Rukia Engagement III

Chapter 3
Ukitake dengan lembut menutupi tubuh mungil Rukia dengan captain haori miliknya.
"Aku tidak kedinginan," tolak Rukia, kulit tangannya yang dingin karena suhu malam itu tanpa sengaja menyentuh kulit Ukitake.
Ukitake tersenyum. Dia tahu Rukia kedinginan bahkan sebelum kulit mereka saling bersentuhan. Dari tadi cewek itu terus mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya. Dia ingin memeluknya. Berbagi panas tubuh, sekaligus ingin memberikan kenyaman pada calon istrinya, sayang nyalinya tidak sebesar itu. Rukia juga pasti merasakan hal yang sama. Ya apa boleh buat, bertahun-tahun hubungan mereka berdua tidak lebih dari sebatas komandan dan anak buahnya, lalu dalam waktu sekejap status mereka berubah jadi tunangan. Sekarang tinggal menghitung hari dan mereka akan resmi sebagai suami istri.
Takdir memang aneh, begitulah pendapat Ukitake. Dia tidak menyangka, omongannya yang tidak jelas sewaktu mabuk di rumah shiba berujung pada pernikahan, sesuatu diluar harapannya. Dia memang tidak banyak meminta, tidak perlu sampai menikah, baginya asalkan Rukia tahu perasaanya itu lebih dari cukup!
"Bagaimana?" tanya Ukitake menunggu respon Rukia.
"Terima kasih," balas Rukia tersipu malu sambil membetulkan letak haori putih di pundaknya.
Rukia balik menatap Ukitake. Wajahnya agak pucat, sepertinya kondisinya kurang sehat tapi demi menjaganya, dia rela melawan hawa dingin. "Taichou…" kata Rukia yang langsung terputus oleh senyuman lembut Ukitake.
"Kamu lupa Rukia, aku sudah ratusan kali memintamu memanggilku dengan nama depanku?"
"Maaf, Juushiro-san," ralat Rukia, "Mungkin lebih baik kita kembali ke dalam. Hampir tengah malam, udaranya juga semakin dingin," ajaknya.
Ukitake menengadah, purnama malam itu memang indah. Dia masih ingin begini. Duduk-duduk di tengah taman rumah Kuchiki yang luas hanya beralaskan rumput hijau yang dipangkas rapi bersama dengan orang yang dicintainya. Hanya berdua. Menikmati indahnya langit malam ditemani nyanyian merdu binatang malam.
"Saat bersamamu waktu cepat berlalu ya. Padahal aku masih ingin disini, ngobrol sambil menikmati purnama." Ukitake beranjak dari duduknya, "Sudah waktunya tidur. Ayo!" Ukitake mengulurkan tangannya pada Rukia. Rukia menyambut uluran tangan Ukitake yang besar dan memberikan kehangatan di telapak tangannya. Lalu dengan sekali tarikan dia berhasil menarik Rukia berdiri.
"Maaf, bukannya aku tidak suka menghabiskan malam bersama anda, hanya saja…." Rukia menatap wajah Ukitake cemas. "Juushiro-san, anda tidak enak badan?"
Mata Ukitake melebar, dia kaget sekaligus senang mendapat perhatian sebesar itu dari Rukia. "Aku baik-baik saja, tidak pernah sesehat ini malah," katanya bohong. "Aku antar sampai kamarmu ya!" Rukia menjawab dengan anggukan tanda setuju.
Tidak banyak yang mereka lakukan di sepanjang perjalanan menyusuri lorong-lorong panjang rumah Kuchiki. Rukia hanya mengucapkan beberapa kalimat seputar nasehat kesehatan untuk Ukitake. Ukitake hanya meng-iya-kan saja semua yang dikatakan Rukia. Ukitake sendiri tidak terlalu peduli dengan kondisi kesehatannya. Dia terlalu semangat mengurus persiapan pernikahan mereka yang terlalu singkat sampai-sampai tidak sadar kondisi kesehatannya menurun.
