akan mengorbankan nyawamu untuk kesempatan kecil itu?" Suara Ichigo terdengar sagat dingin, bahkan Rukia sempat merinding mendengarnya.
"Aku mengerti risikonya dan aku akan mengambilnya." Kata Rukia tegas.
"Cih... Kau mahluk paling naif yang pernah ku temui, Rukia..." Cibir Ichigo.
"Terserah. Tapi coba pertimbangkan kata-kataku tadi. Sebagai cucu dan pangeran yang bijak, seharusnya kau menyetujuinya..."
"Iya kalau itu bukan kau."
"Jangan kekanakan, Ichigo!" Rukia menarik lengan Ichigo, memaksanya untuk memandang mata violetnya. "Pikirkan kerajaanmu! Kakekmu! Keinginan terbesarnya! Pikirkan Renji! Kau lihat bahkan kekuatan militermu berada di luar kendali! Kalian bahkan tidak memiliki cukup kekuasaan dan kekuatan untuk mengendalikan situasi! Dan saat akhirnya satu kesempatan kecil menhampirimu, kau mau membuangnya begitu saja? Aku tidak bermaksud menyombongkan diriku, tapi aku pikir aku bisa berguna untuk menyelesaikan masalah kalian... Cobalah berfikir dari sisi itu..."
Ichigo terdiam, dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia mengakui semua yang dikatakan Rukia ada benarnya. Bahkan sepenuhnya benar. Tapi ada suara di dalam dirinya yang mengatakan bahwa menerima bantuan Rukia, menyeret gadis itu dalam kericuhan perebutan tahta, dan membahayakan hidupnya adalah perbuatan tak termaafkan. Tetapi dia memerlukan satu kesempatan, satu kesempatan saja, untuk bisa mengalahkan Byakuya. Dan Byakuya bahkan bisa membahayakan Rukia lebih dari seisi kerajaannya.
Rukia juga diam, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam diri Ichigo. Dia tau, Ichigo sedang mempertimbangkan. Dia bisa merasakan kebimbangan Ichigo, seperti dia merasakan kebimbangan hatinya sendiri. Terkadang dia merasa aneh. Kenapa mau membahayakan dirinya begitu jauh pada mereka yang baru dikenalnya. Kenapa bersikeras membantu mereka yang awalnya ingin membunuhnya. Tapi, merekalah yang memberikan kehidupan kedua pada Rukia. Saat kedua orang tuanya meninggalkannya, Rukia mati. Seluruh jiwa dan perasaannya mati. Merekalah yang menghidupkan kembali hatinya. Mereka yang telah membuat rumahnya 'hidup' lagi. Mereka yang telah mengisi kekosongannya dengan kehangatan. Rukia tidak mau kehilangan kehangatan itu lagi.
"Aku..." Ichigo memecah keheningan, menyuarakan kebimbangannya, "Aku hanya tidak mau kau terluka..." Nada bicaranya melembut.
"Aku tidak akan mati semudah itu... Aku bahkan pernah mengalahkan Renji dan mengubahnya jadi kucing..." Canda Rukia.
Walau pun matanya sayu, Ichigo mencoba tersenyum. Dia merasa tertusuk. Dia melupakan fakta bahwa Rukia jauh lebih kuat dari penampilannya. Dan dia menemukan satu fakta penting lagi, "Aku takut tidak bisa melindungimu..."
"Ichigo..." Rukia memegang kedua lengan Ichigo dengan kedua tangannya, "Kalau kau tidak bisa percaya padaku, setidaknya percayalah pada dirimu sendiri... Seperti aku percaya padamu... Aku percaya, kau mampu melindungiku, seperti kau melindungi keluarga dan kerajaanmu... hmm?" Rukia memiringkan kepalanya seraya tersenyum, "Kau akan melindungi aku kan?"
"Tentu..." Ichigo tersenyum.
"Kalau begitu, ayo pulang... Kita masih harus menyembuhkan lukamu" Rukia menarik tangan Ichigo pergi dari tempat itu, sebelum dia merubah keputusannya dan tidak mengijinkan Rukia pergi ke dunia setan.
"Rukia! Tunggu!" Seru Ichigo.
'Oh.. Jangan bilang aku harus mengulangi perdebatan menyebalkan tadi' Pikir Rukia.
"Ada apa?" Tanya Rukia seraya berbalik menatap Ichigo.
"Belanjaannya..." Ichigo mengangkat dua kantung dari rumput tempat mereka duduk tadi.
"Fiuuuhh..." Rukia mengelus dada.
Rukia sedang duduk di hadapan Ichigo di teras belakang, dan mengarahkan kedua telapak tangannya ke dahi Ichigo. Sinar bening keunguan menari-nari di dahi Ichigo, menutup lukanya.
"Bagaimana? Sudah baikan?" Rukia memperhatikan bekas luka Ichigo yang telah menghilang, dan menghentikan penyembuhannya.
"Iya..." Ichigo menggosok-gosok kepalanya yang sudah tidak terasa nyeri lagi.
"Huaaahhh..." Rukia merentangkan tangannya, mereganggkan otot-otot lengannya.
"Terimakasih..." Ucap Ichigo.
"Eh...?" Rukia menghentikan gerakan peregangannya, berusaha mencerna apa yang dikatakan Ichigo. "Untuk?"
"Untuk menyembuhkanku..." Ichigo memperbaiki posisi duduknya, menyandar di sofa. "Untuk tidak membunuh Renji saat itu. Untuk mengubah hidup kami. Untuk selalu membantu kami. Untuk segala yang telah kau lakukan..."
"Kau salah... Kalianlah yang mengubah hidupku..." Rukia ikut menyandarkan tubuhnya di sofa, menerawang menatap langit.
"Kau tau?" Ichigo menoleh Rukia.
"Apa?" Rukia melirik ke arahnya.
"Aku masih tidak habis pikir kalau aku menyetujui ide gila mu untuk mengajakmu ke dunia setan..." Ichigo tersenyum.
"Hmmph..." Rukia tersenyum geli, "Jangan bahas itu lagi... Besok kita akan berangkat, jadi jangan coba-coba menyesali keputusanmu!" Ancam Rukia dengan bercanda.
"Aku bingung..." Ichigo mengembalikan pandangannya pada purnama di atas mereka.
"Bingung kenapa?"
"Apa yang akan ku lakukan sesampainya di sana? Masalah mana yang perlu kubereskan lebih dulu?"
"Apa ancaman yang menurutmu paling serius?"
"Espada, para bangsawan, Nii-sama..."
"Hmmm..." Rukia berpikir sejenak. "Sepertinya aku punya rencana..." Rukia menepuk-nepukkan telunjukknya di pipi.
"Apa?" Tanya Ichigo.
"Aku belum yakin... Tapi, tolong ceritakan tentang duniamu..." Pinta Rukia.
"Untuk apa?" Ichigo penasaran.
"Ingin tau saja..." Rukia tersenyum misterius.
"Hmmm... Baiklah..." Ichigo tidak menyerah pada tatapan memaksa Rukia. Kerajaan setan, terbagi dalam tiga wilayah besar. Pertama, Hueco Mundo yang merupakan perbatasan antara dunia manusia dengan dunia setan. Hueco Mundo adalah gurun pasir yang mengelilingi kerajaan, dan selalu dalam keadaan malam hari..."
