Fuzzy Memory IV

CHAPTER 4
PIK! PIK!
Aku mengerjapkan mata beberapa kali sebelum pandanganku yang semula kabur menjadi jelas. A~h! Nyenyak sekali tidurku. Kenapa ya? Hihi! Mungkin karena aku sedang senang. Senang kenapa? Nyaa…rahasia!
Kuluruskan kedua kakiku ke atas dan dengan sekali sentakan, aku sudah terduduk di atas ranjang. Kutolehkan kepala ke meja samping tempat tidur. Jam wekerku sudah menunjukkan pukul 9. Dia akan datang dalam waktu satu jam lagi. Aku harus siap-siap!
"Maha Gooo!" teriakku sambil berlari keluar kamar menuju kamar mandi di lantai bawah.
"Berisik kau Naruto!" bentak si nenek cerewet Tsunade saat aku melewati dapur. Hh, dari baunya sih, kayaknya dia masak telur gosong lagi, deh! Aku melangkah mundur lagi ke dapur, mengintipnya, dan setelah yakin dia membelakangiku, aku memeletkan lidahku dan membuat berbagai ekspresi jelek di wajahku.
Sh*t! Waktu aku sedang menggembungkan pipiku seperti kodok, dia melihatku! Nenek-nenek centil itu MELIHATKU! Sebelum dia berkoar lagi, aku mundur teratur dengan senyum konyol yang menampakkan jejeran gigi depanku.
"Pagi, Nek! Nenek cantik hari ini! Dadah!" aku melambaikan tangan sebentar sebelum akhirnya ambil langkah seribu. Ha~h! Tetap saja suara cemprengnya itu kedengaran juga.
"Narutooooo! Kurang ajar kau, ya!" hih! Padahal aku kan sudah memujinya cantik! Bagaimana sih? Bukannya berterima kasih! Aku kan butuh kelapangan dada yang sangat besar untuk mengucapkannya! Hihihi! Bohong, kok! Nenek Tsunade itu tetap saja nenekku yang nomor satu!
Selesai mandi, aku melangkah ke dapur sambil mengelap rambutku yang basah dengan handuk. Kulirik piring yang terpajang dengan isi yang…yeah! Tepat seperti dugaanku.
"Kakek kemana?" tanyaku sambil membuka kulkas. Kuraih sebotol susu kacang kedelai dan menenggaknya langsung dari sana. "Aaaah! Segarnya!"
"Ah! Kau ini! Kebiasaanmu itu mirip sekali dengan ayah dan kakekmu!" aku meringis mendengarnya. Nenek Tsunade melanjutkan, "Dia begadang semalaman untuk menyelesaikan buku barunya. Bisa dipastikan dia tak akan bangun kurang dari jam 4 sore"
Aku hanya menanggapinya dengan ber-o kecil. Kakekku itu memang seorang penulis novel yang flamboyan. Sedikit genit, sih! Dan aku harus merahasiakan itu dari Nenek Tsunade. Selain aku sudah melakukan janji antar laki-laki dengannya, aku juga tak mau sampai ada perang dunia ketiga di rumah ini. Brr! Membayangkannya saja aku tak berani. Bisa-bisa Nenek Tsunade membunuh orang satu blok!
"Hei, Naruto! Teman sekolahmu itu jadi datang?" aku merespon pertanyaan nenek dengan mengangkat bahu.
"Entah, ya! Harusnya sih jadi! Tapi tak tahu juga kalau dia membatalkannya" jawabku.
"Siapa sih? Gaa, Neji, atau Shika?"
"Bukan mereka! Kalau mereka sih ngapain aku bilang-bilang ke nenek! Biasanya juga datang tak diundang pulang tak diantar!" jelangkuuuung, kali!
"Terus?" ih! Kenapa sih harus ada yang namanya nenek penasaran?
"Nanti saja kenalannya, lah! Dia teman kelompok belajarku yang baru! Anaknya menyebalkan! Lihat saja sendiri!"