Diam-diam Ukitake terus mengamati Rukia. Memperhatiakn wajah Rukia saat sibuk mengoceh soal kesehatannya. Sayangnya hanya beberapa kalimat yang meluncur keluar dari bibir mungilnya. Lalu sedikit keberanian tumbuh di hatinya. Pelan-pelan dia melingkarkan lengannya ke pundak Rukia. Reaksi Rukia, kaget pada awalnya, dia sempat menghentikan langkahnya. Ukitake menunggu selama beberapa detik yang terasa seperti bermenit-menit, menunggu reaksi selanjutnya. Tidak ada reaksi apapun jadi Ukitake menyimpulkan tidak ada penolakan. Ukitake semakin percaya diri, dia menarik dirinya semakin dekat dengan Rukia sampai tidak ada jarak semilipun diantara mereka lalu dia menuntun gadis itu melanjutkan perjalanan mereka yang terhenti.
Jantung Rukia berdetak kencang, rasanya campur aduk tidak karuan sebagai repon dari sikap Ukitake. Sangkin kerasnya dia sampai merasa jantungnya seperti memaksa keluar dan itu membuat dadanya sakit. Ini bukan debaran yang sama seperti yang dirasakannya saat bersama Ichigo. Lebih menyakitkan. Ada rasa sedih, rasa takut, rasa bersalah, ketidak berdayaan dan keputsasaan.
Saat dia merasakan tangan Ukitake melingkar di bahunya reaksi tubuhnya adalah penolakan, tapi kurang dari sedetik otaknya menyadarkan dia bagaimana harus bersikap sebagai seorang tunangan yang benar. Akhirnya Rukia hanya bisa terdiam dan berjalan dengan kepala tertunduk.
"Kurosaki Ichigo!" seru Ukitake. Spontan Rukia mengangkat kepalanya. Didepan mereka sosok Ichigo, laki-laki yang begitu dicintainya berdiri dengan tubuh bersandar di dinding dan tangan terlipat manis di dadanya. "Aku tidak tahu kamu ada di rumah ini," sambung Ukitake.
Mata Ichigo langsung menatap tajam dan tidak suka pada mereka berdua. Sosok Ukitake begitu mengganggu matanya. Ditambah lagi lengan Ukitake yang melingkar nyaman di pundak Rukia. Sejak kapan mereka berdua seperti ini, umpatnya dalam hati. Ichigo membetulkan posisi berdirinya lalu berjalan mendekati mereka berdua. Sekarang dia berdiri tepat di depan Rukia. Matanya menutup lurus sosok didepannya.
"Rukia," sapanya.
Rukia memalingkan wajahnya dari tatapan tajam Ichigo.
"Selamat atas penikahanmu!" katanya dingin. Dia sengaja tidak mengaggap keberadaan Ukitake di samping Rukia.
Ukitake yang paham betul situasi tidak mengenakan didepannya segera mengambil insiatif. "Rukia," panggilnya lembut membuat Rukia mentapnya. "Tidurlah, istirahat yang cukup!" sarannya setengah memaksa sambil menggiirng Rukia mendekati pintu kamarnya lalu membukakan pintu, mempersilahkan Rukia masuk.
Kaki Rukia melangkah masuk ketika Ichigo menghentikannya dengan kalimatnya. "Inikah yang kamu inginkan!" tubuh Rukia terasa kaku mendengar kalimat itu. "Jujurlah! Inikah pilihanmu! Ini keinginanmu! Dari hatimu! Bukan paksaan!" Rukia tidak bisa menjawab. Sebenarnya dia ingin berbalik menangis sekeras-kerasnya sambil berteriak BUKAN. Tapi apa jadinya nanti.
"Rukia, Jawablah. Hanya butuh satu kata. Apa susahnya!" desak Ichigo.
Ukitake yang menyaksikan ketegangan diantara mereka berdua hanya bisa menyaksikan dalam hening. Ini bukan wilayahnya yang bisa dia masuki dengan mudah. Meski dia dan Ichigo tidak bisa melihat wajah Rukia, tapi mereka bisa membayangkan bagaimana ekspresinya saat ini. Kacau, kalut, putus asa, pastinya ingin menangis.
"Oyasuminasai!" jawab Rukia yang ditunjukkan untuk kedua cowok di belakangnya. Lalu dengan langkah berat dia melangkah masuk dan menutup pintu.
"Rukia! Kenapa!" Ichigo tetap protes dari balik pintu karena sikap Rukia yang lebih memilih melarikan diri daripada menjawab pertanyaanya yang mudah. "Sesusah itu kah bersikap jujur pada perasaanmu sendiri!"