"Gelap dong?" Sela Rukia dengan wajah polos.
"Ya iyalah bodoh!" Ichigo menahan tawa melihat deathglare Rukia. "Kedua, Rokungai adalah wilayah dimana penduduk kerajaan setan tinggal. Dan terakhir adalah Las Noches, yang merupakan daerah dimana para bangsawan dan anggota elit kerajaan tinggal. Semua kastil bangsawan, istana raja, markas pasukan dan pusat pemerintahan, semua ada di Las Noches."
"Hmm..." Rukia manggut-manggut.
"Lalu apa yang kau rencanakan?"
"Tidak akan ku beri tau sekarang... Hehehe..." Rukia menggoyang-goyangkan telunjuknya di depan wajah Ichigo.
"Bilang saja kau tidak punya rencana, dasar anak kecil..."
"Aku punya!" Rukia membela diri.
"Apa?" Tuntut Ichigo.
"Aku tidak akan masuk ke jebakan murahan macam itu! Pokoknya besok baru ku beritau..." Rukia memasang senyum bangga. " Ah sudahlah... Ayo istirahat Ichigo..." Rukia bangkit dari duduknya, "Besok pagi kan kita harus berangkat..."
"Duluan saja, aku mau melihat bintang sebentar lagi..." Mata Ichigo terpaku di langit.
Rukia mengamati arah pandangan Ichigo, tidak ada apa-apa di sana. "Baiklah..." Rukia menepuk bahu Ichigo, "Aku ke dalam dulu..."
Setelah derap langkah Rukia menghilang di balik pintu kamarnya...
"Aku juga punya rencana, bodoh..." Ichigo menatap nanar langit malam di hadapannya. "Kalau aku telah sampai pada batasku, dan tidak bisa melindungimu lagi... Aku akan mengirimmu pulang dan memastikan kau aman sampai di rumah... Meski itu hal terakhir yang bisa ku lakukan..." Ichigo menghela nafas, "Komamura..." Bisiknya, "Tolong jaga dia kalau saat itu tiba..."
"Kau siap?" Ichigo melongokkan kepalanya ke celah pintu kamar Rukia yang terbuka.
"Iya..." Kata Rukia sambil menggendong ranselnya.
"..." Ichigo sweatdrop.
"Kenapa? Aku cantik ya? Hahahaha" Goda Rukia.
"Dasar bodoh! Kau mau pergi seperti itu?"
"Aku rasa aku sudah menyesuaikan dengan suasana di sana..." Rukia melihat lagi penampilannya di cermin. Cantik, meskipun terlihat agak tomboy. Kaus berwana putih pas badan, celana pendek jeans, dan sepatu kets. Rukia merasa pakaian itu tidak akan menghalanginya saat 'bertarung'. Mereka ke sana kan mau perang, jadi tidak ada alasan baginya untuk mengenakan gaun, meskipun dia berjalan bersama seorang pangeran.
"Kau bodoh atau idiot?" Ichigo menepuk-nepuk kepala Rukia, membuat rambutnya berantakan.
"Tidak dua-duanya! Aku ini je-ni-us!" Rukia kesal dan menyingkirkan tangan Ichigo dari kepalanya.
"Kalau kau berpenampilan seperti ini..." Ichigo bergabung dengannya di depan cermin agar bayangan mereka terlihat bersisian. "Bahkan setan autis pun tau kalau kau manusia !"
"Lalu... ?" Rukia menyadari kekhilafanya.
"Ya seperti aku ini..." Ichigo menunjuk-nunjuk kimono dan haorinya dengan tidak sabaran.
"Tapi aku tidak kimono hitam..." Rukia membuka lemarinya.
"Haahh..." Ichigo menepuk jidatnya, "Kemari kau..." Dia menarik Rukia mendekat padanya yang berdiri di depan cermin. Menyentuh bahu kecil Rukia, dan.. taraa... Seketika pakaian Rukia berbah menjadi seperti dirinya. Kimono hitam, dan haori putih bermotif bulan sabit.
"Eh ?Kenapa aku juga pakai haori ?"
"Haori adalah lambang kebangsawanan. Akan jauh lebih mudah bagimu untuk masuk ke Las Noches bila kau bangsawan." Ichigo menyilangkan tangan di dada, dan mengangkat dagunya, "Lagipula kau tidak akan diijinkan mengikutiku kalau kau hanya rakyat biasa!"
"Cih..." Dengus Rukia, "Memangnya siapa yang mau mengikuti pangeran jeruk sepertimu?"
"Untuk bisa melindungimu, aku harus memastikan kau selalu ada di dekatku!" Ichigo ngeloyor menuju pintu kamar, menginggalkan Rukia yang kemerahan karena kata-katanya. "Apa yang kau tunggu?" Ichigo melirik Rukia, "Ayo cepat!"
"I..iya..." Rukia segera menghampiri ranselnya dan menggendongnya.
"Aduuhh!" Ichigo berteiak frustasi. "Kenapa kau bawa-bawa benda bodoh itu lagi?" Omel Ichigo seraya menunjuk ransel yang menggelayut mesra di bahu kanan Rukia.
"Oh... Ini Cuma baju ganti dan perlengkapan mandiku..." Ucap Rukia sambil melirik ransel besarnya.
"Bangsawan tidak akan kekurangan pakaian apalagi peralatan mandi! Letakkan itu! Lagipula mana ada setan bawa-bawa buntelan!" Perintah Ichigo. Dengan patuh Rukia meletakkan kembali ranselnya.
"Ayo..." Ichigo membalikkan badannya.
"Tunggu dulu!" Seruan Rukia berhasil menghentikan langkahnya.
"Hhh..." Ichigo menghela nafas dan berbalik, "Jangan singgung lagi tentang pakaian atau pun bekal!"
"Bukan..." Kata Rukia dengan mata terpejam, sekilas Ichigo melihat aura ungu bening yang selalu mengelilingi Rukia menghilang. Gadis itu membuka mata, "Bantu aku memanipulasi reiatsu..."
"Aahh..." Ichigo menepuk jidatnya lagi, menyesal karena melupakan sesuatu yang jauh lebih penting dari dresscode dunia setan. Reiatsu! Reiatsu manusia dan setan berbeda, karena itu, meskipun menyamar jadi kaktus juga, kalau reiatsu tidak dimanupulasi, tentu akan ketauan dengan mudahnya.
"Aku sudah menyembunyikan reiatsuku, kau tinggal mengalirkan sedikit reiatsumu padaku untuk membuatku 'terasa' seperti setan pada umumnya!" Perintah Rukia.
"Ah iya..." Ichigo mengarahkan telapak tangan kanannya pada Rukia dan mengalirkan reiatsu hitam padanya. "Sudah..." Ucap Ichigo setelah proses itu berlangsung beberapa menit.
"Aahh..." Rukia mengangkat kedua telapak tangan ke depan wajahnya dan mengamat-amatinya... "Ternyata begini rasanya menjadi setan... Aku merasa... Umm... Jahat...?" Rukia nyengir kuda.
"Tidak semua setan itu jahat." Ichigo tersenyum geli mendengar pernyataan kekanak-kanakan Rukia, dia berjalan ke arah pintu dan membuka Garganta. "Ayo berangkat!"