"Hm…kalau menyebalkan, kenapa dari tadi semangat sekali?" goda Nenek Tsunade. Digoda begitu, entah kenapa membuatku merasa panas menjalar di wajahku. Sial! Pasti nenek bawel itu bakal menggodaku lagi! Soalnya saat aku melihat bayanganku di pintu kulkas yang agak-agak buram saja, aku tahu bahwa wajahku merah sekali.
"Y-ya soalnya…ah! Sudahlah! Nenek juga nggak akan mengerti! Nanti akan aku ceritakan, kok!" elakku sambil berbalik ke pintu keluar.
"Hihihi! Malu, tuh! Ya, sudah! Nanti kalau dia datang, ambil kuenya di bawah, ya!"
"Ya, ya, ya! Siap, bos!" aku melangkah keluar dan kembali ke kamar. Mempersiapkan sesuatu.
XXX
Kupandangi jam weker di meja samping tempat tidurku. Jam 10.15. Jadi datang tidak ya dia? Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin saja dia tak akan datang. Hubungan kami buruk. Aku juga…seandainya bukan gara-gara Kakashi, mana mau aku sekelompok dengannya! Aku bersemangat hari ini semata-mata untuk balas dendam, kok! Tak lebih, tak kurang!
Yah, rencana Shika sih sebenarnya nggak hebat-hebat amat. Intinya, nih, aku sendiri pun bisa memikirkannya. Tapi masalahnya, aku nggak bisa berpikir. Orang itu…seperti racun. Melumpuhkan kinerja otak. Membuat emosi memuncak. Membuat jantung lebih cepat berdetak. Dan ah! PLAK! Lagi-lagi aku berpikir yang aneh-aneh.
TRANG…TRING…TRUNG…TRENG…TRONG…
Ah! Bunyi belku! Jangan-jangan itu dia? Ah, memangnya siapa lagi? Mm…
Ah! Aku ini kenapa sih? Kan tinggal turun saja kok repot!
"Narutooooo! Tamumu, tuh!" tuh kan! Aku jadi diteriaki duluan sama nenek cerewet itu! Aku langsung bangkit dari meja dan keluar kamar dengan tergesa.
Aku menghela napas sebelum membuka pintu depan. Ih, kok aku jadi deg-degan, sih? Tapi bunyi bel berikutnya membuatku langsung membuka pintu itu. Daripada diteriaki lagi. Hih!
Syukurlah aku sukses menampakkan wajah belagu saat pintu berayun membuka tapi…itu tak bertahan lebih dari lima detik! Sekarang aku ternganga melihat sosok yang berdiri dihadapanku. Iya sih! Benar kok kalau dia Sasuke! Tapi…
KENAPA DIA SEKEREN INI?
Rambutnya masih ditata dengan gaya yang sama. Di gel jabrik ke atas dibagian belakang. Bajunya juga cuma kemeja biru muda yang dipadu dengan sweater kotak-kotak belah ketupat merah biru tipis yang kuperkirakan berlengan buntung karena dia menumpuknya lagi dengan jaket bertudung warna coklat. Hanya seperti mengganti baju seragam dengan baju biasa. Lagipula dia yang memakai baju biasa juga pernah kulihat, kan? Ah, tak ada yang luar biasa. Dia memang selalu kelihatan keren, kok Naruto! Apa? PLAK! PLAK! Apa yang kupikirkaaaan?
"Sampai kapan kau akan membiarkanku berdiri disini, bodoh? Dimana sopan santunmu pada tamu?" tampang cengoku langsung berganti dengan kedut sebal. Iiiih! Orang ini!
"Kau sendiri juga nggak punya sopan santun waktu aku ke rumahmu!" balasku.
"Lho! Aku kan datang kesini baik-baik! Jadi aku tamu. Nah, kau? Mengintip rumah orang sembarangan. Itu sama artinya dengan menyusup, lho! Masih untung tidak kulaporkan pada polisi" GRR!