Rukia masih berdiri diam, bersandar pada pintu, satu-satunya pemisah antara dia dan Ichigo. Suara Ichigo dari balik pintu terdengar jelas di telinganya. Setiap katanya terasa seperti silet tajam yang menyayat hatinya. Apa gunanya menjawab pertanyaanmu, Ichigo, kalau kau sendiri sudah tahu apa jawabanku! Kau tahu aku tidak mungkin mengatakan bukan, dan kalau aku mengatakan iya, akan terdengar seperti apa satu kata itu di telingamu? Kamu pasti tahu bukan itu hanya akan terdengar seperti kebohongan terbesar dalam hidupku. Karena itu aku memilih menghindar.
Rukia jatuh terduduk. Dia membenamkan wajahnya di kedua lutut kaki yang tertekuk. Kenapa Ichigo, kenapa disaat-saat seperti ini aku harus bertemu denganmu lagi! kenapa kau muncul seperti itu dihadapanku membuat hatiku sakit seperti ini. Susah payah aku meyakinkan diriku atas keputusan ini dan berjuang keras menerima kenyataan akan menghabiskan sisa hidupku yang panjang bersama orang yang tidak kucintai. Berusaha menghilangkan bayangmu dari otak dan hatiku, tapi kenapa ketika semua hampir berhasil kau datang membuat semua tembok pertahan yang kubangun runtuh begitu saja.
Rukia kembali teringat dengan pelukan Ukitake barusan. Pelukan yang hangat dan melindungi. Pelukan yang begitu nyaman justru terasa menyakitkan. Semua kebaikan dan cinta tulus yang tidak akan pernah bisa dia balas. Cowok sebaik itu kenapa dia tidak bisa mencintainya seperti dia mencintai Ichigo. Andai saja yang ada diposisi Ukitake saat ini adalah Ichigo, dia tidak akan menangis tertunduk di balik pintu seperti ini. Tidak! Tidak boleh! Rukia memperingatkan dirinya. Dia harus berhenti memikirkan Ichigo sebelum hatinya semakin terluka.
Di luar kamar Rukia, Ukitake berdiri mematung. Ichigo sudah pergi tidak lama setelah mengucapkan kalimat terakhir. Matanya menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Walaupun pelan dia bisa mendengar suara isak tangis Rukia. Rasanya dia ingin menghancurkan pintu itu, masuk ke dalamnya lalu memeluk tubuh mungil Rukia. Tapi dia sadar, dialah penyebab semua tangisan Rukia. Ukitake terus menyalahkan dirinya. Harusnya dia tahu, hari dimana Ichigo menerobos masuk Soul Society demi menolong Rukia sudah cukup untuk mengungumkan kepada dunia tentang cinta yang begitu besar diantara mereka. Harusnya di berpikir jauh saat melamar gadis itu. Sebenarnya saat itu Ukitake yakin lamarannya akan ditolak. Dia tidak berharap diterima, itu hanya seperti sebuat pernyataan cinta yang dibantu Kukaku Shiba, sesuatu yang tidak berani dia lakukan selama ini. Dia tidak memperhitungkan posisi Rukia di keluarga Kuchiki. Dia terlalu gembira saat itu. Baru saat dia menyadari bagaimana Rukia menatap Ichigo, walau hanya sesaat dan setelah itu memalingkan wajahnya, detik itu juga dia tahu. Ada tempat di hati Rukia untuk Ichigo yang tidak bisa dia miliki, selamanya.
Mundur sekarang juga tidak memungkinkan. Undangan sudah disebar, semua sudah tahu tentang rencana pernikahan ini. Kalau dia membatalkan bagaimana posisi keluarga Kuchiki di masyarakat. Rasanya seperti tamparan keras di pipi. Dan nasib Rukia di keluarga terkutuk ini. Entah apa yang akan terjadi padanya juga kakaknya, Byakuya.
Maaf Rukia, cintaku justru membuatmu begini menderita, bisik Ukitake dalam hati sambil meletakkan tangannya di pintu, berharap pintu tersebut bisa menyampaikan rasa penyesalan dan isi hatinya yang terluka.