Setelah bershunpo cukup jauh, Ichigo mencari sudut yang agak terlindung pada tembok besar di hadapannya, dan menurunkan Rukia dari gendongannya.
"Heh, kau kenapa?" Tanya Ichigo begitu melihat muka Rukia seperti habis sunbathing, padahal di Hueco Mundo tidak ada matahari. "Kau sakit?"
"Tidak!" Rukia memalingkan wajah meronanya. 'Sial, kalau saja aku bisa shunpo!'
-FLASHBACK-
Hup! Mereka mendarat di gurun pasir Hueco Mundo yang gelap dan dingin.
"Ayo!" Tanpa babibu, dan tanpa permisi lagi, Ichigo mengangkat tubuh Rukia dalam gendongannya.
"Apa yang kau lakukan?" Pekik Rukia.
"Aww... Kau membuatku budek!" Ichigo melengos, menyembunyikan rona di pipinya.
"Turunkan aku!" Perintah Rukia.
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" Berjalan kaki ke Las Noches?" Cibir Ichigo.
"Tentu saja, kecuali di sini ada kereta api!" Sungut Rukia dalam gendongan Ichigo.
"Kalau kau jalan kaki, mungkin kau akan sampai seminggu lagi, mengingat kakimu yang pendek-pendek itu!"
BLETAK! Sebuah jitakan mendarat di kepala Ichigo.
"Aduh! Jangan memukulku! Aku ini serius tau! Las Noches itu jauh! Kalau tidak pakai shunpo, entah kapan sampainya!" Teriak Ichigo. "Dan..." Ichigo memotong Rukia yang kelihatan mau protes lagi. "Kau kan tidak bisa shunpo! Jadi menurut saja!"
Dan mereka pun melesat, melewati lautan pasir... Pemukiman... dan tiba di tembok besar dan tinggi ini.
-END OF FLASBACK-
"Jadi yang di balik tembok ini adalah Las Noches?" Rukia mengalihkan topik pembicaraan dari wajahnya.
"Iya... Ayo..." Ichigo menariknya pergi dari sudut itu, mendekati sebuah gerbang kayu yang menjulang dan terlihat kokoh.
"Ichigo-sama!" Seru beberapa setan yang memakai pakaian yang sama. Rukia menebak mereka adalah pasukan pengawal.
"Buka gerbang!" Kata Ichigo dengan tegas dan penuh wibawa. Rukia hanya melongo melihat perubahan 'kepribadian' Ichigo.
"Baik!" Pasukan pasukan itu membungkuk hormat, kemudian mulai membuka gerbang berat itu sedikit-demi sedikit. Saat tercipta celah untuk dua orang, Ichigo dengan ekor matanya memberi isyarat pada Rukia untuk berjalan mengikutinya.
Namun, seseorang berkimono putih keluar dari gerbang yang setengah terbuka. Menampakkan sosok tinggi besar yang menyeramkan. Tiba-tiba saja sosok itu menggeram...
"Ichigo-sama... Dari mana saja anda selama ini?" Sosok itu menggumamkan nama Ichigo dalam suara rendah dan geraman. "Siapa ini?" Sosok besar berkimono putih itu memandang tajam Rukia.
Rukia menelan ludah, melirik Ichigo dengan ekor matanya. Dia melihat Ichigo berusaha mengendalikan kepanikan dan menjaga wibawanya. Rukia pun berusaha mengendalikan diri agar terlihat seacuh mungkin.
'Bangsawan itu angkuh kan?' Pikir Rukia.
"Siapa ini?" Tatapan matanya pad Rukia semakin tajam menyelidik.
"Kau tidak mengenalku?" Kata-kata dengan nada dingin itu meluncur dari mulut Rukia. Ichigo terperangah, tidak bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini. Mungkin penjara? Atau lebih buruk lagi? Mereka menyamar dengan hampir sempurna –setidaknya begitulah pikiran Ichigo- tapi dia lupa menyiapkan identitas palsu untuk Rukia. Siapa Rukia sekarang? Pikiran itu memenuhi otaknya.
"Aku tidak mengenalmu!" Geram sosok besar itu. Matanya tidak mau lepas dari Rukia.
Yang Ichigo saluti adalah ekspresi Rukia yang sangat datar dan dingin. Mungkin kalau itu bukan Rukia, kalau itu orang lain, pasti sudah kalang kabut dibawah tatapan intimidasi seorang laki-laki besar dan garang.
"Cih... Lancang sekali..." Kata Rukia kalem.
"Kau..." Sosok itu menggeram lagi.
"Aku Rukia..." Potong Rukia sebelum sosok itu mengamuk.
"Rukia...?" Ulang si pria besar.
"Ya!" Ichigo buka suara. "Kuchiki Rukia!" Tandasnya.
Sosok tinggi besar itu mengerjap-ngerjap, seketika mukanya pucat... "Kuchiki Rukia?"
Baca Selengkapnya

The Devils Beside Me VIII

Chapter 8 : Let Me Follow You
"Rukia, sampai kapan kau mau kugendong, eh?" Tanya Ichigo begitu mereka sampai di depan pintu rumah.
"..." Tak ada jawaban, Rukia tetap saja bergelayut di leher Ichigo.
"Oi.. Rukia..?" Ichigo mulai khawatir, "Kau nggak pingsan lagi kan?"
"..." Rukia tak bergeming. Kerutan Ichigo semakin bertambah, difokuskannya pandangannya pada gadis dalam gendongannya. Mata Rukia yang terpejam membuat Ichigo semakin gelisah.
"Rukia.." Didekatkannya kepala orennya pada Rukia, berharap bisa melihat lebih jelas apa yang terjadi padanya. Tapi...
"Krrrr.." Suara nafas Rukia yang pelan dan perlahan telah menjawab semua kegelisahan Ichigo.
"Bodoh.. Kau tidur ya?" Ichigo tetap saja bertanya, meski pun tau tak akan ada yang menjawabnya. Ichigo tersenyum seraya menempelkan dahinya pada dahi Rukia, mengecek suhu tubuh gadis violet itu. "Masih sedikit panas, tapi sepertinya sudah mendingan daripada panasnya tadi siang... Tak ku sangka manusia dengan kekuatan roh sebesar ini bisa sakit, alergi sinar matahari pula.." Ichigo menyeringai memandang wajah tidur Rukia.
"Baiklah.. mari masuk dan istirahat... Ehh.." Ichigo menghentikan langkahnya. "Bagaimana caranya masuk rumah? Kan pintunya dikunci?" Ichigo celingukan.
"Tadi dia menaruh kuncinya di sakunya jeansnya.." Ichigo melirik Rukia, "Tidak... Tidak mungkin bisa ku ambil kan.." Muka Ichigo memerah. "Tapi bagaimana bisa masuk rumah? Kalau aku dalam wujud setan begini bisa saja menembus tembok ini, tapi dia kan tidak bisa.."
Ichigo mendorong-dorong pintu depan dengan kaki kanannya, "Kalau ku dobrak, dia pasti akan membunuhku.."