"Ka-"
"Naruto! Kenapa temanmu tidak kau suruh masuk?" tanya Nenek Tsunade yang muncul disana dengan sedikit tergopoh-gopoh dari arah dapur.
"Selamat pagi, Nyonya!" aku yang masih melihat ke Nenek Tsunade menoleh syok ke sosok diseberang pintu yang kini tengah membungkuk sopan. Setelah menegakkan badannya lagi, dia tersenyum dengan eh, sangaaaat manis sampai matanya hilang. "Anda nyonya yang sangat cantik!"
A-apaa-
"Wuah! Anak yang sopan sekali! Beda sekali dengan cucuku, ya! Hohoho!"
"Cucu? Ah, saya kira Anda ibunya Naruto," wajahku tambah cengo.
"Hahaha! Kau ini bisa saja! Ayo masuk! Mari masuk! Hahaha! Sudah tampan, sopan pula! Kau ajarilah sedikit si Naruto itu biar bisa jadi pria sejati sepertimu. Hohoho!" Nenek Tsunade berkelebat didepanku untuk menyongsong tamuku -atau- tamunya? Pokoknya dia mempersilahkan Sasuke masuk dengan lagak seperti tuan rumah yang amat baik. Dan saat si raven itu melewatiku, aku melihatnya menyeringai padaku.
Setan! Dasar setan! Awas kau, ya!
XXX
Aku meletakkan piring kecil berisi satu slice cheese cake di hadapan Sasuke setelah sebelumnya meletakkan secangkir teh dan sekotak Pocky di tempat yang sama. Setelah itu aku menyusulnya duduk di depan meja dengan alas dua tatami. Sasuke melepaskan jaketnya dan tuh kan! Tebakanku benar. Dia memang memakai sweater buntung dan oh, please deh Naruto! Memangnya itu penting?
"Jaketmu…sini biar kugantung!" aku menadahkan tangan menyebrangi meja. Alisnya naik sejenak sebelum akhirnya dia menyerahkan jaketnya padaku. Aku bangkit dan menyangkutkannya digantungan bajuku.
"Bisa juga kau jadi tuan rumah yang baik!" komennya. Duh, sabar…sabar…
Aku kembali ke tatamiku dan memandanginya yang sedang mengeluarkan buku dari ranselnya. Kalau bukuku sih sudah stand by diatas meja dari tadi. Tapi aku langsung melengos ke arah jendela saat dia mengangkat wajahnya dan menatapku tajam.
"Ada apa lihat-lihat?" tanyanya ketus.
"Hih! Memangnya kau ini burung layang-layang diluar sana, apa? Aku kan sedang melihat keluar jendela!" sahutku cuek. Sasuke ber-itch kecil.
"Ya, sudah! Mau mulai dari yang mana, kita?" heh? Bisa juga dia memulai pembicaraan.
"Yang mana saja boleh!" jawabku asal sambil membuka bukuku ditumpukan paling atas.
"Oke! Kakashi memberikan 8 soal. Kita kerjakan masing-masing setelah itu baru kita samakan"
"Oke! Nggak masalah!" aku mencetek pensil mekanikku. Belajar kelompok macam apa ini? Tak ada debat. Tak ada pendapat. Tak ada argumen. Hiih! Membosankan! Kalau hanya begini, mananya yang disebut belajar kelompok?
Belum selesai menulis rumus untuk jawaban nomor 1, aku melirik lagi ke Sasuke. Kelihatannya dia serius sekali. Ha~ah memang tampangnya selalu begitu. Memangnya dia nggak khawatir bakal cepat tua, apa? Kali ini aku sengaja membuat diriku tertangkap basah olehnya. Dan…yes! Komennya keluar.
"Apa kau lihat-lihat?"
Aku terdiam. Sasuke menautkan kedua alisnya.