"Ichigo, keluarlah! Aku tahu kamu ada di kamar ini!" seru Byakuya. Dia tahu Ichigo diam-diam menyusup masuk ke rumahnya dengan bantuan Ganju. Sebenarnya diam-diam dia ikut ambil bagian dalam rencana penyusupan tersebut. Dia sengaja melonggarkan penjagaan rumah selama seminggu ini. Kalau sampai ada penjaga yang melihatnya dia sudah memerintahkan mereka supaya pura-pura tidak melihatnya.
Ichigo keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan mendekati Byakuya yang sedang berdiri memandang purnama.
"Maaf aku menyusup ke rumahmu," sapanya pada tuan rumah.
Byakuya tidak membalas, dia membalik tubuhnya yang dari tadi memunggungi Ichigo.
"Apa keputusanmu?" tanyanya tanpa basa-basi yang langsung direspon dengan ekspresi melongo oleh Ichigo dengan mulut terbuka lebar.
"Apa maksudmu, Byakuya?" Ichigo pura-pura bodoh. Sebenarnya dia sendiri bisa menebak kemana arah pembicaraan Byakuya. Security rumah yang begitu longgar dan sikap beberapa penjaga yang pura-pura tidak melihatnya cukup membuatnya paham seseorang didalam rumah ini sengaja mempersilahkannya menyusup.
Byakuya tidak menanggapi. Dia menatap lurus ke bola mata Ichigo. Matanya cukup mengatakan betapa kacaunya dia saat ini sama seperti adiknya. Byakuya menghela nafas kesal. Semua ini salahmu! Batinnya, dia berharap bisa mengucapka itu pada laki-laki bodoh didepannya. Kalau saja kau sedikit lebih agresife, sedikit menggunakan otak udangmu! Mendeklarasikan cintamu! Tidak perlu ada kejadian seperti ini! Biarpun status sosialnya tidak sebaik Ukitake, setidaknya dia punya reputasi yang baik berkat jasa-jasanya pada Soul Society . Adikku yang terlalu baik itu tidak perlu menderita! Tidak perlu ada orang sebanyak ini yang menderita! Sayangnya Byakuya tidak bisa mengucapkan semua itu. dia hanya bisa diam, menunggu.
"Aku harus bagaimana Byakuya?" tanya Ichigo bingung dan putus asa. Sejak melihat undangan pernikahan Rukia rasanya dia ingin curhat pada seseorang, menumpahkan semua unek-uneknya. Sayangnya, tidak ada seorang pun, lalu sekarang didepannya ada Byakuya. Kalau dalam kondisi normal, Ichigo tidak akan melakukan ini, curhat pada seseorang yang pernah mencoba membunuhnya. Cowok irit kata-kata dan tanpa ekspresi. Tapi saat ini Ichigo merasa hanya Byakuya yang bisa memahaminya.
"Aku tidak takut pada apapun! Tidak peduli berapa banyak musuh yang harus kuhadapi. Aku siap! Aku selalu siap menolong dia, melindunginya. Tapi…." Ichigo tidak melanjutkan kalimatnya. Tidak pernah terlintas dalam bayangannya ada hal yang lebih menyusahkan daripada melawan ribuan Hollow atau selusin para Taichou. Harus memilih antara menyelamatkan Rukia atau tidak, itu jauh lebih susah dari pada melawan mereka semua. Dia bisa menolongnya, tapi Rukia tidak menginginkannya. Dia ingin menjaganya, tapi Rukia sengaja membiarkan hatinya hancur. Menolong Rukia sama artinya membuat gadis itu dimusuhi oleh keluarga Kuchiki. Ichigo tahu persisi Rukia memikirkan posisinya di keluarga terkutuk ini! Anggota keluarga yang tidak diinginkan. Ichigo tidak bisa membayangkan apa yang akan dihadapi gadis itu jika membuat seluruh keluarga Kuchiki kehilangan muka mereka juga rasa bersalah yang begitu besar pada kakanya, Byakuya. Tapi, tidak menolongnya sama saja membuat dirinya dan Rukia terus menerus menahan kesedihan tidak berujung ini.
"Bantu aku Byakuya! Kau kakaknya kan? Kau menyayanginya juga bukan? Bantu aku melindunginya!" rengek Ichigo.
Ichigo terdiam, sibuk dengan pikirannya. Byakuya juga terdiam. Menilai keseriusan Ichigo. Juga memperhitungkan semua kumungkinan terburuk.