"Aha! Kenapa bodoh begini? Bangunkan sa..ja..." Kata-kata Ichigo terhenti saat melihat wajah tidur Rukia. Mata violet yang menyimpan kesepian itu terpejam, yang ada hanya wajah cantik yang terlihat rapuh dan lelah. Rukia memang gadis yang tegar. Tidak akan ada seorang anak perempuan berusia enam belas tahun yang mampu hidup seorang diri dan tanpa gentar mejalankan kewajibannya sebagai penakluk setan setelah kedua orang tuanya meninggal... Tidak akan ada yang mampu setegar itu selain Rukia. Rukia berusaha untuk menjalani sendiri hari-harinya dengan tegar. Tapi usaha itu menguras perasaannya. Dia lelah... Lelah sendirian dan kesepian...
Ichigo menatap wajah itu tanpa berkedip, muncul perasaan tidak tega untuk membangunkannya. "Kau bekerja keras hari ini... Terlalu memaksakan diri seperti biasanya..." Ichigo bershunpo ke teras belakang, di sana ada sebuah sofa panjang dan sebuah meja kecil.
"Kau bodoh... Jangan salahkan aku karena kau terpaksa tidur di luar. Siapa suruh menaruh kunci rumah di tempat 'tak terjangkau' seperti itu..." Ichigo duduk di ujung kanan sofa, lalu membaringkan kepala Rukia di pangkuannya sehingga badan dan kaki Rukia mendapat cukup tempat di sofa itu. "Tapi jangan khawatir.." Ichigo bersusah payah membuka haorinya, "Aku akan menemanimu..." Katanya seraya menyelimuti Rukia dengan haori...
"Hmm.." Rukia meletakkan lengan kanannya di atas mata, berusaha menghalangi sinar matahari pagi yang mengusik ketenangan tidurnya. Tapi berkas-berkas cahaya itu tetap saja gencar membangunkannya. Dengan kesal Rukia membuka mata. Tapi yang dilihat bukanlah pemandangan yang biasa. Bukan langit-langit kamarnya, tapi sebuah dagu!
"...?" Rukia memandang sekelilingnya. Dada bidang, kimono hitam, haori putih di atas tubuhnya, dan sebuah tangan kekar di dahinya.
Perlahan Rukia meletakkan tangan Ichigo di sofa dan menegakkan tubuhnya, "Semalaman aku tidur di teras belakang...? Bersama Ichigo?" Dilihatnya Ichigo masih tertidur pulas, "Dia pasti sangat lelah... Maaf ya Ichigo..." Rukia menyentuh lembut punggung tangan Ichigo, "Terimakasih..." Bisiknya seraya tersenyum lembut.
"Iyaa..."
"Hah?" Rukia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan, suara Ichigo... "Bukannya dia tidur..?" Bisik Rukia.
"Tadinya..."Ichigo membuka sebelah matanya.
"Aaa..." Rukia langsung menjauhkan tangannya dari Ichigo. "Sejak kapan kau bangun?" Semburat merah menghiasi pipi Rukia.
"Baru saja... Hoaahemm.." Ichigo menguap lebar.
"Kenapa kita tidur di sini? Kenapa tidak di dalam?" Tanya Rukia.
"Itu kan salahmu, bodoh!"
"Kenapa kau menyalahkanku?" Rukia menyilangkan tangan di dada, pertanda tidak terima disalahkan Ichigo.
"Dimana kau menaruh kunci?" Ichigo balik bertanya.
"Emm..." Rukia berusaha mengingat-ingat. "Eh.. itu.." Dia memasukan tangan ke saku belakang jeansnya dan menarik sebuah kunci dengan gantungan kelinci. "He..he.." Rukia tertawa garing.
Ichigo mendelik, "Makanya, jangan menruh kunci 'sembarangan'.."
"Maaf..."
"Kau sudah sembuh?" Tanpa basa-basi Ichigo menempelkan tangannya di dahi Rukia.
Blushh.. Rukia hanya bisa berblushing-ria...
"Oi... Wajahmu merah, kau sakit lagi ya?"
"Tidak... Aku baik-baik saja..." Rukia agak gelagapan dan segera bangun dari sofa. "Ah.. kita.. sebaiknya masuk saja.. istirahat di dalam.. ha..ha.."
"..." Ichigo memandanginya dengan heran.
Rukia berusaha memasukkan kunci dan memutarnya, tapi tidak pernah berhasil, "Pintu ini kenapa sih?" Omelnya.
Ichigo yang baru saja selesai memakai haori, berjalan medekati Rukia... Hap... Digenggamnya tangan kecil Rukia seraya menyeringai, "Hei bodoh, ini kan kunci pintu depan..."
"Aaahh.." Rukia hanya melongo dan merasakan wajahnya bertambah panas.
"Sini, biar aku saja..." Ichigo mengambil kunci dari tangan Rukia,"Kau tunggu di sini, akan ku bukakan pintu dari dalam.." Sekejap saja Ichigo sudah bershunpo ke pintu depan.
"Apa-apaan sih setan itu?" Rukia menarik nafas panjang berkali-kali, berusaha menstabilkan irama jantungnya.
Rukia berguling-guling tidak karuan di atas tempat tidurnya, "Huaaahh..." Keluhnya. Matanya masih mengantuk, meskipun tadi dia sudah melanjutkan jatah tidurnya –yang tadi malam terpaksa dia habiskan di teras belakang bersama seorang (?) setan oren- selama dua jam, tapi entah kenapa hari ini dia merasa malas sekali.
'Baru juga jam sembilan...' Pikir Rukia saat melirik jam wekernya. 'Lapar...' Dia merasakan seperti ada pertunjukan barong sai dalam lambungnya. Dengan enggan dia melangkah ke luar kamarnya. Lengang. Tidak ada tanda-tanda kehidupan.
'Ichigo kemana ya...?' Rukia berjalan menyusuri lorong menuju kamar yang dihuni setan jeruk bersama saudara babonnya (tadinya).
TOK... TOK... Rukia mengetuk perlahan. Tidak ada jawaban...
'Mungkin dia tidur? Ku buka saja deh...' Dan perkiraan Rukia memang tepat. Ichigo terlelap di kasurnya, dengan kerutan permanen yang selalu menghiasi wajahnya, bahkan ketika sedang tidur seperti ini! Rukia tersenyum geli, baru kali ini dia melihat ada mahluk yang bisa tidur sambil mengerutkan dahinya. Perlahan ditutupnya pintu dan berjalan ke dapur.
"Wah... Nggak ada apa-apa..." Kata Rukia sambil mengeluarkan isi kulkasnya. Sepandai-pandainya Rukia mengobrak-abrik kulkas, sampai tiap inci dia periksa dengan sesama. Tapi dia cuma menemukan roti, sosis, selada, berbagai macam saus, jus dalam kemasan, dan sebatang cokelat yang sepertinya adalah sisa hadiah valentine tahun lalu.
Rukia mengambil cokelat itu, heran karena tidak biasanya dia melewatkan makanan kesukaannya. Setelah mengamati bungkus cokelat itu beberapa detik, Rukia melemparnya ke tong sampah. "Yaahh... Sayang sekali sudah kadaluarsa..."
Bau-bau harum membuat sang setan oren membuka matanya. Rupanya bau itu berhasil membangkitkan kehidupan cacing-cacing dalam perutnya. "Hmm..." Endusnya.
