The Devils Beside Me XII

Chapter 12 : Fall In Your Enchantment
"Maksudku, ini..." Ichigo menarik Rukia agar mendekat dan... HUP! Dengan satu gerakan saja, Rukia sudah ada dalam gendongannya.
"Haa...?" Ucapan Rukia terpotong karena tiba-tiba saja Ichigo bershunpo. Mereka bergerak ke atas, menembus dedaunan dan ranting cemara.
TAP! Ichigo menjejakkan kakinya di salah satu dahan yang kokoh, lalu 'meletkkan' Rukia di sana. Dia sendiri kemudian duduk di samping Rukia.
"Sembunyi di atas pohon?" Rukia menyapukan pandangan ke sekelilingnya, yang terlihat hanya dedunan. Mereka kelihatannya tidak akan tampak dari luar karena terhalang oleh daun yang rimbun. Tapi Rukia masih bisa mengintip keadaan di sekitar halaman belakang istana itu lewat celah-celah diantara daun dan ranting. "Kau ini seperti Tarzan saja..."
"Tar... Apa?" Ichigo memandang Rukia heran.
"Hah? Kau tidak tau?" Rukia menaikkan alisnya, "Ah iya aku lupa. Di sini kan tidak ada TV."
"Memangnya itu mahluk apa?" Ichigo kesal karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Rukia.
"Ah sudahlah... Tidak usah dibahas. Anggap saja aku tidak pernah bilang." Kata Rukia malas. Dia tau, menjelaskan soal 'Tarzan' pada mahluk berkepala oren yang berasal dari dunia lain tidak hanya akan menguras banyak waktu dan tenaga, tapi juga kesabaran, akal sehat, dan emosi.
Ichigo mendengus kesal, "Biarpun kelihatan aneh, tapi ini bukan ide yang buruk tau! Dulu waktu kecil aku sering bersembunyi di sini kalau sedang malas latihan. Dan tidak ada satu pun pengawal, guru, atau pun pelayan yang bisa menemukanku, termasuk Renji!" Ichigo bercerita dengan bangga, seolah-olah mengelabui sepupu babonnya adalah hal terbaik yang pernah dia lakukan.
"Kalau dikorelasikan dengan IQ Banana King itu, sudah jelas dia tidak akan bisa menebak dimana kau bersembunyi..." Cibir Rukia.
"Maksudmu?" Ichigo kesal, entah karena mereka membahas 'daya tangkap' keluarga dekatnya atau karena merasa pembicaraan ini mengarah pada 'yang bangga karena bisa membohongi idiot hanyalah idiot lainnya'.
"Ssstt!" Tiba-tiba saja Rukia membekap Ichigo. Mata violetnya terpicing, berusaha melihat menembus dedaunan dan kegelapan malam yang pekat di sekeliling mereka.
Ichigo menjauhkan tangan Rukia dari wajahnya, bukan karena marah, tapi lebih karena 'serangan jantung' yang melandanya saat tangan Rukia menyentuh wajahnya. Ichigo sangat beruntung karena malam dengan senang hati menyamarkan rona merah di pipinya.
"A... Apa sih?" Gagap Ichigo.
"Ssst! Itu! Lihat!" Rukia menunjuk ke bawah.
Mata Ichigo yang menyipit karena berusaha melihat objek yang jauh. Sesorang yang sedang berjalan menjauhi tempat itu. Tapi Ichigo tidak bisa melihatnya dengan jelas. Hanya haori putih yang terlihat kontras dengan pemandangan remang di sekitarnya.
"Siapa...?" Ichigo belum sempat menyelesaikan kalimatnnya, saat mendengar suara beberapa orang berseru sekaligus...
"Byakuya-sama!" Dari kejauhan terlihat tiga orang pengawal patroli berlari menghampiri Byakuya.
"Apa?" Pekik Ichigo tertahan. "Nii-sama...? Kenapa dia bisa ada di sini?"
"Menurutmu, dia tahu keberadaan kita?" Rukia menoleh ke arah Ichigo, mata mereka kini menyiratkan keheranan.
"Dia..." Sejenak Ichigo ragu untuk menjawab.
"Kalau dia pergi dari sini begitu saja, berarti dia tidak melihat kita kan?" Rukia berharap Ichigo akan mengatakan 'Ya', meskipun dia sangat yakin tidak akan mendapatkan jawaban itu dari pangeran di sisinya.
"Normalnya pasti seperti itu..." Ichigo juga merasa ragu dengan kalimatnya, tapi akhirnya diteruskannya juga. "Tapi ini Nii-sama. Dengan kemampuannya aku tidak yakin dia tidak bisa mengetahui keberaaan kita..."