"Lakukan apa yang menurutmu benar! Jangan pikirkan yang lain!"
Ichigo kaget mendengar ucapan tersebut meluncur keluar dari mulut Byakuya. Rasanya tidak biasa. Kata-katanya barusan seperti pernyataan bahwa dia menyatakn dirinya siap mencoreng nama besar Kuchiki.
"Tapi…," Ichigo ragu meneruskannya. Dia memikirkan bagaimana nasib Byakuya sebagai kepala keluarga Kuchiki.
"Asalkan kau bisa menjaganya dan melindunginya, jangan pedulikan yang lain! Biar aku yang mengurus sisanya! Tapi kalian juga harus siap dengan resikonya."
Resiko? Ichigo berpikir resiko seperti apa yang dimaksud Byakuya.
"Menolongnya, membuat rukia terlihat melarikan diri dari pernikah ini, itu sama artinya dengan mempermalukan nama besar dan harga diri keluarga Kuchiki dan Ukitake! Kau paham kan!"
Ichigo mengangguk mengerti.
"Ukitake adalah seorang taichou dan senior yang dihormati dan disegani di Gotei 13. Mempermalukannya sama saja dengan mempermalukan Gotei 13. Meskipun Ukitake sendiri bisa menerimanya, tapi belum tetu dengan teman-teman dan semua pendukungnya. Paham!"
Ichigo menelan ledah. Inti dari perkataan Byakuya, dengan menolong Rukia, dia dan Rukia akan jadi musuh Soul Society . Tidak ada tempat bagi mereka di sana. Seumur hidup mereka akan terus hidup dengan melarikan diri dan bersembunyi. Siapkah dia dengan semua itu? siapkah Rukia? Atau bagaimana nasib Byakuya dan Ukitake setelah ini! Apa yang akan menimpa mereka. Byakuya akan terus disalahkan seumur hidupnya kah? Dikucilkan oleh keluarganya sendiri? Dan Ukitake, apa seumur hidupnya dia akan mendapatkan tatapan simpati dari rekan-rekannya? Mereka semua akan mengingatnya sebagai laki-laki yang ditinggal lari mempelai wanitanya. Bukan bayangan yang menyenangkan.
Ichigo berbailk memunggungi Byakuya, "Maaf, aku butuh waktu berpikir," katanya sebelum pergi meninggalkan Byakuya.
Byakuya tidak mencegahnya, mereka semua berada pada posisi yang sulit, bukan hanya Rukia, Ichigo, dirinya, bahkan Ukitake. Siapa yang menyangka sebuah lamaran akan berbuntut panjang pada semua kesedihan ini. Sama seperti Ichigo dia juga butuh waktu untuk memikirkan jalan keluar terbaik. Bahkan sejak lamaran itu sampai padanya, Byakuya terus memikirkan jalan keluar terbaik bagi Rukia.
Seandainya saja adik angkatnya itu adalah orang yang egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan siapapun, langsung menolak lamaran itu. Semunya tidak akan sesusah ini. Sayangnya Rukia adalah anak yang baik.
Lagi-lagi Byakuya menghela nafas, dia juga menyalahkan dirinya. Andai saja dulu dia langsung menolaknya. Tidak perlu memikirkan perasaan Ukitake atau terserah apa pendapat para anggota keluarga Kuchiki tentang sikapnya. Semua ini tidak perlu terjadi. Ya penyesalan selalu datang belakangan.
Byakuya berjalan ke temap tidunya. Dia merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk itu. tubuhnya sudah lelah tapi saat ini dia belum boleh tidur. Otaknya masih memaksanya berpikir mencari solusi terbaik untuk mereka semua.
Hisana, kalau kau bisa mendengarku, katakana padaku apa yang harus kulakuakn demi melindungi Rukia, adik kita, beritahu aku meskipun itu hanya lewat mimpi.

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63

Posting Komentar

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap
tidak memberikan komentar spam. Jika ada
komentar spam dengan sangat terpaksa akan
saya hapus.
Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan
blog ini saya persilahkan komentar di halaman
link exchange.
Update link akan saya usahakan 2 minggu sekali
setiap hari sabtu / minggu.
Terimakasih atas perhatiannya.