"Kau masak apa?" Tanya Ichigo pada Rukia.
"Hot dog..." Rukia melirik Ichigo yang kini sudah duduk manis di salah satu kursi. "Nih..." Dia menyodorkan satu porsi untuk Ichigo.
"Apa ini? Memang bisa dimakan?" Ejek Ichigo, tapi dari matanya jelas terlihat kalau dia ngiler setengah mati.
"Huh..." Dengus Rukia yang kesal dengan tigkah Ichigo. "Makan saja dulu, baru komentar!"
"Bentuknya aneh begini..." Ichigo mengamat-amati 'benda' yang disebut hot dog itu dengan muka pengen.
HAP! Dengan sekali gerakan, hot dog tak berdosa itu sudah menjejali mulut Ichigo.
"Hmmmph.. hmmmppphh?" Kata Ichigo dengan mulut penuh, yang artinya : 'Apa yang kau lakukan hah?'
"Makan saja pelan-pelan... Tidak usah buru-buru..." Rukia tersenyum geli melihat Ichigo, dia sukses menjejalkan makanan itu ke mulut setan bawel. Mau tak mau Ichigo menguyah dan melahap sarapannya tanpa komentar.
"Bagaimana ?" Tanya Rukia.
"Yaahh... Lumayan... " Komentar Ichigo, padahal dari tadi dia sudah menghabiskan dua porsi.
"Cih... Bilang saja terus terang kalau masakanku enak!" Sungut Rukia sambil mencuci piringnya.
"Ku bilang lumayan saja kau sudah harus bersyukur tau!" Ichigo ikut nimbrung di tempat cuci piring. "Auww.. Apa yang kau lakukan?" Teriaknya saat Rukia menciprati mukanya dengan air keran.
"Rasakan! Siapa suruh sok cool! Hahahahaha..." Rukia cepat-cepat kabur sebelum Ichigo bisa membalas.
"Aaahh dasar anak kecil...!" Raung Ichigo.
"Jangan lupa cuci piringmu, baka!" Teriak Rukia dari kamarnya.
Udara sore yang cerah membuat Rukia lumayan bersemangat, setelah menyisir rambutnya, dia melihat pantulan dirinya dalam cermin. Dengan terusan selutut berenda warna putih, dia terlihat manis sekali, tidak akan ada yang menyangka dia sudah SMA. Rukia tersenyum, mengambil dompet dan handphonenya lalu melangkah ke luar kamar.
"Mau kemana?" Ichigo mendongakkan lehernya dari sofa tempatnya nonton TV.
"Membeli bahan makanan..." Sahut Rukia seraya menutup pintu kamarnya.
"Ku antar..." Ichigo berdiri.
"Tidak usah. Aku bisa sendiri kok..." Rukia tersenyum.
"Pokoknya aku antar..." Ichigo yang blushing karena senyum Rukia segera merubah wujudnya menjadi manusia mode : on.
"Haaah...?" Rukia sweatdrop. Ichigo baru saja merubah pakaiannya persis seperti apa yang ditontonnya di TV. Celakanya, dia menonton Pirates of the Caribean, dan kelihatannya ngefans sama Jack Sparrow.
"Aku keren ya? Hehehe" Ichigo ge'er.
"Kita mau belanja... Bukannya mau cosplay..." Rukia berjalan ke arah rak dan mencari-cari sesuatu. "Pakailah yang lebih 'normal'..."
"Ini kan bagus, kau saja yang tidak punya selera." Cibir Ichigo.
"Tapi tidak cocok, baka! Semua orang akan menertawakanmu kalau kau pergi dengan pakaian seperti itu..." Rukia agak kesal menghadapi Ichigo yang keras batok kepalanya.
"Lalu yang normal itu seperti apa, nona kecil?"
"Tunggu..." Rukia menarik salah satu majalah dari tumpukan buku-buku. "Ini yang namanya normal..."
Ichigo membolak-balik majalah itu, dan akhirnya menatap satu halaman dalam waktu lama.
"Hmm..?" Rukia heran melihatnya.
"Baiklah..." Dengan cepat Ichigo mengubah pakaiannya.
"..." Kali ini Rukia speechess.
"Bagaimana?" Desak Ichigo yang dari tadi menunggu dikomentari.
"Ehm... Seleramu bagus juga..." Kata Rukia jujur. Jeans dan kemeja putih yang lengannya digulung sampai siku itu memang kelihatan sangat cocok bagi Ichigo.
"Sudah ku duga... Aku memang tampan..." Ichigo mengeluarkan gaya sok cakep yang membuat Rukia menyesal telah memujinya.
"Yeaahh.. Terserah..." Rukia melewatinya dan berjalan ke pintu depan.
"Hei.. Tunggu! Pangeran mau lewat!"
Rukia sibuk mengagumi pemandangan di depannya, dan Ichigo sibuk menjilati es krimnya. Kini mereka berdua duduk di bawah jembatan layang, menghadap ke tepi sungai dan menikmati pemandangan matahari terbenam dengan kantung belanjaan menumpuk di sebelah kiri dan kanan.
"Kau tau Ichigo? Sudah lama aku tidak ke sini... Padahal waktu kecil aku suka sekali bermain di sini sampai petang..." Kenang Rukia.
"Sekarang juga masih kecil..."
BLETAKK... Satu jitakan mendarat mulus di dahi Ichigo.
"Aduh! Sakit bodoh!"
"Kau yang bodoh!"
"Kau..."
Seketika dua insan yang dimabuk es krim itu terkesiap, mereka mendengar sesuatu yang membuat tubuh mereka menegang.
"Roh-roh itu..." Rukia mendengarkan dengan seksama.
"Benarkah...?" Bisik Ichigo.
Tiba-tida saja Ichigo berdiri, saat dia bersiap-siap untuk melangkah pergi, Rukia yang masih duduk di bawah menahan tangannya.
"Mau kemana?"
"Pulang..." Jawab Ichigo tanpa memandang Rukia. Pikirannya kalut.
"Pulang...?" Jawaban Ichigo terasa ambigu di telinganya. Pulang ke rumahnya atau...
"Kembali ke kerajaan setan..." Jawab Ichigo perlahan.
"Tapi tidak sekarang." Rukia bangkit dari duduknya, "Aku masih harus menyembuhkan lukamu tempo hari..." Rukia menggigit bibir, menyesal karena melupakan janjinya.
"Tidak ada waktu lagi. Pertarungan terakhir itu akan segeran dimulai..."
"Masih ada waktu sampai besok. Setidaknya sembuhkan dulu lukamu, dan kita juga harus bersiap-siap..."
"Kita...?" Potong Ichigo. "Apa maksudmu?" Dia berbalik dan menghadap Rukia.
"Kau tidak akan kembali ke sana sendirian." Rukia menatap mata Ichigo lekat-lekat.
"Omong kosong apa ini Rukia?" Ichigo sangat kentara menahan emosinya.
"Aku akan ikut denganmu ke sana. Ke kerajaan setan..." Kata Rukia mantap.
"Tidak akan pernah terjadi! Kau mau bunuh diri?" Geram Ichigo, emosinya memuncak.
"Tidak. Selama dua hari ini aku telah memikirkannya masak-masak."