Rukia memandang Ichigo dengan tatapan sudah-ku-duga. "Jadi maksudmu, Byakuya tahu kita bersembunyi tapi dia membiarkan kita begitu saja...?"
"Mungkin..." Ichigo memijit dagunya, "Tapi kenapa?" Yang ditanya hanya menaikkan bahu.
.
-FLASHBACK-
Seorang anak berambut oren jabrik duduk sambil memeluk kakinya di atas pohon cemara. Kerimbunan pohon tentunya dapat menyembunyikan anak itu dengan baik.
Dia masih saja duduk diam, meskipun tau bahwa di bawah sana beberapa orang pengawal dan pelayan meneriakkan namanya dan mencari di setiap sudut istana. Anak itu hanya tersenyum, senang karena tidak ada yang bisa menemukan tempat persembunyian yang selalu menjadi andalannya di saat-saat seperti ini.
Orang-orang yang melalukan pencarian pun perlahan pergi, mencoba mencari pangeran kecil di tempat lain. Anak itu menyeringai, lagi-lagi dia menang. Tapi seringainya menghilang ketika dua sosok yang sedikit lebih tinggi darinya memasuki area itu. Seorang anak berambut merah dan hitam. Si anak berambut merah meneriakkan namanya, "Ichigo! Cepat keluar bodoh! Kau sembunyi dimana?"
Anak berambut oren yang 'bertengger' di atas pohon hanya tersenyum geli, 'Mana ada orang sedang sembunyi yang akan menyahut kekita ditanya? Renji bodoh...' Batinnya.
Sementara anak berkepala merah itu terus celingak-celinguk dan berteriak-teriak, anak yang satu lagi hanya diam dan dan berjalan dengan tenang di sampingnya.
"Nii-sama," Panggil si kepala merah, "Kelihatannya dia tidak ada di sini. Ayo cari di tempat lain!" Dan dia pun berlari menjauhi tempat itu, meninggalkan Nii-samanya yang berbalik dan berjalan pelan.
"Nii-sama! Ayo cepat!" Teriak si kepala merah sebelum dia mengghilang ke dalam istana.
Yang dipanggil 'Nii-sama' pun berhenti sejenak, kemudian dengan cepat menghilang, bershunpo entah kemana.
Anak oren di atas pohon memperlebar senyum kemenangannya. "Ck! Bahkan Renji dan Nii-sama pun bisa ku kelabui... Hehehe"
"Oh... Kau pikir begitu?" Sebuah suara di belakang kepalanya membuat anak oren itu berhenti tertawa, dan menoleh dengan cepat.
"Byakuya Nii-sama?" Jeritnya.
"Jangan buat aku tuli, Ichigo." Byakuya kecil berdiri di depan Ichigo yang masih memeluk kakinya dengan mulut ternganga.
"Dan jangan pasang wajah bodoh begitu!" Byakuya mendelik kesal.
"Kenapa...? Kenapa...?"
"Aku tidak bodoh, jeruk!" Byakuya melipat tangannya di dada.
Ichigo hanya manyun melihat tampang cool kakaknya. "Aku tidak mau turun!" Ichigo semakin mengeratkan pelukan pada lututnya.
"Kenapa?"
"Buat apa latihan dan belajar segala macam hal tidak berguna itu? Toh aku tidak akan jadi apa-apa nantinya! Ayahmu selalu bilang kalau kau yang paling pantas jadi raja! Kau memang yang paling kuat, paling pintar dan paling hebat! Jadi untuk apa lagi aku belajar dan berlatih? Buang-buang waktu saja..." Ichigo berteriak penuh emosi.
Byakuya kecil hanya memandang adik sepupunya dalam diam. Kehilangan orang tua saat masih bayi memang membuatnya haus akan perhatian yang selama ini jarang dia dapatkan, kecuali dari kakeknya, sang Raja Setan, dan kedua sepupu kecilnya. Byakuya merasa wajar jika Ichigo cemburu padanya yang masih memiliki orangtua.
"Aku memang hebat..." Akhirnya Byakuya angkat bicara, "Untuk itulah kau dan Renji harus berlatih supaya bisa mengimbangiku..."
Ichigo memandang kakaknya dengan tatapan terkejut. Sebenarnya bukan itu maksudnya. Dia tidak keberatan kalau pamannya ata pun semua bangsawan menyanjung-nyanjung kehebatan Byakuya. Toh dia memang benar-benar pantas atas semua pujian itu."Aku ingin seperti anak-anak lain." Suara Ichigo melunak, "Aku ingin bisa bermain setiap hari, seperti sering yang kita lakukan dulu. Aku ingin lebih banyak waktu bersama Yama-jii. Aku ingin... Sedikit diperhatikan..." Ichigo mengerucutkan bibirnya, pertanda malu akan kalimat terakhir yang diucapkannya.