"Memangnya nggak boleh?" tanyaku balik. Kali ini mata Sasuke menyipit dan bibirnya terbuka sedikit. Hihihi! Bisa juga dia berekspresi begitu. Ternyata Shika benar. Rahasianya adalah bersikap tenang dan berpikir jernih. Lalu yang kedua…
"Aku suka memandangimu, soalnya kau mirip sekali dengan anak dalam kenanganku itu! Yah, walaupun dia baik dan kau agak error, tapi aku tetap berpikir kalau kalian itu mirip" wajah Sasuke kini mengeras. Hohoho! Ekspresi baru lagi.
Yang kedua adalah…bicarakan hal-hal yang membuatnya kesal. See? Rencana yang simpel, kan? Dan sejauh ini, yang kutahu, dia kesal sekali kalau aku membicarakan soal anak masa laluku itu. Jadi, aku hanya akan membicarakan tentang anak itu saat belajar bersama. Dan ternyata benar! Hanya masalah itu saja yang bisa memancing emosinya. Kalau dipikir-pikir, kenapa ya? Kalau memang dia tak ada hubungannya, kenapa harus marah? Jadi yang sekarang, bisa juga dibilang, hitung-hitung untuk memancingnya bicara.
"Sudah berapa kali kubilang! Kau salah orang!"
"Lho? Aku kan juga tidak bilang itu kau! Aku hanya bilang kalian mirip. Titik!" melihatnya mulai emosi, kata-kata selanjutnya makin santai meluncur dari mulutku. Rasakan kau Sasuke! Akhirnya…bisa juga kau kesal heh manusia es!
"Kau tahu? Anak itu suka banget sama cheese cake. Soalnya nih, ya! Waktu aku ke rumahnya, dia selalu menyajikan cheese cake dan bilang kalau dia sukaaaa sekali sama kue yang satu ini. Terus…dia juga suka…TARA! Pocky!" aku mencabut sebatang Pocky dari kardusnya dan dengan dramatis menunjukkannya tepat di depan wajahnya sebelum mencaploknya ke dalam mulutku.
KRAUK! KRAUK!
Kali ini aku bisa melihat dua kedut didahinya.
"Dia pernah main kesini sekali. Kurasa Nenek Tsunade juga masih ingat dia. Tadi waktu aku mengambil kue dibawah, dia kira kau itu dia, lho!" sekarang kedut di dahinya bertambah satu. Jadi tiga.
"Oh, iya! Dia pintar main scrabble, lho! Pasti Bahasa Inggrisnya sebagus dirimu, Sasuke! Terus…dia juga punya anjing Golden Retriever kayak Yo! Waktu dulu sih masih kecil, tapi mungkin sekarang juga sudah sebesar Yo! Ah, jadi kang-"
BRAKK!
Sasuke menggebrak meja dan membuatku nyaris melonjak dari tatamiku. Kepalanya menunduk jadi aku tak tahu bagaimana wajahnya. Tapi aku bisa melihat pundaknya naik turun dengan berat. Oow! Dia benar-benar marah! Berarti…berhasil! Berhasil! Aku berhasil membuatnya tengsin! Hahaha!
"Jangan bicarakan anak itu lagi di depanku! Aku bukan dia!" Sasuke mengangkat wajahnya dan menatapku dengan tatapan tajam. Lalu, entah aku yang terlalu syok atau mataku yang mulai minus, ekspresinya berubah lunak. Ada cahaya murung dari kedua bola mata pekatnya itu.
Dia lekas merapikan semua buku-bukunya, memasukkan ke tasnya dengan kasar, dan beranjak pergi. "Aku pulang!"