"Kau..." Ichigo mencengkeram bahu kiri Rukia dan mendekatkan wajahnya pada Rukia. Ichigo menekankan setiap kata yang meluncur dari mulutnya, "Rukia Kurosaki! Kau akan tetap di sini... Aku tidak akan pernah membiarkanmu menginjakkan kaki di Hueco Mundo!"
Baca Selengkapnya

The Devils Beside Me VII

Chapter 7 : Watch Over You
"Ahh sampai juga.." Keluh Ichigo yang dari tadi kesal karena harus berhimpitan dalam bus.
"Kan sudah ku bilang jangan ikut." Rukia ikut-ikutan kesal karena sepanjang jalan Ichigo ngomel terus.
"Lalu siapa yang akan melindungimu, bodoh? Kalau kau kenapa-napa bagaimana?" Sembur Ichigo.
"Aku cuma dipanggil untuk membasmi roh gentayangan saja kok, bukannya membasmi monster.. Aku tidak akan mati semudah itu, jeruk!" Rukia cemberut karena Ichigo menganggapnya lemah.
"Terserah! Yang penting sekarang cepat selesaikan urusanmu di sini dan kita pulang!"
'Apa? Dia bilang apa?' Rukia menoleh ke arah Ichigo, 'Pulang katanya? Sejak kapan dia menganggap rumahku jadi rumahnya sendiri?'
"Hei... Kenapa malah bengong? Ayo jalan.." Omel Ichigo.
"Iya... iya.." Dengan senyum mengembang Rukia menyebrangi jalanan dan berjalan ke arah pantai.
Cuaca hari itu panas sekali, tidak seperti musim-musim panas sebelumnya. Pantai dipenuhi oleh orang-orang dengan berbagai aktivitas. Mulai dari berjemur, berenang, bermain voli, tidur, mecari gebetan, bahkan celingukan tidak jelas, seperti Rukia dan Ichigo. Rukia menoleh kesana-kemari, mencoba merasakan keberadaan roh gentayangan yang kabarnya sering mengganggu pengunjung pantai. Tapi ia tidak merasakan reiatsu apa-apa, yang dirasakannya hanya panas yang menyengat dan pening hebat di kepalanya. Sedangkan Ichigo celingak-celinguk dengan hebohnya..
"Ahh.. Benda apa itu yang mengambang di air?" Ichigo menunjuk sebuah boat. "Eh orang itu berlari di air!" Ichigo memandang seorang surfer dengan kagum. "Monster pasir!" Komentar Ichigo saat melihat anak-anak yang membuat boneka pasir Chappy. "Itu..."
"Jangan norak, Ichigo." Rukia memotong ucapan Ichigo. "Jagalah sikapmu.. Semua orang melihatmu tau.."
"Aku tidak peduli.." Kata Ichigo dengan cuek.
"Terserah... Setidaknya jangan bikin malu aku.." Kondisi tubuhnya benar-benar mempengaruhi emosi Rukia
"Cih.. Kau kenapa sih?" Meskipun kedengaran jutek, tapi sebenarnya Ichigo kawatir karena melihat wajah Rukia yang pucat.
"Jaga sikapmu.." Rukia berjalan menjauh, mencari-cari reiatsu sang roh gentayangan. 'Katanya di sini ada roh, tapi kenapa aku tidak merasakan apa-apa?' Pikir Rukia. 'Tapi tidak mungkin kalau pengelola pantai membohongiku, dia kan sudah mentransfer uang muka padaku untuk mengusir roh itu..' Rukia mengangkat tangannya untuk menutupi wajahnya, 'Kenapa panas sekali sih? Aku benci musim panas.. Ukh..' Keringat bercucuran di tubuh Rukia, kepalanya terasa terhimpit benda berat.
"Hai nona..." Sapa seseorang.
Rukia murunkan tangan yang menutupi wajahnya. Di hadapannya berdiri dua orang cowok, yang satu berambut cokelat sebahu yang satu lagi hitam dengan poni mirip dengannya.
"Halo.." Sapa si rambut cokelat. "Aku Keigo dan ini temanku Mizuiro... Kelihatannya kau sendirian, maukah kau minum teh dengan kami?"
Rukia tidak memperhatikan ocehan mereka, matanya terfokus pada mahluk yang hilang-nongol di balik punggung Keigo. 'Orang lemah memang mudah ditempeli ya?' Rukia tersenyum pda mahluk yang menempel pada Keigo.
"Bagaimana?" Tanya Keigo.
"..." Rukia masih tidak memperhatikanya. 'Akan ku kirim kau ke neraka, oh gentayangan..' Rukia maju selangkah dan mengacungkan tangan kanannya melewati tubuh Keigo, hendak menggapai roh gentayangan di belakangnya.
"Eh.. apa yang kau...?" Keigo blushing karena didekati Rukia.
Rukia menekuk wajahnya karena kesal. Kesal karena merasa tubuhnya bertambah panas dan pening, serta kesal karena si roh gentayangan lolos dari cengkramannya.
TUIINGG.. roh gentayangan nongol lagi di sebelah kiri Keigo. Rukia berusaha menggapainya, tapi roh itu berhasil lolos lagi.
"Eeehhh..." Keigo salah tingkah dengan tindakan Rukia yang seperti menggapai-gapainya dari tadi
"Sepertinya dia menyukaimu.." Kata-kata Mizuiro terhenti saat Rukia menggapai lagi, tetntunya bukan menggapai Keigo, tapi roh di belakangnya -yang tentunya tidak bisa dilihat oleh kedua manusia biasa itu-.
"Ahh.. Kau agresif juga ya..." Keigo langsung menggenggam tangan Rukia yang sedang menggapai-gapai.
"Aaaa... Kau siapa?" Rukia baru menyadari keberadaan Keigo.
"Apa yang kau lakukan?" Sebuah suara dingin -yang saking dinginnya bisa membekukan api neraka—menghampiri mereka.
"Ichigo..?" Rukia menoleh ke belakangnya.
"Siapa itu?" Ichigo memandang keigo yang masih menggenggam tangan rukia dengan tatapan-mati-kau.
"A.. Aku tidak tau.." Rukia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Keigo.
"Kau itu yang siapa?" Keigo melotot ke arah Ichigo tanpa mau melepaskan Rukia.
"Jangan sentuh dia.." Ichigo memegang –meremas tepatnya- tangan Keigo dan menjauhkannya dari tangan Rukia.
"Apa sih masalahmu?" Bentak Keigo dengan kesal.
"Ah itu dia.." Pekik Rukia sambil menjulurkan tangannya dengan sepenuh hati ke belakang Keigo, sehingga badannya condong ke arah Keigo.
"Tuh kan!" Teriak Keigo kegirangan. "Dia menyukaiku tau! Ayo kita pergi, nona.. Jangan hiraukan pria orak itu.." Keigo merangkul Rukia.
"Heehh..?" Rukia baru sadar kalau Keigo masih di sana. Pening dan suhu badannya yang meningkat membuat otaknya tidak fokus.
JLEEBB.. Ichigo melemparkan lasso yang tepat mengenai dan mejerat tubuh Keigo.
"Ichigo!" Teriak Rukia panik, "Apa yang kau lakukan? Dimana kau dapat itu?"