Byakuya memiringkan kepalanya sedikit saat mendengarkan penjelasan Ichigo yang ternyata sangat kekanakan. "Dasar anak kecil..." Cibir Byakuya, "Kau masih bisa bermain bersamaku dan Renji seperti dulu kan..."
"Tapi para guru terus memberikan pelajaran dan latihan! Mereka bahkan tidak membiarkanku tidur siang!" Keluh Ichigo dengan manja.
"Aku rasa kau tidak terlalu bodoh untuk menyusup keluar istana malam-malam..." Byakuya sengaja menggantungkan kalimatnya dan membuat Ichigo sekali lagi memasang wajah terpana.
"Kenapa wajahmu begitu?" Byakuya mendelik menatap adiknya, "Kau kelihatan idiot!"
"Byakuya Nii-sama..." Ichigo masih melongo.
"Apa?"
"Kau jenius!" Wajah bodoh Ichigo perlahan berubah sumringah.
"Hn..." Byakuya hanya menanggapi antusiasme Ichigo dengan datar. "Kembali ke gurumu sana!" Perintahnya.
"Baik, Byakuya Nii-sama!" Ichigo melompat berdiri, "Jangan lupa nanti malam! Aku dan Renji akan menjemputmu!" Lanjut Ichigo dengan berbisik.
"Hn..." Byakuya melanjutkan dengan tidak sabaran, "Pergi sana." Usirnya.
"Jaa nee!" Ichigo bershunpo dengan semangat membara.
"Merepotkan..." Byakuya menghela nafas dan menghilang dari tempat itu.
-END OF FLASHBACK-
.
"Jadi begitulah..." Ichigo menyudahi ceritanya.
"Krrrr..."
"Eh?" Ichigo yang heran dengan tanggapan Rukia, memutuskan untuk menoleh ke arah lawan bicaranya. "K-kau...?" Darah Ichigo tersana naik ke ubun-ubun. Daritadi dia sibuk berceloteh, sedangkan Rukia juga sibuk sendiri. Sibuk tidur.
"Dasar midget menyebalkan!" Maki Ichigo, "Sudah susah payah aku bercerita, dia malah tidur? Mau ditaruh dimana harga diriku sebagai pangeran?"
Namun jawaban Rukia tetap sama, "Krrrr..." Posisi duduk dan punggung bersandar di batang pohon membuatnya tidur dengan kepala tertunduk. Dan sepertinya posisi itu menghalangi jalan nafasnya sehingga Rukia mendengkur halus.
"Hei..." Ichigo menepiskan poni Rukia yang tergerai menutupi wajahnya. Tapi angin yang nakal malah menerbangkan rambut Rukia dan membuatnya berantakan.
"Ck..." Decak Ichigo kesal, sambil merapikan rambut hitam gadis itu. Setiap Ichigo menyisir helai demi helai rambutnya, sensasi kelembutan menjalar di sela jarinya. Membuatnya terhanyut dan semakin ingin melakukannya, lagi dan lagi...
"Krrrr..." Dengkuran halus Rukia mengejutkan Ichigo dan menghentikan gerakan tangannya. Ichigo mendekatkan telinganya ke wajah Rukia, berusaha mendengar lebih jelas, "Krrr..." Rukia mendengkur pelan.
"Sejak kapan kau ngorok?" Ichigo tersenyum geli. "Sini aku betulkan..." Ichigo menyentuh lembut kedua pipi Rukia dengan tangannya, "Lehermu bisa sakit kalau begini terus, bodoh..." Lalu menyandarkan kepala Rukia ke batang pohon. "Nah, begini lebih baik..."
Tapi... Pluk, kepala Rukia jatuh tertunduk lagi. "Hei!" Alis Ichigo terangkat sedikit. Dia menyandarkan kepala Rukia di batang pohon lagi. Namun lagi-lagi, saat Ichigo melepaskan tangannya dari pipi Rukia, kepala gadis itu jatuh terkulai.
"Kau merepotkan sekali!" Ichigo tersenyum, dia tidak tega mengomel jika melihat wajah tidur Rukia yang sangat innocent. Setan itu menyandarkan kepala Rukia di pohon lagi, tapi kali ini dia tidak melepaskan tangannya, takut kalau kepala gadis itu akan terkulai lagi.