Saat sosoknya sudah tak ada di kamar itu lagi, aku masih tercenung dengan tampang kosong kurasa. Kenapa kau Naruto? Harusnya kan kau merasa senang karena berhasil membuat si manusia dingin itu kesal sama seperti yang selalu dia lakukan padamu? Tapi…kenapa aku juga jadi merasa bersalah? Cahaya matanya…menampakkan rasa sakit. Sakit yang tidak kurasakan saat dia membuatku marah. Apa aku…sudah kelewatan? Tapi kenapa? Kenapa masalah anak masa laluku itu bisa sangat menyinggungnya?
XXX
Setelah berpikir dalam-dalam, aku memutuskan untuk meminta maaf pada Sasuke dan bicara baik-baik padanya. Sekalian mengembalikan jaketnya yang tertinggal di rumah. Ih! Sebal! Kenapa jadi aku lagi yang harus merasa bersalah? Tapi…
Aku menarik ulur tanganku yang hendak memencet bel bertuliskan Sasuke dibawah bel lain yang mencantumkan nama Fugaku. Jadi…dia hanya tinggal berdua dengan ayahnya, ya? Kutarik napas dalam-dalam lalu kuhembuskan perlahan hingga aku punya keberanian untuk memencet bel dan…berhasil!
Tak lama, gonggongan anjing terdengar mendekat ke arah pagar dan akhirnya pagar kayu itu terbuka. Aku menelan ludah saat mendapati sosok Sasuke berdiri di depanku dengan Yo melonjak-lonjak girang di sampingnya. Well, aku memang mencari dia, tapi sekarang…rasanya seperti mau kabur saja!
"Mau apa lagi? Masih ada cerita yang kurang soal anak dalam kenanganmu itu, ha?" tanyanya dengan nada menusuk.
"Mm…aku mau minta maaf!" jawabku sambil mencoba menahan emosi. Entah emosi karena marah atau rasa bersalah yang tadi. Sasuke tampak sedikit terhenyak. "Ya, kalau aku membuatmu marah, aku minta maaf. Tapi, please! Bilang kenapa kau marah? Maksudku…jika ini memang tak ada hubungannya denganmu…"
"Ikut aku, Naruto!" dia merenggut tanganku yang membawa bungkusan jaketnya. Sumpah! Saat dia melakukannya, aku merasa jantungku terlepas untuk sesaat.
"Eh? Kemana?"
Sasuke tak menjawabku. Dia hanya terus menyeretku masuk ke dalam rumahnya. Huwaaa! Apa-apaan ini? Duh, aku jadi berpikiran yang tidak-tidak, nih? Kenapa aku justru teringat dengan kejadian di halaman belakang sekolah?
Kami berhenti di ruang perapian. Eh, ruangan ini masih terlihat sama. Barang-barangnya…entahlah. Sasuke melepaskan pegangan tangannya dan melintasi ruangan menuju rak buku besar. Dia mengambil sesuatu dari sana. Bentuknya seperti pigura foto tapi…aku juga tak bisa memastikan karena jarak.
Sasuke melempar benda itu ke atas meja. Benar. Itu memang pigura. Aku mendekat dengan wajah penasaran. Di pigura itu, ada sebuah foto keluarga. Ada seorang ayah yang tersenyum bijak, seorang ibu yang tersenyum lembut, seorang anak yang sama sekali tak tersenyum dengan arah mata yang tidak menuju kamera. Hm, bisa kubilang bahwa dia adalah Sasuke versi kecil. Lalu ada anjing Golden Retriever kecil. Itu pasti Yo. Dan Yo dipangku oleh Sasuke versi lebih besar dengan senyum riang. Eh…
"Ya, Naruto! Anak yang kau bicarakan itu adalah kakakku. Itachi. Dan dia sudah meninggal!"
-To Be Continued-

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63

Posting Komentar

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap
tidak memberikan komentar spam. Jika ada
komentar spam dengan sangat terpaksa akan
saya hapus.
Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan
blog ini saya persilahkan komentar di halaman
link exchange.
Update link akan saya usahakan 2 minggu sekali
setiap hari sabtu / minggu.
Terimakasih atas perhatiannya.