Ichigo tidak memperdulikan Rukia, dia asik saja membebat tubuh Keigo dengan lasso. "Ada pesan terakhir?" Ichigo menunjukkan senyum iblisnya pada Keigo.
"Aku... Aku minta nomor HP-nya.." Keigo memandang wajah Rukia dengan memelas.
"Tidak dikabulkan!" Seringai Ichigo semakin lebar. Baru saja dia hendak melempar Keigo ke laut ketika tangannya ditahan oleh Rukia yang lalu menyeretnya pergi dari situ, setelah menggelindingkan Keigo ke arah temannya tentu saja.
"Kau ngapain sih? Bikin malu saja!" Rukia memarahi Ichigo.
"Kau itu yang kenapa? Mau saja dengan banci seperti dia!"
"Apa maksud.." Rukia memotong ucapanya dengan mencengkram dahinya. Kepalanya terasa berdenyut.
"Oi.. Rukia.." Ichigo menggenggam tangan Rukia dan menyingkirkan dari wajahnya. "Kau kenapa?" Ichigo sangat terkejut karena wajah Rukia semakin pucat.
"..." Rukia yang begitu terkejut mendapati wajah Ichigo persis di depan wajahnya, tidak bisa berkata apa-apa.
"Oi.." Pangggil Ichigo seraya menempelkan tangannya yang bebas ke dahinya. "Kau panas sekali.." Ichigo tercekat, tidak pernah ia merasakan gelombang sepanik ini menenggelamkan dirinya yang cuek bebek.
"A... Ti.. Tidak apa-apa.." Rukia menepiskan tangan Ichigo dari dahinya dan menarik tanggannya dari genggaman Ichigo. untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah, Rukia berbalik memunggungi Ichigo, berpura-pura melihat pemandangan padahal yang ada di hadapannya sekarang adalah pasangan yang sedang berciuman.. 'Sungguh mengganggu pemandangan..' pikir Rukia, lalu dia berbalik dan melangkah melewati Ichigo. Rukia merasa seeorang mencegkram lengannya.
"Jawab aku.." Mata Ichigo terlihat sangat gelisah.
"Aku cuma tidak tahan dengan cahaya matahari.. itu membuatku pusing.." Rukia memalingkan wajah dan menjauh dari Ichigo untuk menyembunyikan kemerahan di pipinya. Rukia tidak menyengka Ichigo bisa menghawatirkannya seperti itu.
Baru beberapa langkah meninggalkan Ichigo, Rukia berhenti. Dia merasakan reiatsu yang lain. Bukan reiatsu roh, tapi lebih besar.. Reiatsu setan..
"Ah.. Kenapa dari tadi aku tidak menyadari reiatsu ini?" Rukia mengutuk dirinya, "Cih.. gara-gara sinar matahari ini.. aku jadi tidak bisan konsentrasi.."
"Rukia awas...!" Rukia medengar teriakan Ichigo, namun terlalu terkejut dan tubuhnya terlalu lemah untuk menghindari ombak besar yang menggulung dan menyeretnya ke tengah laut.
"RUKIAAA...!" Teriak Ichigo, tapi Rukia telah kehilangan kesadaranya dan terbawa arus.
Tiba-tiba.. Tubuh Rukia terangkat ke atas permukaan ombak, terus terangkat ke udara hingga beberapa meter di atas air. Sepasang tangan kokoh menopang tubuh Rukia yang lemas, pingsan..
"Hahahaha.. Jadi ini pemilik kekuatan roh yang besar itu.. Tapi sayang juga kalau dia mati gara-gara kekuatannya ku rebut.. Dia cantik sih.." Seorang laki-laki bertubuh gempal dengan wajah tak enak dilihat menggendong tubuh Rukia dengan kedua tangannya.
"Tidak.. Tidak.." Laki-laki gempal itu menggeleng. "Aku harus jadi raja.. Kau tidak keberatan kan nona manis, kalau ku ambil kekuatanmu?" Laki-laki itu memonyongkan bibirnya dan mendekatkan wajahnya ke Rukia.
PLETAAKK.. Sebuah sambitan kerikil tepat mengenai bibir si gempal, darah merembes di bibirnya yang mendadak 'seksi'.
"Jangan berani-beraninya mendekatkan wajahmu padanya.." Geram Ichigo dari bawah. Rupanya dialah yang menyambit si setan gempal.
"Kau..!" Setan gempal meninggikan nada dan volume suaranya. "Siapa kau?"
"Tidak perlu tau siapa aku.. Turunkan gadis itu sekarang juga!"
"Memangnya kau siapanya hah?"
"Aku..." Ichigo bingung mencari kata-kata yang pas.
"Eh... aku kenal kau..!" Seru setan gempal.
"Tapi aku tidak mengenalmu! Dan kenapa kau bisa terlihat oleh manusia?" Teriak Ichigo yang baru menyadari orang-orang berkerumun di sekitar mereka, menunjuk-nunjuk dirinya, Rukia dan Si Setan Gempal, mengira kalau mereka sedang syuting film atau semacamnya.
"Eh lihat, dia kelihatan benar-benar terbang ya..", "Ih.. yang rambut oren cakep ya.. pasti seleb indo ya..", "Cewek itu aktingnya bagus banget ya.. Cantik lagi.." Orang-orang berbisik menonton mereka.
"Ehm..." Setan gempal buka suara, "Kenapa aku terlihat? Tentu saja karena aku ingin memperlihatkan diri... Aku berbaik hati agar semua manusia di sini bisa menikmati wajah tampanku.. Siapa tau aku dapat jodoh.. hohoho.. Tak ku sangka yang datang malah gadis cantik dengan kekuatan roh.."
"Terserah.. Yang penting.. ce-pat-tu-run-kan-dia-se-ka-rang!"
"Tidak akan! Aku terlahir untuk menjadi raja setan! Heii.. apa aku sudah bilang kalau aku mengenalmu?"
"Kau sudah bilang itu dari tadi!" Teriak Ichigo frustasi.
"Ah iya! Kau salah satu dari pangeran itu! Pangeran Ichigo! Kenapa kau bisa ada di sini? Mencari calon istri?"
"Memangnya kau? Cepat turunkan dia, gendut! Dia bisa sakit!"
"Aku bukan gendut! Namaku Omaeda! Dan aku tidak sakit!"
"Maksudku bukan kau! Gadis itu yang sakit! Dia tidak bisa kena sinar matahari lama-lama!" Ichigo makin frustasi.
"Sampai mati pun aku tidak akan melepaskannya!" Raung Omaeda, iya lalu berpaling pada Rukia yang pingsan, "Iya kan sayang..? Hehehe.."
"Kalau begitu, mati sajalah.." Ichigo bersiap kembali ke wujud setan, tapi kerumunan orang semakin bertambah. Ichigo jadi sadar kalau dirinya jadi pusat perhatian. Apa jadinya kalau orang yang tadinya ada tiba-tiba hilang alias tidak terlihat? Pasti akan heboh.. Ichigo mengingat ancaman Rukia tadi, bahwa dirinya harus menjaga kelakuannya di sini.
"Cih.. Kalau begitu jadi susah kan.." Sungut Ichigo.