'Kalau saja kau sependiam ini setiap hari...' Pikir Ichigo sambil memandangi wajah gadis di hadapannya, 'Pasti aku bisa mati kesal. Hehe...' Ichigo mendekatkan wajahnya, "Tapi kau tetap cantik biarpun sedang ngorok... Eh? Apa yang kupikirkan? Bodoh!' Pipi Ichigo mulai menunjukan rona merah.
Entah kenapa wajah tidur gadis di depannya seperti mengandung magnet yang begitu kuat menariknya hingga tidak bisa mengalihkan matanya. 'Ehm!' Ichigo berusaha menyadarkan dirinya, 'Pakai akal sehatmu Ichigo!' Tapi ternyata ketertarikannya lebih kuat daripada akal sehatnya. Perlahan Ichigo mendekatkan wajahnya pada Rukia...
5 cm... Ichigo merasakan wajahnya terbakar.
4 cm... Ichigo sudah bisa merasakan hembusan nafas Rukia di wajahnya.
3 cm... Ichigo merasakan tangannya yang berada di pipi Rukia bergetar nervous.
2,5 cm... Rukia tiba-tiba membuka mata. Ichigo yang kaget luar biasa, seketika membatu, tidak bisa menggerakkan tubuhnya satu mili pun. Dia merasa jantungnya sudah melompat dari rongga dadanya.
"KYAAA..." Rukia berteriak histeris. Ichigo langsung melepaskan tangannya dari pipi Rukia.
"Te... Tenang Rukia..." Seru Ichigo gelagapan.
"AAAAA..." Rukia tetap histeris.
"Maksudku bukan begitu..." Ichigo berpikir keras mencari alasan.
"AAAAA..." Rukia mengacungkan telunjuknya pada Ichigo.
"Ruki...?"
"ULAARRRR...!"
"Haaahh...?" Ichigo spontan berbalik dan... Melihat moncong ular menedis tepat di depan hidungnya... "Hwaaa..!" Masih dalam posisi duduk, Ichigo bergerak mundur, berusaha sedikit memperpanjang jarak antara wajahnya dengan moncong si ular, tapi naas... Tanggan kanannya yang menopang sebagian bobot tubuhnya tergelincir. Tubuh Ichigo oleng dan meluncur jatuh dari dahan pohon yang dia dan Rukia duduki.
"Ichi...!" Rukia mengulurkan tangan, berusaha meraih lengan Ichigo. Grep! Gadis itu berhasil meraih pergelangan tangan Ichigo. Namun, berat badan Ichigo yang nyaris dua kali lipat Rukia, ditambah dengan hukum gravitasi, menyebabkan Rukia ikut tertarik ke bawah dan meluncur jatuh...
"AAAAA..." Rukia menutup mata, tidak siap menghadapi kenyataan bahwa dari semua bagian tubuh, wajahnyalah yang akan menghantam tanah terlebih dulu.
GUBRAK!
Rukia merasakan hempasan yang keras di perut dan dagunya. Anehnya, meskipun terhempas keras ke tanah Rukia tidak merasa sakit. Dia tidak pernah menyangka, tanah dunia setan tidak sekeras di dunia manusia, dan... Tanah itu berdenyut!
Perlahan Rukia membuka mata, yang terlihat hanyalah warna hitam. Namun, tidak terasa kasar seperti permukaan tanah pada umumnya, permukaan hitam itu terasa halus... Seperti kain! Rukia menangkat dagunya, dan matanya membulat sempurna melihat apa yang terhampar di bawahnya bukanlah kerikil atau rumput. Tapi kimono. Kimono yang masih melekat di tubuh Ichigo. Ichigo yang terbaring dan merintih kesakitan di bawah tubuhnya.
"Ichigo...?" Pekik Rukia tertahan. Dia bisa mendengar dan merasakan jantung Ichigo yang berdegup kencang, berpacu dengan detak jantungnya sendiri.
"Rukia, kau tidak apa-apa?" Tanya Ichigo yang masih meringis kesakitan. Tangan kanannya masih melingkar di pinggang Rukia, sedangkan tangan kirinya kini mengusap-usap bokongnya, karena tadi bagian itulah yang pertama kali melakukan pendaratan darurat. "Oi..." Panggilnya sekali lagi karena ternyata gadis kecil di atasnya tidak merespon, "Ruki...?" Panggilan Ichigo terputus saat dia melihat Rukia diam tak bergerak. "Hei...?" Panggilnya pelan seraya menggerakkan tangan kanannya ke dagu Rukia dan menengadahkan wajah porselennya.