"Lamban..." Omaeda melemparkan bola besi berduri ke arah Ichigo. Ichigo yang tenggelam dalam pikirannya, tidak menyadarinya. Dia terhantam dan terlempar kelaut, orang-orang menjerit..
"Ayo sayang.. Kita cari tempat lain saja... Di sini terlalu ramai, aku kan jadi malu..." Omaeda tersenyum gaje.
'Ah.. ini siapa?' Rukia yang mulai siuman mendengar suara Omaeda, 'Mataku terasa berat... Aku nggak bisa bangun..' Pikirnya, 'Reaiatsu ini.. ini setan.. aku tertangkap setan?' Rukia berusaha keras membuka matanya.
"Heiii! Kau mau kemana? Aku belum selesai!" Rukia mendengar teriakan Ichigo.
"Aah.. kenapa kau masih hidup?" Rengek Omaeda. "Gegetsuburi!" Dan bola besi itu pun menghantam Ichigo yang berusaha manahannya sekuat tenaga, tapi dalam wujud manusia, Ichigo bahkan tidak bisa menggunakan kekuatan atau pun zanpakutonya.
JEBUURRR.. Ichigo tenggelam..
"Hahaha mati kau! Sekarang tidak ada yang bisa menghaangiku lagi!"
'Apa? Mati? Ichigo mati dikalahkan setan ini?' Rukia membuka matanya, samar-samar terlihat dagu yang gemuk. Rukia memandang ke bawah, gelembung-gelembung udara di laut perlahan menghilang.
'Ichigo..' Rukia teringat setan oren yang menemaninya beberapa hari ini. 'Aku harus mengalahkan setan ini, dan menyelamatkan Ichigo..' Batinnya. Tapi sialnya, tubuhnya tidak bisa bergerak, yang ia rasakan hanya panas dan pening berat.
Samar-samar Rukia melihat mulut moyong ke arahnya.. 'Aahh! Tidak...!' Rukia tidak tau apa dirinya bisa menggunakan kidou dalam kondisi lema begini,tapi hanya itu yang terpikirkan olehnya. "Hado ke-4!" Sebuah cahaya biru kecil menyerempet mulut Omaeda, membuat mulutnya semakin seksi.
"Auww.." Rupanya kido Rukia, meskipun lemah, berhasih melukai Omaeda. Omaeda yang terkejut dan kesakitan refleks melepaskan Rukia. Saat itu tiba-tiba...
SYUUU... Gegetsuburi milik Omaeda dengan cepat melesat ke arah pemiliknya, menghantam Omaeda tepat di wajahnya. Membuat bukan hanya bibirnya yang seksi, tapi seluruh wajahnya juga bertambah gempal.. Rupanya Ichigo yang menyadari Rukia jatuh langsung mengambil kesempatan untuk menyerang Omaeda dengan senjatanya sendiri.
"Rukiaaa...!" Ichigo berlari untuk menangkap Rukia yang terjun bebas ke pantai.
BYUURR... Meskipun berhasil menangkap Rukia, tapi karena Rukia jatuh dari tempat yang lumayan tinggi, mau tak mau tekanannya membuat Ichigo ambruk juga. Mereka berdua jatuh di air dangkal dengan posisi Rukia di pangkuan Ichigo.
'Aduhh..' Rukia meringis dalam hati, mencoba membuka matanya lagi untuk melihat apakah mereka baik-baik saja. Tapi yang dia lihat hanyalah dada yang bidang.. Ichigo telah menenggelamkan Rukia dalam pelukannya.
"Aku akan melindungimu.." Bisikan Ichigo terdengar jelas di telinga Rukia yang seketika blushing. Ichigo yang belum menyadari kalau Rukia sudah sadar, malah mempererat pelukannya hingga Rukia kehabisan nafas.
"Ichi..."
"Kau..!" Kalimat Rukia terpotong oleh raungan Omaeda yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapan mereka. "Aku belum selesai denganmu, pangeran stroberi!"
Seketika Ichigo dan Rukia menoleh. Tatapan Rukia terpaku pada setan gempal itu, tepatnya apa yang ada di belakang setan gempal itu.
"Setan yang gentayangan dari tadi!" Geram Rukia kesal, "Pergilah ke neraka! Hado ke-31!" Rukia melompat berdiri, cahaya merah dari tangannya membuat roh itu mental, dan tanpa sadar juga memukul Omaeda, membuat mereka bisa dipastikan mendarat di ujung neraka..
"Kau sudah bangun?" Kata Ichigo dingin, dia merasa dipermainkan..
"Eeh.." Rukia kehilangan kata-kata, "Aku baru saja bangun kok.."
"Kau kelihatan sudah sehat.."
"Mungkin menghajar roh gentayangan punya dampak positif terhadap kesehatan.." Rukia jadi ngaco. "Aahh.. Ayo kita pulang.." Rukia menarik tangan Ichigo agar cepat-cepat berlalu dari kerumunan orang-orang yang masih saja mengira mereka syuting.
"Aahh... Dimana ini?" Keluh Rukia. Ichigo dan Rukia sekarang berada di halte entah dimana. Gara-gara ingin cepat-cepat kabur dari para 'fans' dadakannya, mereka jadi salah naik bus, dan kini terdampar di negeri antah berantah. "Mana sudah malam lagi... Haduh bagaimana ini?" Rukia yang panik mengacak-ngacak rambutnya, namun tiba-tiba berhenti ketika merasakan perubahan reiatsu di dekatnya.. Ichigo merubah wujudnya manjadi setan.
"Kau mau apa?" Tanya Rukia heran, "Menakut-nakuti mobil yang lewat sampai pemiliknya kabur supaya kita bisa 'meminjam' mobilnya untuk pulang? Lupakan saja.. Aku tidak bisa nyetir.."
"Daripada ide konyol begitu, ini akan lebih cepat.." Ichigo mendekati Rukia, lalu hupp.. Rukia sudah ada dalam gendongannya. "Pegangan yang erat ya.." Ichigo mengeluarkan senyum iblisnya.
"Kau mau apa? Turunkan aku!" Rukia sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Ichigo. Sepanjang hari ini dia seperti melihat sisi lain Ichigo, dan itu membuatnya memerah..
"Kau mau pulang tidak?" Hanya sekejap saja Ichigo bisa kembali menjadi seonggok mahluk oren menyebalkan.
"Ya mau dong!"
"Kalau begitu diamlah!" Ichigo melompat ke atap sebuah rumah dan mulai bershunpo dengan kecepatan tinggi.
"Bagaimana kau tau kemana arah pulang?" Tanya Rukia dengan curiga.
"Aku melacak reiatsu Komamura.." Diam-diam Ichigo bersyukur Rukia memelihara mahluk itu. "Kalau kau jatuh, aku tidak akan berhenti hanya untuk memungutmu lagi.."
"Apa?" Pekik Rukia.
Ichigo tersenyum seraya meningkatkan kecepatan shunpo-nya.
"Hiiiyy.." Rukia bergidik ngeri saat melihat ke bawah dan menyadari betapa jauh jarak mereka dari permukaan tanah. Spontan saja dia melingkarkan tangannya di leher Ichigo, dan memeluknya kencang.
"Hmm.." Tanpa disadari Rukia, senyuman Ichigo semakin lebar..
Baca Selengkapnya