Wajah shock Rukia terlihat memerah. "Kau tidak apa-apa?" Jelas terdengar kekhawatiran dalam suara Ichigo.
"Ah... Ti-tidak..." Rukia buru-buru berusaha bangun, tapi sepasang tangan kokoh menahan gerakannya.
"Kau yakin...?" Ichigo mencegkram kedua lengan Rukia, memastikan tubuh gadis itu tetap lekat dengannya sehingga Ichigo bisa menatapya lebih dekat.
"Aku tidak apa-apa, Ichigo." Ujar Rukia tenang. Dia mulai bisa mengendalikan dirinya sekarang.
"Baguslah..." Ichigo tersenyum. Entah kenapa, senyum itu terlihat sangat tulus di mata Rukia. Membuatnya merasanya nyaman...
"EHM..." Sebuah suara merusak suasana.
"Eh?" Seru Ichigo dan Rukia bersamaan seraya menoleh ke sumber suara. Ternyata, selusin pasukan sudah mengelilingi mereka, entah berapa lama menonton 'adegan' tadi.
Sesosok setan berambut ungu panjang tiba-tiba merangsek maju diantara para pasukan itu, "Apa yang kau lakukan pada Ichigo-sama..?"
"Ah maaf!" Wajah Rukia semakin merah saat menyadari mereka telah menjadi tontonan gratis. Dia segera bangun dari atas tubuh Ichigo.
Ichigo yang tidak kalah terkejut juga cepat-cepat berdiri. "Ehm..." Dia memalingkan wajahnya yang panas.
"Ichigo-sama...! Apa yang anda lakukan malam-malam begini berduaan dengan seorang gadis yang tak dikenal?" Setan itu berkata, lebih tepatnya berteriak-teriak dengan ekspresi genit sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Membuat ramput panjang ungunya mengibas kesana-kemari.
"Bu... Bukan seperti yang kalian pikirkan!" Sela Rukia cepat, rupanya dia jengah karena para pasukan itu menatap mereka dengan tatapan –kalian-mesum-.
"Lalu?" Si rambut ungu mulai berlinang air mata, "Kenapa Ichigo-sama bermesraan denganmu? Kau itu siapa ?" Dia menunjuk Rukia dengan tatapan kesal. "Selama ini Ichigo-sama kan tidak punya kekasih! Padahal aku kira aku masih punya kesempatan... Huaa... !" Dia meraung-raung sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"HAAH... ?" Pekik Rukia, dia sama sekali tidak menyangka kalau kata-kata itu yang akan keluar dari mulut si rambut ungu.
Seorang pelayan berlari kecil menghampiri Unohana Retsu yang berdiri mematung di pintu ruang makan.
"Unohana-san..." Panggil pelayan itu.
"Ya?" Unohana menoleh seraya berjalan dengan cepat menghampiri pelayan itu. Dia tidak ingin apa yang terjadi di ruang makan itu didengar ole pelayan, karena hal itu bisa menjadi pergunjingan yang tidak menguntungkan bagi keluarga raja, apalagi dalam masa krisis seperti saat ini. "Ada apa?" Tanyanya begitu berhadapan dengan si pelayan.
"Kamar Rukia-sama sudah siap, Unohana-san." Kata pelayan sambil membungkukkan badannya.
"Bagus. Tolong siapkan juga untuk Ichigo-sama."
"Tapi..." Si pelayan menengadahkan wajahnya dengan ragu, "Kamar Ichigo-sama kan ada di sayap timur istana ini..."
"Malam ini Ichigo-sama akan tidur di sini." Kata Unohana dengan tegas, "Jadi, persiapkan semuanya sekarang." Dia tersenyum, senyum yang sangat mematikan hingga tidak ada satu mahluk pun di istana yang berani membantah 'pesona'-nya.
'Ba... Baik..." Pelayan itu membungkukkan badan lalu segera kabur dari tempat itu.
Unohana memandang sekilas pintu ruang makan tempatnya berdiri tadi, rautnya menyiratkan kekhawatiran yang amat sangat. "Kenapa harus seperti ini?" Ujarnya lirih, "Semoga mereka bisa mengatasinya dengan baik..." Dia pun beranjak untuk memeriksa persiapan kamar.

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63

Posting Komentar

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap
tidak memberikan komentar spam. Jika ada
komentar spam dengan sangat terpaksa akan
saya hapus.
Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan
blog ini saya persilahkan komentar di halaman
link exchange.
Update link akan saya usahakan 2 minggu sekali
setiap hari sabtu / minggu.
Terimakasih atas perhatiannya.